Darman Moenir
Harian Haluan, 06 Feb 2012
BELAKANGAN, secara khusus sebagian kecil pelaku sastra diberi persoalan oleh Numera. Saya juga tidak paham tetapi melalui dunia maya kemudian mengetahui, Numera singkatan Nusantara Melayu Raya.
Dari Segendong Kedatangan (ini bahasa Malaysia) yang berarti Alas Bakul, Menifes atau Pembukaan, Numera didirikan oleh sastrawan dan budayawan Malaysia, dan untuk kepentingan Malaysia. Numera ditubuhkan untuk mengisi cita-cita yang lebih dinamik bagi memerhatikan kepentingan sastrawan yang daif dan uzur.
Mencatut?
Pertanyaan yang menghadang adalah, apa hubungan Numera dengan Indonesia? Jelas, tidak seorang pun warga Indonesia, urang awak, ikut mendirikan Numera! Dengan demikian, tidak ada kepentingan, relevansi, kaitan Numera dengan dengan Sumatera Barat, dengan Padang! Bukankah Numera berbicara tentang bahasa dan pembangunan sastera Melayu di dunia modern? Lalu, mengapa harus ada Temu Sastrawan Numera 1 digelar di Padang 16-18 Maret 2011? Apa hubungan Numera dengan pengembangan pariwisata Kota Padang? Mengapa seratus persen pengelola Temu Sastrawan Numera 1 warga Sumatera Barat?
Panitia Temu Sastrawan Numera 1: Dr. Edi Hasymi (Ketua), Muharman (Sekretaris), Sastri Bakry (Ketua Pengarah) dengan tim kerja Muhammad Subhan, Romi Zarman dan Zusnelly Zubir. Kepanitiaan juga berasal dari Masyarakat Sejarahwan Indonesia (MSI) Sumbar. Apakah tokoh-tokoh besar sejarah seperti Prof. Dr. Mestika Zed, M.A., Prof. Dr. H. Azmi, M.A. sudah diberi tahu, MSI ambil-bagian dalam aktivitas Numera?
Pada salah satu rilis pertengahan Januari 2012 disebut, seorang pemakalah utama untuk Temu Sastrawan Numera adalah Taufiq Ismail dan akan ada perjalanan wisata sastra ke Rumah Puisi di Aie Angek. Setelah saya konfirmasi ke penyair besar dan terkenal itu, Taufiq Ismail membalas pesan pendek saya dalam bahasa Minangkabau yang kental: Onde baru iko ambo mandanga tu = Aduh baru ini saya mendengar itu (TI, 12/01/2012, 14:23.59).
Sungguh-sungguh, mencatut nama ini, persis seperti cara di masa Lekra sebelum 1965. Ini menggejala lagi dalam sastra Indonesia? Inilah yang pernah didiskusikan Wisran Hadi (alm.), Taufiq Ismail, Upita Agustine (Prof. Dr. Ir. Hj. Raudha Thaib, M.P.) dan saya dalam beberapa kali pertemuan. Dalam sosok lain, fenomena itu mengemuka dengan kasus ateis dan injak Kitab Suci Alquran. Itu semua mengerikan, sangat mengerikan!
Dana?
Salah satu rilis untuk pers akhir Januari berbunyi (tanpa penyuntingan, DM): “Pemerintah Kota Padang lewat Dinas Pariwisata Kota Padang pada 16-18 Maret 2012 mendatang menggelar iven internasional yaitu Temu Sastrawan Numera (Nusantara Melayu Raya). Iven ini diharapkan dapat mempromosikan pariwisata kota Padang khususnya dan Sumatera Barat umumnya, sebab para pesertanya melibatkan para sastrawan dari negara tetangga, diantaranya Malaysia, Brunei Darussalam, Philifina, Singapura dan Thailand. Kepala Dinas Kota Padang Dr. Edi Hasymi menyambut baik iven Temu Sastrawan Numera ini dan berharap agenda yang direncanakan dapat berjalan sukses. Pemerintah Kota Padang menyokong kegiatan-kegiatan yang dapat mempromosikan potensi pariwisata daerah.”
Pemerintah Kota Padang lewat Dinas Pariwisata Kota Padang?! Benarkah pemko menggelar iven itu? Saya ulangi pertanyaan, benarkah Pemerintah Kota Padang menggelar iven ini, Pak Walikota, Dr. H. Fauzi Bahar, M.Si.? Benarkan Dr. Edi Hasymi dan Muharman yang setahu saya, selama ini, tidak bersentuhan dengan dunia sastra, tiba-tiba menjadi ketua dan sekretaris panitia? Siapa yang mengangkat dan mengeskakan mereka?
Rilis tak menyebut pendanaan. Apakah dana disediakan Numera Malaysia dalam jumlah ringgit yang besar? Atau apakah pendanaan berasal dari upaya “mengemis” sana-sini? Dan, biasa, paling sering dan selalu dikenakan proposal permohonan bantuan adalah PT Semen Padang, Bank Nagari, Bank Indonesia, Pemda Sumbar, Pemkot dan Pemkab se-Sumbar, pengusaha seperti Christine Hakim (Ripik Balado) dan entah siapa lagi. Mungkinkah digunakan dana kantor Edi Hasymi? Riskan andai Kepala Dinas ini “diperiksa” inspektorat, BPK, dan KPK?
Dan di Kota Padang, di Sumbar, betapa lagi, uang masih jadi soal amat sulit. Kalau tidak sulit, mana mungkin Sekretaris Dewan, hanya sebagai akibat uang seratus ribu rupiah, berkelahi habis-habisan dengan salah seorang Anggota DPRD Kota Padang, sampai ke meja hijau. Sampai esai ini ditulis, perkara Sekwan (Sekretaris Dewan) dan Angwan (Anggota Dewan) bagarumeh itu belum putus, belum in kracht. Itu memasygulkan dan sangat memalukan (andai perasaan malu masih ada). Dan itu bukti nyata, bahwa uang memang sulit didapat.
Dan iven hendak diselenggarakan di Taman Budaya Sumatera Barat dan Museum Nagari di Kota Padang? Bagaimana lebih-kurang panitia memakai tempat-tempat itu?
Sumpah Pemuda, Agung Diksi yang digunakan adalah bahasa Melayu. Apa hubungan dengan bahasa Indonesia? Bagi Indonesia, persoalan kebahasaan sudah “duduk” sejak 28 Oktober 1928 dengan Sumpah Pemuda yang agung itu. Bahasa kebangsaan RI adalah bahasa Indonesia, bukan bahasa Melayu, bukan bahasa Minangkabau, bukan bahasa Jawa, bukan bahasa manapun! Sastrawan Indonesia, mulai dari Abdul Muis, M. Yamin sampai ke Gus tf Sakai, Iyut Fitra, Khairul Jasmi, Yusrizal KW dan Tegar Esha Putra, menulis dalam bahasa Indonesia, bukan dalam bahasa Minangkabau atau Melayu. Ini, secara semantik dan kutural, mencampur-adukkan penggunaan Melayu dan Minangkabau, mengandung dilema. Melayu adalah Melayu, Minangkabau adalah Minangkabau.
Tanpa mengintervensi, di Malaysia soal kebahasaan masih menimbulan konflik serius. Simak frasa: “Sampai sekarang sejak 54 tahun merdeka rakyatnya sendiri masih mempersoalkan akta yang menyebut bahasa kebangsaan, bahasa Melayu yang diaktakan itu. Hal ini amat melukakan.” Bahasa Mandarin, bahasa Urdu, bahasa Inggris, atau bahasa Melayu? Kelompok Numera, sebagaimana Pena dan Gapena, menginginkan bahasa Melayu. Tetapi itu belum pernah jalan. Sampai kini. Menggunakan ungkapan Kemala, hal itu “melukakan” benar. Di Indonesia, kebahasaan benar-benar tidak menjadi persoalan. Ini, meminjam rumus, Prof. Dr. Umar Kayam, M.A., merupakan satu bentuk keluarbiasaan bangsa Indonesia, bisa dan memang sudah lama berbahasa satu. Ini mukjizat.
Dalam konteks inilah, secara kultural, para sastrawan “Melayu” Malaysia mendekatkan diri ke Indonesia, ke Provinsi Riau, ke Provinsi Sumatera Barat, dan ke Minangkabau atau ke Dunia Melayu (kalau dunia itu memang ada). Malaysia minta perhatian Indonesia? Pertama kali menghadiri Hari Sastra 1980 di Ipoh, Perak Malaysia, antara lain bersama (secara persis, diajak) A.A. Navis, dan Rusli Marzuki Saria, saya menyiasati dan memahami kajian masalah bahasa dan kebahasaan Malaysia mengemuka sangat tajam. Di Malaysia tentu saja ada sastrawan berbahasa Urdu, berbahasa Mandarin dan berbahasa Inggris. Dan mereka tidak kalah hebat dibanding sastrawan Malaysia berbahasa Melayu. Dan pada tingkat tertentu, mereka memang bergaduh. Saya “menyaksikan langsung” pertarungan itu dalam pertemuan-pertemuan sastra di Penang, Kuala Lumpur, Johor Baharu, Malaka, Singapura, bahkan sampai ke Colombo di Sri Langka di hari dan tahun berbeda. Itu bahkan juga terjadi sekarang, dan entah sampai kapan!
Politik Kebudayaan
Dalam suasana demikian, Melayu Malaysia berupaya malakok (mendekatkan diri) ke Minangkabau. Tidak ada yang keliru ketika mereka mendekatkan diri. Tetapi masalah menjadi serius dan bahkan pelik ketika Dra. Hj. Sastri Bakry, Akt., M.Si. dan Dr. Edi Hasymi, dan kawan-kawan, jadi tuan rumah untuk Numera. Dengan segala daya-upaya, termasuk pendanaan, Edi Hasymi dan Sastri menyelenggarakan acara (untuk) Numera? Atau Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat, bangsa Indonesia menaruh atensi besar terhadap Numera dan Malaysia?
Namun, lebih-kurang, lalu apa yang dilakukan sastrawan dan bangsa Malaysia terhadap Indonesia? Kualitas sastra soal lain, namun bukankah beberapa Tenaga Kerja Indonesia tersiksa lahir-batin, babak belur, (maaf) mati anjing di negara tetangga itu? Sastrawan dan bangsa Malaysia tutup mulut, bukan? Bukankah di dunia maya dan di dunia nyata Indonesia diejek dan diolok-olok antara lain dengan kata indon yang menyakitkan? Bagaimana mungkin melupakan, Malaysia meributkan tapal-batas. Apa Sastri Bakry tidak menyadari, beberapa benda dan cipta budaya Indonesia dirampas? Tidakkah setelah peristiwa gempa bumi dahsyat 30 September 2009, Kemala mengeksploitasi duka becana dengan menerbitkan buku puisi Musibah Gempa Padang, Meditasi Dampak 70 (2011). Tidakkah perlakuan ini menggemaskan dan menimbulkan berang? Kita dilanda musibah, lantas Bung Kemala bergembira-ria menerbitkan buku puisi? Saya punya puisi tentang gempa bumi itu, tetapi tidak mengirim ke Kemala.
Menyangkut rencana Temu Sastrawan Numera 1, Prof. Dr. Harris Effendi Thahar, M.Pd., yang diminta Sastri Bakry memberi saran, menyatakan, “Ambo indak dalam kapasitas Melayu Raya, Sas. Tidak ada urgensinya terhadap kreativitas. Terima kasih.” Dr. Sastri Sunarti, M.Hum., menanyakan, “Numera ini apa bedanya dengan PSN?” (PSN adalah Pertemuan Sastrawan Nusantara yang punya legitimasi.) Dr. Eva Krisna, M.Hum., menilai pendek: “Sengkarut…” Dan Gus tf berkomentar: “Ah iya, tentu memang Subhan yang membuat Ni Sas berani mengklaim Rumah Puisi ikut mendukung. Trims, Bang …” Nelson Alwi dan Drs. H. Marjohan, M.M. juga memberikan catatan. Seorang dari Badan Bahasa (dulu Pusat Bahasa) Jakarta yang tidak mau namanya disebut, menyatakan, Temu Sastrawan Numera ini perlu disiasati dan disikapi dengan jeli. Ini menyangkut soal politik kesusastraan, politik kebudayaan.
Dijumput dari: http://www.harianhaluan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=12435:awasi-numera&catid=11:opini&Itemid=187
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Sabtu, 19 Januari 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Musthafa
A Rodhi Murtadho
A Wahyu Kristianto
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Wachid BS
Abdullah al-Mustofa
Abdullah Khusairi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimanyu
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Maulani
Adek Alwi
Adhi Pandoyo
Adrian Ramdani
Ady Amar
Afrizal Malna
Agnes Rita Sulistyawati
Aguk Irawan Mn
Agus R. Sarjono
Agus Riadi
Agus Subiyakto
Agus Sulton
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahm Soleh
Ahmad Farid Tuasikal
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Luthfi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadie Thaha
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rasyid
AJ Susmana
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander Aur
Alexander G.B.
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Rif’an
Aliela
Alimuddin
Alit S. Rini
Alunk Estohank
Ami Herman
Amich Alhumami
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminudin TH Siregar
Ammilya Rostika Sari
An. Ismanto
Anaz
Andaru Ratnasari
Andhi Setyo Wibowo
Andhika Prayoga
Andong Buku #3
Andrenaline Katarsis
Andri Cahyadi
Angela
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Sudibyo
Anton Wahyudi
Anwar Holid
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Zulkifli
Arti Bumi Intaran
Asarpin
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayu Utami
Azyumardi Azra
Babe Derwan
Bagja Hidayat
Balada
Bandung Mawardi
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benni Setiawan
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Bernadette Lilia Nova
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Bhakti Hariani
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budi Winarto
Buku Kritik Sastra
Buldanul Khuri
Bustan Basir Maras
Camelia Mafaza
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Choirul Rikzqa
D. Dudu A.R
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Darmanto Jatman
Dedy Tri Riyadi
Delvi Yandra
Denny JA
Denny Mizhar
Dewi Anggraeni
Dian Basuki
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dian Yanuardy
Diana AV Sasa
Dinar Rahayu
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Warsidi
Edy Firmansyah
EH Kartanegara
Eka Alam Sari
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil Amir
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
F. Budi Hardiman
Fadly Rahman
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fani Ayudea
Fariz al-Nizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatkhul Aziz
Felix K. Nesi
Film
Fitri Yani
Franditya Utomo
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Garna Raditya
Gde Artawan
Geger Riyanto
Gendhotwukir
George Soedarsono Esthu
Gerakan Surah Buku (GSB)
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Tri Atmojo
H. Supriono Muslich
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim H.D.
Hamberan Syahbana
Hamidah Abdurrachman
Han Gagas
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hasan Aspahani
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Helvy Tiana Rosa
Helwatin Najwa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendriyo Widi Ismanto
Hepi Andi Bastoni
Heri Latief
Heri Listianto
Herry Firyansyah
Heru Untung Leksono
Hikmat Darmawan
Hilal Ahmad
Hilyatul Auliya
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husnun N Djuraid
I Nyoman Suaka
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilenk Rembulan
Ilham khoiri
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Iman Budi Santosa
Imelda
Imron Arlado
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Margareta
Indra Darmawan
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ingki Rinaldi
Insaf Albert Tarigan
Intan Hs
Isbedy Stiawan ZS
Ismail Amin
Ismi Wahid
Ivan Haris
Iwan Gunadi
Jacob Sumardjo
Jafar Fakhrurozi
Jajang R Kawentar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean-Marie Gustave Le Clezio
JJ. Kusni
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Julika Hasanah
Julizar Kasiri
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kadir Ruslan
Kartika Candra
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Ketut Yuliarsa
KH. Ma'ruf Amin
Khaerudin
Khalil Zuhdy Lawna
Kholilul Rohman Ahmad
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Krisandi Dewi
Kritik Sastra
Kucing Oren
Kuswinarto
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lenah Susianty
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
M Shoim Anwar
M. Arman A.Z.
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Harya Ramdhoni
M. Kasim
M. Latief
M. Wildan Habibi
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria hartiningsih
Maria Serenada Sinurat
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Marsus Banjarbarat
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masriadi
Mawar Kusuma Wulan
Max Arifin
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Mezra E. Pellondou
Micky Hidayat
Mihar Harahap
Misbahus Surur
Moh Samsul Arifin
Moh. Syafari Firdaus
Mohamad Asrori Mulky
Mohammad Afifuddin
Mohammad Fadlul Rahman
Muh Kholid A.S.
Muh. Muhlisin
Muhajir Arifin
Muhamad Sulhanudin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Azka Fahriza
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naskah Teater
Nezar Patria
Nina Setyawati
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noor H. Dee
Noval Maliki
Nunuy Nurhayati
Nur Haryanto
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurudin
Octavio Paz
Oliviaks
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Panda MT Siallagan
Pandu Jakasurya
PDS H.B. Jassin
Philipus Parera
Pradewi Tri Chatami
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R Sutandya Yudha Khaidar
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmadi Usman
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rahmat Sutandya Yudhanto
Raihul Fadjri
Rainer Maria Rilke
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridha al Qadri
Ridwan Munawwar
Rikobidik
Riri
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rizky Andriati Pohan
Robert Frost
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Romi Febriyanto Saputro
Rosihan Anwar
RR Miranda
Rudy Policarpus
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Gerilyawan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra
SelaSastra ke #24
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Subhan SD
Suci Ayu Latifah
Sulaiman Djaya
Sulistiyo Suparno
Sunaryo Broto
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunudyantoro
Suriali Andi Kustomo
Suryadi
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susi Ivvaty
Susianna
Susilowati
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Bahri
Syam Sdp
Syarif Hidayatullah
Tajuddin Noor Ganie
Tammalele
Tan Malaka
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Trianton
Tengsoe Tjahjono
Th Pudjo Widijanto
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tiya Hapitiawati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Joko Susilo
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi
Umar Kayam
Undri
Uniawati
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Vyan Tashwirul Afkar
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyudin
Wannofri Samry
Warung Boenga Ketjil
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Web Warouw
Wijang Wharek
Wiko Antoni
Wina Bojonegoro
Wira Apri Pratiwi
Wiratmo Soekito
Wishnubroto Widarso
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Wing King
WS Rendra
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yosi M. Giri
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Yuyu AN Krisna
Zaki Zubaidi
Zalfeni Wimra
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhaenal Fanani
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Zulhasril Nasir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar