TANGGAPAN TULISAN DARMAN MOENIR
Muhammad Subhan
Harian Haluan, 13 Feb 2012
BILA Bang Darman Moenir (DM) yang menulis, saya paling suka sekali membacanya. Tulisan-tulisan beliau mencerahkan, cerdas, juga menambah wawasan baru. Tapi sayang, maaf, cenderung memprovokasi.
Esai beliau, Awas(i) Numera (Haluan, Senin 6/2), menurut saya yang awam dapat memecah belah hubungan baik (ukhuwah) sesama pelaku sastra, tidak saja di Sumatra Barat, tetapi juga antarsastrawan di luar Sumatra Barat khususnya Malaysia yang “dihujat” dengan sejumlah tuduhan. Esai itu, tersebar pula di jejaring sosial dan secara terbuka dibaca oleh beberapa sastrawan Malaysia yang merencanakan datang dalam acara Temu Sastrawan Nusantara Melayu Raya di Padang, 16-18 Maret 2012 mendatang.
Kata “Awas(i)” berkonotasi seolah “Numera” adalah sesuatu yang sangat berbahaya, laten, perlu dicurigai, dimata-matai, sehingga sebelum kegiatan ini digelar, sebelum tamu undangan datang ke Ranah Minang, harus digagalkan terlebih dahulu dengan cara menyebar sms “provokasi” ke sana ke mari. Bukan saja kepada para sastrawan, tetapi juga kepada sejumlah pejabat pengambil kebijakan di kota Padang, secara umum di Sumatra Barat dan di luar Sumatra Barat. Lalu hebohlah semua orang. Bila direnung-renungkan, siapa sebenarnya yang perlu “diawasi” sehingga menciptakan suasana yang heboh ini?
Temu Sastrawan Nusantara Melayu Raya yang akan digelar di Padang murni kegiatan mengusung sastra dan budaya. Tidak ada unsur kepentingan lain dibaliknya, apalagi politik! Acara ini bersifat silaturahim sesama sastrawan dan penulis-penulis muda yang diharapkan menjadi penerus tongkat estafet bangsa, mewarisi nilai-nilai budaya Melayu yang menjadi akar kebudayaan Nusantara (Indonesia). Soal Segendong Kedatangan Numera Malaysia yang dibaca Bang DM terkait masalah memerhatikan nasib sastrawan yang terlantar dan uzur, tidak ada kaitannya dengan acara Silaturahim Sastrawan Nusantara Melayu Raya yang akan digelar di Padang. Malaysia tidak meminta sumbangan kepada masyarakat Indonesia, kota Padang khususnya untuk ikut memerhatikan nasib sastrawan mereka yang uzur atau terlantar. Itu urusan mereka!
Kegiatan Temu Sastrawan Nusantara Melayu Raya yang disingkat TSN, murni digagas dan diselenggarakan oleh beberapa penulis di Sumatra Barat, termasuk diantaranya Sastri Bakry yang sehari-hari aktif sebagai Sekretaris Dewan di DPRD kota Padang. Tidak ada kaitannya dengan Numera di Malaysia. Sastrawan Malaysia Dato’ Ahmad Kamal Abdullah yang berdarah Minang itu memang menggagas “Baca Naskah Sastra Melayu Raya” di Malaysia, tetapi tidak terdengar ada menggelar Pertemuan Sastrawan Melayu Nusantara dengan melibatkan negara-negara lain, layaknya akan dilakukan di Padang. Sastrawan Malaysia kapasitasnya hanya satu diantara tamu undangan saja, selain sastrawan-sastrawan yang juga diundang dari Indonesia, Singapura, Brunei Darussalam, dan Thailand. Belum tentu sastrawan Malaysia yang telah “dihujat” dengan buruk sangka itu akan memenuhi undangan panitia, apalagi setelah mereka membaca tulisan yang sangat “tidak bersahabat” dari seorang sastrawan senior Sumatra Barat.
Apa tujuan TSN ini digelar, di Padang pula tempatnya? Semata hanya sebagai wadah silaturahim saja, merekatkan hubungan baik sesama sastrawan serta menjadi sumber ilmu dan pengalaman bagi calon-calon sastrawan, yang muda-muda di Indonesia, khususnya di Sumatra Barat. Bukankah sejak berpuluh tahun silam, telah terbina hubungan baik antara Malaysia—juga negara-negara jiran lainnya—dengan Minangkabau? Dapat ditelusuri diberbagai leteratur tentang banyaknya anak kemenakan Minang yang hidup dan mencari hidup di negeri jiran. Tokoh-tokoh Minang yang berpengaruh di pentas politik dan sastra di Malaysia pun tidak sedikit. Bagi sastrawan-sastrawan Malaysia Ranah Minang juga bukan negeri asing. Sebagian besar sastrawan Malaysia mempunyai akar kedaerahannya di Minangkabau, sebut saja diantaranya: Sastrawan Negara Dato’ Ahmad Kamal Abdullah, Siti Zainon Ismail, Latiff Mohidin, A. Wahab Ali, Dharmawijaya, Sutan Shahril Lembang, A. Ghafar Ibrahim, Rosmiati Sya’ary, dan beberapa nama lainnya. Bukankah ini sebuah kebahagiaan bagi kita bahwa banyak sastrawan Malaysia yang berdarah Minang, satu akar budaya (Minangkabau) yang sangat menonjolkan keramahtamahan, budi pekerti baik, lembut bertutur kata, serta santun bicara?
Dalam acara TSN nanti, tidak ada tersurat paham terlarang yang akan disebarkan para narasumber maupun peserta. Tidak ada doktrin-doktrin menyimpang yang akan ditabuhgendangkan, apalagi hendak menggantikan keagungan bahasa Indonesia yang sudah “duduk” sejak 28 Oktober 1928. Secara terbuka panitia menyiarkan agenda TSN di dalam undangan meliputi: Lomba Baca Puisi untuk siswa SLTA (14 Maret 2012), Seminar Internasional Budaya Nusantara Melayu (17 Maret 2012), dan Wisata Sastra (18 Maret 2012). Tidak ada agenda lain. Syukur-syukur sesudah acara peserta tidak cepat pulang ke daerah asal, melainkan tinggal beberapa waktu lalu berbelanja di daerah yang dikunjungi, apakah ini tidak berdampak positif bagi pariwisata dan ikut menggeliatkan ekonomi masyarakat, kota Padang khususnya?
Itulah sebabnya kenapa Dra. Hj. Sastri Bakry, Akt., M.Si yang sangat besar kepeduliannya terhadap kegiatan sastra dan pembinaan generasi muda di Sumatra Barat menggandeng Dinas Pariwisata kota Padang lalu meminta dengan penuh hormat kepada Bapak Dr. Edi Hasymi dan Muharman untuk menjadi Ketua dan Sekretaris kegiatan ini—alhamdulillah, keduanya, sampai tulisan ini dibuat, masih menyetujui. Saya kira bukanlah sesuatu yang aneh, jika Dr. Edi Hasymi dan Muharman yang selama ini, mungkin, tidak bersentuhan dengan dunia sastra tiba-tiba menjadi Ketua dan Sekretaris Panitia kegiatan sastra. Saya malah menaruh takzim kepada beliau berdua, yang tidak pernah bersinggungan dengan sastra, tetapi sangat besar perhatian dan kepeduliannya terhadap gebyar (syiar) kegiatan sastra di daerah ini, yang mungkin saja, luput dari “kepedulian” para sastrawannya sendiri!
Tapi sayang, esai su’udzan Bang DM malah secara terang-terangan menyinggung persoalan intern Dra. Hj. Sastri Bakry, Akt., M.Si., dengan mengait-ngaitkan masalah pribadi beliau dengan salah seorang anggota dewan lalu berujung di kursi pengadilan. Saya kira itu tidak ada kaitan dengan substansi TSN yang seratus persen dipersoalkan. Sebab masalah tersebut satu persoalan lain yang saat ini sedang diproses hukum dengan seadil-adilnya. Begitupun, masalah melebar kepada soal Tenaga Kerja Indonesia yang “disiksa” di Malaysia. Bukankah ini juga bisa dibahas dalam satu kajian tersendiri, dan terkesan memperbesar persoalan? Kecemasan-kecemasan Bang DM itu, saya kira dapat didiskusikan di forum ilmiah dalam Seminar Internasional nanti, dengan sejumlah pemakalah, akan lebih fair dan intelek!
Soal keterlibatan Masyarakat Sejarahwan Indonesia (MSI) Sumatra Barat didalam kepanitiaan, setahu saya sudah dibicarakan sebelumnya oleh Dra. Zusneli Zubir, M.Hum., salah seorang pengurus dan anggota MSI. Dalam seminar ada unsur kajian sejarah. Panitia masih mendudukkan siapa yang berkompeten berbicara sebagai narasumber mewakili masing-masing negara. Selain melibatkan sastrawan dan penulis muda, panitia juga mengundang guru-guru di Sumatra Barat sebagai peserta.
Sejauh ini, menurut keterangan yang saya peroleh dari Dra. Hj. Sastri Bakry, Akt., M.Si., yang kapasitasnya sebagai Ketua Pengarah TSN, Walikota Padang Bapak Dr. H. Fauzi Bahar, M.Si., menyatakan menyambut baik “kreativitas” panitia membuat event sastra bergandengan dengan pariwisata berkelas internasional di kota Padang, mengundang banyak orang. Begitupun Pak Wawako, Sekdako, Ketua DPRD Padang, serta sejumlah pejabat terkait lainnya menyambut hangat, tidak ada yang mempermasalahkan. Agaknya hanya Bang DM saja yang mempersoalkannya, sebab sms beliau sudah tersebar kemana-mana. Ingin saya kutip isi sms itu seutuhnya di sini, tetapi hati kecil saya bicara, tidak santun!
Soal tuduhan “mencatut” nama Rumah Puisi yang disebut ikut sebagai panitia TSN, saya jelaskan bahwa jauh-jauh hari saya sudah mengirim pemberitahuan via email kepada Penyair Taufiq Ismail bahwa beliau diundang panitia sebagai salah seorang pembicara TSN di Padang pada 16-18 Maret 2012 mendatang. Lewat sms beliau memberikan jawaban bahwa beliau meminta maaf tidak dapat memenuhi undangan panitia sebab ada seorang keponakan beliau di Jakarta yang melangsungkan alek. Isi sms itu masih saya simpan, begini bunyinya: “Maaf tak bisa hadir acara Numera di Padang Sab 17/3, krn alek kemenakan di Jkt. Saya akan menerima rombongan Numera, Ahad 18/3 di Rumah Puisi. (Taufiq Ismail), Temb: Sastri Bakry, Padang. (18-01-2012, pkl. 08-31-53).
Secara institusi tidak ada kaitan antara Rumah Puisi dengan TSN. Setelah Bang DM menyebarkan sms “suudzhan”nya kemana-mana (sms itu, via seorang kawan masuk ke Hp saya tertanggal 22-01-2012, pukul 21:43:14, silakan banding dengan tanggal sms jawaban Penyair Taufiq Ismail yang akan menerima tamu TSN), baru tiga hari kemudian datang lagi sms kepada saya yang isinya: “Subhan. Sbg institusi Rpuisi tidak ikut dalam Numera. Kalau Subhan aktif dalam Numera, tidak mewakili RPuisi, tetapi sebagai pribadi” (TI). Cc: Sastri Bakry (25-01-2012, pkl. 16:40:22). Dengan penuh takzim saya sampaikan kepada beliau bahwa saya hanya ikut membantu panitia semata untuk belajar dan menimba pengalaman. Saya sampaikan bahwa diujung acara peserta TSN menjadikan Rumah Puisi sebagai salah satu tujuan wisata, bukan ikut sebagai panitia. Peserta ingin berkunjung ke Rumah Puisi yang sudah dikenal di mana-mana dan ingin bersilaturahim. Maka, kembali saya menerima jawaban via sms: “…ya, akan menerima Tamu Numera di RP Ahad 18/3” (25-01-2012, pkl. 17-40-36)
Jadi, sekali lagi, tidak ada yang mencatut nama Rumah Puisi. Begitupun, keterlibatan saya dalam kepanitiaan TSN di Padang adalah atas nama pribadi. Sebab saya melihat, kegiatan ini banyak manfaat, merekatkan hubungan silaturahim sesama pelaku sastra tanpa ada kepentingan apapun dibaliknya, apalagi “politik kebudayaan” dari salah satu negara. Bukankah event-event sastra di kota-kota lain cenderung disemarakkan, lalu kenapa di kampung sendiri bila ada yang berinisiatif menyelenggarakan dilengangkan? Atau hanya gara-gara nama “Numera” itu? Bagaimana kalau tidak bernama Numera, akankah dipersoalkan pula?
Sebagai generasi muda Minang, sejujurnya saya hormat dan takzim betul kepada Bang DM. Tidak ada persoalan pribadi, malah saya ingin berguru kepada beliau soal sastra. Namun dengan segala kerendahan hati, bila ada khilaf dan salah di antara kawan-kawan yang terlibat dalam kepanitiaan, mohonlah ditegur dengan cara-cara santun tanpa mengedepankan syak wasangka yang dapat memecah belah ukhuwah. Sebab, kesantunan itulah ciri khas orang Minang, juga menjadi karakter orang Melayu, di negeri manapun di belahan dunia. Salam takzim.
Dijumput dari: http://harianhaluan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=12625:kenapa-numera-diawasi&catid=11:opini&Itemid=83
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Musthafa
A Rodhi Murtadho
A Wahyu Kristianto
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Wachid BS
Abdullah al-Mustofa
Abdullah Khusairi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimanyu
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Maulani
Adek Alwi
Adhi Pandoyo
Adrian Ramdani
Ady Amar
Afrizal Malna
Agnes Rita Sulistyawati
Aguk Irawan Mn
Agus R. Sarjono
Agus Riadi
Agus Subiyakto
Agus Sulton
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahm Soleh
Ahmad Farid Tuasikal
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Luthfi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadie Thaha
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rasyid
AJ Susmana
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander Aur
Alexander G.B.
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Rif’an
Aliela
Alimuddin
Alit S. Rini
Alunk Estohank
Ami Herman
Amich Alhumami
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminudin TH Siregar
Ammilya Rostika Sari
An. Ismanto
Anaz
Andaru Ratnasari
Andhi Setyo Wibowo
Andhika Prayoga
Andong Buku #3
Andrenaline Katarsis
Andri Cahyadi
Angela
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Sudibyo
Anton Wahyudi
Anwar Holid
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Zulkifli
Arti Bumi Intaran
Asarpin
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayu Utami
Azyumardi Azra
Babe Derwan
Bagja Hidayat
Balada
Bandung Mawardi
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benni Setiawan
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Bernadette Lilia Nova
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Bhakti Hariani
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budi Winarto
Buku Kritik Sastra
Buldanul Khuri
Bustan Basir Maras
Camelia Mafaza
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Choirul Rikzqa
D. Dudu A.R
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Darmanto Jatman
Dedy Tri Riyadi
Delvi Yandra
Denny JA
Denny Mizhar
Dewi Anggraeni
Dian Basuki
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dian Yanuardy
Diana AV Sasa
Dinar Rahayu
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Warsidi
Edy Firmansyah
EH Kartanegara
Eka Alam Sari
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil Amir
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
F. Budi Hardiman
Fadly Rahman
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fani Ayudea
Fariz al-Nizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatkhul Aziz
Felix K. Nesi
Film
Fitri Yani
Franditya Utomo
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Garna Raditya
Gde Artawan
Geger Riyanto
Gendhotwukir
George Soedarsono Esthu
Gerakan Surah Buku (GSB)
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Tri Atmojo
H. Supriono Muslich
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim H.D.
Hamberan Syahbana
Hamidah Abdurrachman
Han Gagas
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hasan Aspahani
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Helvy Tiana Rosa
Helwatin Najwa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendriyo Widi Ismanto
Hepi Andi Bastoni
Heri Latief
Heri Listianto
Herry Firyansyah
Heru Untung Leksono
Hikmat Darmawan
Hilal Ahmad
Hilyatul Auliya
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husnun N Djuraid
I Nyoman Suaka
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilenk Rembulan
Ilham khoiri
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Iman Budi Santosa
Imelda
Imron Arlado
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Margareta
Indra Darmawan
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ingki Rinaldi
Insaf Albert Tarigan
Intan Hs
Isbedy Stiawan ZS
Ismail Amin
Ismi Wahid
Ivan Haris
Iwan Gunadi
Jacob Sumardjo
Jafar Fakhrurozi
Jajang R Kawentar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean-Marie Gustave Le Clezio
JJ. Kusni
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Julika Hasanah
Julizar Kasiri
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kadir Ruslan
Kartika Candra
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Ketut Yuliarsa
KH. Ma'ruf Amin
Khaerudin
Khalil Zuhdy Lawna
Kholilul Rohman Ahmad
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Krisandi Dewi
Kritik Sastra
Kucing Oren
Kuswinarto
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lenah Susianty
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
M Shoim Anwar
M. Arman A.Z.
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Harya Ramdhoni
M. Kasim
M. Latief
M. Wildan Habibi
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria hartiningsih
Maria Serenada Sinurat
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Marsus Banjarbarat
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masriadi
Mawar Kusuma Wulan
Max Arifin
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Mezra E. Pellondou
Micky Hidayat
Mihar Harahap
Misbahus Surur
Moh Samsul Arifin
Moh. Syafari Firdaus
Mohamad Asrori Mulky
Mohammad Afifuddin
Mohammad Fadlul Rahman
Muh Kholid A.S.
Muh. Muhlisin
Muhajir Arifin
Muhamad Sulhanudin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Azka Fahriza
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naskah Teater
Nezar Patria
Nina Setyawati
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noor H. Dee
Noval Maliki
Nunuy Nurhayati
Nur Haryanto
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurudin
Octavio Paz
Oliviaks
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Panda MT Siallagan
Pandu Jakasurya
PDS H.B. Jassin
Philipus Parera
Pradewi Tri Chatami
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R Sutandya Yudha Khaidar
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmadi Usman
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rahmat Sutandya Yudhanto
Raihul Fadjri
Rainer Maria Rilke
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridha al Qadri
Ridwan Munawwar
Rikobidik
Riri
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rizky Andriati Pohan
Robert Frost
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Romi Febriyanto Saputro
Rosihan Anwar
RR Miranda
Rudy Policarpus
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Gerilyawan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra
SelaSastra ke #24
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Subhan SD
Suci Ayu Latifah
Sulaiman Djaya
Sulistiyo Suparno
Sunaryo Broto
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunudyantoro
Suriali Andi Kustomo
Suryadi
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susi Ivvaty
Susianna
Susilowati
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Bahri
Syam Sdp
Syarif Hidayatullah
Tajuddin Noor Ganie
Tammalele
Tan Malaka
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Trianton
Tengsoe Tjahjono
Th Pudjo Widijanto
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tiya Hapitiawati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Joko Susilo
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi
Umar Kayam
Undri
Uniawati
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Vyan Tashwirul Afkar
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyudin
Wannofri Samry
Warung Boenga Ketjil
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Web Warouw
Wijang Wharek
Wiko Antoni
Wina Bojonegoro
Wira Apri Pratiwi
Wiratmo Soekito
Wishnubroto Widarso
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Wing King
WS Rendra
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yosi M. Giri
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Yuyu AN Krisna
Zaki Zubaidi
Zalfeni Wimra
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhaenal Fanani
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Zulhasril Nasir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar