Sabtu, 19 Januari 2013

Awas(i) Numera!

Darman Moenir
Harian Haluan, 06 Feb 2012

BELAKANGAN, se­cara khusus se­bagian kecil pelaku sastra diberi per­soalan oleh Numera. Saya juga tidak paham tetapi melalui dunia maya ke­mudian mengetahui, Numera singkatan Nusantara Melayu Raya.

Dari Segendong Ke­da­ta­ngan (ini bahasa Malaysia) yang berarti Alas Bakul, Menifes atau Pembukaan, Numera didirikan oleh sas­trawan dan budayawan Ma­laysia, dan untuk kepentingan Malaysia. Numera ditubuhkan untuk mengisi cita-cita yang lebih dinamik bagi me­mer­hatikan kepentingan sas­trawan yang daif dan uzur.
Mencatut?

Pertanyaan yang meng­hadang adalah, apa hubungan Numera dengan Indonesia? Jelas, tidak seorang pun warga Indonesia, urang awak, ikut mendirikan Numera! Dengan demikian, tidak ada kepentingan, relevansi, kaitan Numera dengan dengan Suma­tera Barat, dengan Padang! Bukankah Numera berbicara tentang bahasa dan pem­bangunan sastera Melayu di dunia modern? Lalu, mengapa harus ada Temu Sastrawan Numera 1 digelar di Padang 16-18 Maret 2011? Apa hu­bungan Numera dengan pe­ngem­bangan pariwisata Kota Padang? Mengapa seratus persen pengelola Temu Sas­trawan Numera 1 warga Sumatera Barat?

Panitia Temu Sastrawan Numera 1: Dr. Edi Hasymi (Ketua), Muharman (Sekre­taris), Sastri Bakry (Ketua Pengarah) dengan tim kerja Muhammad Subhan, Romi Zarman dan Zusnelly Zubir. Kepanitiaan juga berasal dari Masyarakat Sejarahwan Indo­nesia (MSI) Sumbar. Apakah tokoh-tokoh besar sejarah seperti Prof. Dr. Mestika Zed, M.A., Prof. Dr. H. Azmi, M.A. sudah diberi tahu, MSI ambil-bagian dalam aktivitas Numera?

Pada salah satu rilis pertengahan Januari 2012 disebut, seorang pemakalah utama untuk Temu Sastrawan Numera adalah Taufiq Ismail dan akan ada perjalanan wisata sastra ke Rumah Puisi di Aie Angek. Setelah saya konfirmasi ke penyair besar dan terkenal itu, Taufiq Ismail membalas pesan pendek saya dalam bahasa Minangkabau yang kental: Onde baru iko ambo mandanga tu = Aduh baru ini saya mendengar itu (TI, 12/01/2012, 14:23.59).

Sungguh-sungguh, men­catut nama ini, persis seperti cara di masa Lekra sebelum 1965. Ini menggejala lagi dalam sastra Indonesia? Inilah yang pernah didiskusikan Wisran Hadi (alm.), Taufiq Ismail, Upita Agustine (Prof. Dr. Ir. Hj. Raudha Thaib, M.P.) dan saya dalam beberapa kali per­temuan. Dalam sosok lain, fenomena itu mengemuka dengan kasus ateis dan injak Kitab Suci Alquran. Itu semua mengerikan, sangat mengerikan!

Dana?

Salah satu rilis untuk pers akhir Januari berbunyi (tanpa penyuntingan, DM): “Pe­me­rintah Kota Padang lewat Dinas Pari­wisata Kota Padang pada 16-18 Maret 2012 men­datang menggelar iven inter­nasional yaitu Temu Sas­trawan Numera (Nusantara Melayu Raya). Iven ini di­harap­kan dapat mempro­mosikan pariwisata kota Padang khu­susnya dan Suma­tera Barat umumnya, sebab para peser­tanya melibatkan para sas­trawan dari negara tetangga, diantaranya Ma­laysia, Brunei Darussalam, Philifina, Singa­pura dan Thailand. Kepala Dinas Kota Padang Dr. Edi Hasymi me­nyam­but baik iven Temu Sastrawan Numera ini dan berharap agenda yang di­ren­canakan dapat berjalan sukses. Pemerintah Kota Pa­dang me­nyo­kong kegiatan-kegiatan yang dapat mem­promosikan potensi pariwisata daerah.”

Pemerintah Kota Padang lewat Dinas Pariwisata Kota Padang?! Benarkah pemko menggelar iven itu? Saya ulangi pertanyaan, benarkah Pemerintah Kota Padang menggelar iven ini, Pak Wali­kota, Dr. H. Fauzi Bahar, M.Si.? Benarkan Dr. Edi Has­ymi dan Muharman yang setahu saya, selama ini, tidak bersentuhan dengan dunia sastra, tiba-tiba menjadi ketua dan sekretaris panitia? Siapa yang mengangkat dan mengeskakan mereka?

Rilis tak menyebut pen­danaan. Apakah dana di­sediakan Numera Malaysia dalam jumlah ringgit yang besar? Atau apakah pen­danaan berasal dari upaya “mengemis” sana-sini? Dan, biasa, paling sering dan selalu dikenakan proposal per­mo­honan bantuan adalah PT Semen Padang, Bank Nagari, Bank Indonesia, Pemda Sum­bar, Pemkot dan Pemkab se-Sumbar, pengusaha seperti Christine Hakim (Ripik Ba­lado) dan entah siapa lagi. Mungkinkah digunakan dana kantor Edi Hasymi? Riskan andai Kepala Dinas ini “di­periksa” inspektorat, BPK, dan KPK?

Dan di Kota Padang, di Sumbar, betapa lagi, uang masih jadi soal amat sulit. Kalau tidak sulit, mana mung­kin Sekretaris Dewan, hanya sebagai akibat uang seratus ribu rupiah, berkelahi habis-habisan dengan salah seorang Anggota DPRD Kota Padang, sampai ke meja hijau. Sampai esai ini ditulis, perkara Se­kwan (Sekretaris Dewan) dan Angwan (Anggota Dewan) bagarumeh itu belum putus, belum in kracht. Itu me­masygulkan dan sangat me­malukan (andai perasaan malu masih ada). Dan itu bukti nyata, bahwa uang memang sulit didapat.

Dan iven hendak di­seleng­garakan di Taman Budaya Sumatera Barat dan Museum Nagari di Kota Padang? Bagai­mana lebih-kurang pa­nitia memakai tempat-tempat itu?

Sumpah Pemuda, Agung Diksi yang digunakan adalah bahasa Melayu. Apa hubungan dengan bahasa Indonesia? Bagi Indonesia, persoalan kebahasaan sudah “duduk” sejak 28 Oktober 1928 dengan Sumpah Pemuda yang agung itu. Bahasa kebangsaan RI adalah bahasa Indonesia, bukan bahasa Melayu, bukan bahasa Minangkabau, bukan bahasa Jawa, bukan bahasa manapun! Sastrawan Indo­nesia, mulai dari Abdul Muis, M. Yamin sampai ke Gus tf Sakai, Iyut Fitra, Khairul Jasmi, Yusrizal KW dan Tegar Esha Putra, menulis dalam bahasa Indonesia, bukan dalam bahasa Minangkabau atau Melayu. Ini, secara semantik dan kutural, men­cam­pur-adukkan penggunaan Melayu dan Minangkabau, mengandung dilema. Melayu adalah Melayu, Minangkabau adalah Minangkabau.

Tanpa mengintervensi, di Malaysia soal kebahasaan masih menimbulan konflik serius. Simak frasa: “Sampai sekarang sejak 54 tahun merdeka rakyatnya sendiri masih mempersoalkan akta yang menyebut bahasa ke­bangsaan, bahasa Melayu yang diaktakan itu. Hal ini amat melukakan.” Bahasa Mandarin, bahasa Urdu, bahasa Inggris, atau bahasa Melayu? Kelompok Numera, sebagaimana Pena dan Ga­pena, menginginkan bahasa Melayu. Tetapi itu belum pernah jalan. Sampai kini. Menggunakan ungkapan Ke­mala, hal itu “melukakan” benar. Di Indonesia, ke­ba­hasaan benar-benar tidak menjadi persoalan. Ini, me­minjam rumus, Prof. Dr. Umar Kayam, M.A., merupakan satu bentuk keluarbiasaan bangsa Indonesia, bisa dan memang sudah lama berbahasa satu. Ini mukjizat.

Dalam konteks inilah, secara kultural, para sas­trawan “Me­layu” Malaysia mendekatkan diri ke Indo­nesia, ke Provinsi Riau, ke Provinsi Sumatera Barat, dan ke Minangkabau atau ke Dunia Melayu (kalau dunia itu memang ada). Mala­ysia minta perhatian Indo­nesia? Pertama kali menghadiri Hari Sastra 1980 di Ipoh, Perak Malaysia, antara lain bersama (secara persis, diajak) A.A. Navis, dan Rusli Marzuki Saria, saya menyiasati dan me­ma­hami kajian masalah bahasa dan kebahasaan Mala­ysia mengemuka sangat ta­jam. Di Malaysia tentu saja ada sas­trawan berbahasa Urdu, ber­bahasa Mandarin dan ber­bahasa Inggris. Dan mereka tidak kalah hebat dibanding sastrawan Mala­ysia berbahasa Melayu. Dan pada tingkat tertentu, mereka memang bergaduh. Saya “men­yak­sikan langsung” per­ta­rungan itu dalam pertemuan-pertemuan sastra di Penang, Kuala Lum­pur, Johor Baharu, Malaka, Singapura, bahkan sampai ke Colombo di Sri Langka di hari dan tahun berbeda. Itu bahkan juga terjadi sekarang, dan entah sampai kapan!

Politik Kebudayaan

Dalam suasana demikian, Melayu Malaysia berupaya malakok (mendekatkan diri) ke Minangkabau. Tidak ada yang keliru ketika mereka mendekatkan diri. Tetapi masalah menjadi serius dan bahkan pelik ketika Dra. Hj. Sastri Bakry, Akt., M.Si. dan Dr. Edi Hasymi, dan kawan-kawan, jadi tuan rumah untuk Numera. Dengan segala daya-upaya, termasuk pendanaan, Edi Hasymi dan Sastri menye­lenggarakan acara (untuk) Numera? Atau Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat, bangsa Indonesia menaruh atensi besar terhadap Numera dan Malaysia?

Namun, lebih-kurang, lalu apa yang dilakukan sastrawan dan bangsa Malaysia ter­hadap Indonesia? Kualitas sastra soal lain, namun bukan­kah beberapa Tenaga Kerja Indonesia tersiksa lahir-batin, babak belur, (maaf) mati anjing di negara tetangga itu? Sastrawan dan bangsa Ma­laysia tutup mulut, bukan? Bukankah di dunia maya dan di dunia nyata Indonesia diejek dan diolok-olok antara lain dengan kata indon yang menyakitkan? Bagaimana mungkin melupakan, Malaysia meributkan tapal-batas. Apa Sastri Bakry tidak menyadari, beberapa benda dan cipta budaya Indonesia dirampas? Tidakkah setelah peristiwa gempa bumi dahsyat 30 September 2009, Kemala mengeksploitasi duka becana dengan menerbitkan buku puisi Musibah Gempa Padang, Meditasi Dampak 70 (2011). Tidakkah perlakuan ini meng­gemaskan dan menimbulkan berang? Kita dilanda mu­sibah, lantas Bung Kemala ber­gembira-ria menerbitkan buku puisi? Saya punya puisi ten­tang gempa bumi itu, tetapi tidak mengirim ke Kemala.

Menyangkut rencana Temu Sastrawan Numera 1, Prof. Dr. Harris Effendi Thahar, M.Pd., yang diminta Sastri Bakry memberi saran, menya­takan, “Ambo indak dalam kapasitas Melayu Raya, Sas. Tidak ada urgensinya ter­hadap krea­tivitas. Terima kasih.” Dr. Sastri Sunarti, M.Hum., me­nanyakan, “Nu­mera ini apa bedanya dengan PSN?” (PSN adalah Per­temuan Sastrawan Nusan­tara yang punya le­gitimasi.) Dr. Eva Krisna, M.Hum., menilai pendek: “Se­­ng­karut…” Dan Gus tf berkomentar: “Ah iya, tentu memang Subhan yang mem­buat Ni Sas berani me­ng­klaim Rumah Puisi ikut mendukung. Trims, Bang …” Nelson Alwi dan Drs. H. Marjohan, M.M. juga mem­berikan catatan. Seorang dari Badan Bahasa (dulu Pusat Bahasa) Jakarta yang tidak mau namanya disebut, menya­takan, Temu Sastrawan Nu­mera ini perlu disiasati dan disikapi dengan jeli. Ini me­nyang­kut soal politik ke­su­sastraan, politik ke­budayaan.

Dijumput dari: http://www.harianhaluan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=12435:awasi-numera&catid=11:opini&Itemid=187

Tidak ada komentar:

A Musthafa A Rodhi Murtadho A Wahyu Kristianto A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Wachid BS Abdullah al-Mustofa Abdullah Khusairi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimanyu Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Maulani Adek Alwi Adhi Pandoyo Adrian Ramdani Ady Amar Afrizal Malna Agnes Rita Sulistyawati Aguk Irawan Mn Agus R. Sarjono Agus Riadi Agus Subiyakto Agus Sulton Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahm Soleh Ahmad Farid Tuasikal Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Luthfi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadie Thaha Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rasyid AJ Susmana Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander Aur Alexander G.B. Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Rif’an Aliela Alimuddin Alit S. Rini Alunk Estohank Ami Herman Amich Alhumami Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminudin TH Siregar Ammilya Rostika Sari An. Ismanto Anaz Andaru Ratnasari Andhi Setyo Wibowo Andhika Prayoga Andong Buku #3 Andrenaline Katarsis Andri Cahyadi Angela Anies Baswedan Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Sudibyo Anton Wahyudi Anwar Holid Anwar Siswadi Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Zulkifli Arti Bumi Intaran Asarpin Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayu Utami Azyumardi Azra Babe Derwan Bagja Hidayat Balada Bandung Mawardi Bayu Agustari Adha Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernadette Lilia Nova Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Bhakti Hariani Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budi Winarto Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Camelia Mafaza Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cecep Syamsul Hari Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Choirul Rikzqa D. Dudu A.R D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Dantje S Moeis Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Darmanto Jatman Dedy Tri Riyadi Delvi Yandra Denny JA Denny Mizhar Dewi Anggraeni Dian Basuki Dian Hartati Dian Sukarno Dian Yanuardy Diana AV Sasa Dinar Rahayu Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi Warsidi Edy Firmansyah EH Kartanegara Eka Alam Sari Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil Amir Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Evan Ys F. Budi Hardiman Fadly Rahman Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fani Ayudea Fariz al-Nizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatkhul Aziz Felix K. Nesi Film Fitri Yani Franditya Utomo Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Garna Raditya Gde Artawan Geger Riyanto Gendhotwukir George Soedarsono Esthu Gerakan Surah Buku (GSB) Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Tri Atmojo H. Supriono Muslich H.B. Jassin Hadi Napster Halim H.D. Hamberan Syahbana Hamidah Abdurrachman Han Gagas Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Priyatna Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasan Junus Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Helwatin Najwa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendriyo Widi Ismanto Hepi Andi Bastoni Heri Latief Heri Listianto Herry Firyansyah Heru Untung Leksono Hikmat Darmawan Hilal Ahmad Hilyatul Auliya Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur Husnun N Djuraid I Nyoman Suaka Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilenk Rembulan Ilham khoiri Imam Jazuli Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Iman Budi Santosa Imelda Imron Arlado Imron Tohari Indiar Manggara Indira Margareta Indra Darmawan Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ingki Rinaldi Insaf Albert Tarigan Intan Hs Isbedy Stiawan ZS Ismail Amin Ismi Wahid Ivan Haris Iwan Gunadi Jacob Sumardjo Jafar Fakhrurozi Jajang R Kawentar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean-Marie Gustave Le Clezio JJ. Kusni Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Julika Hasanah Julizar Kasiri Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kadir Ruslan Kartika Candra Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Ketut Yuliarsa KH. Ma'ruf Amin Khaerudin Khalil Zuhdy Lawna Kholilul Rohman Ahmad Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Krisandi Dewi Kritik Sastra Kucing Oren Kuswinarto Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lenah Susianty Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto M Shoim Anwar M. Arman A.Z. M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Harya Ramdhoni M. Kasim M. Latief M. Wildan Habibi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria hartiningsih Maria Serenada Sinurat Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Marsus Banjarbarat Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masriadi Mawar Kusuma Wulan Max Arifin Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Mezra E. Pellondou Micky Hidayat Mihar Harahap Misbahus Surur Moh Samsul Arifin Moh. Syafari Firdaus Mohamad Asrori Mulky Mohammad Afifuddin Mohammad Fadlul Rahman Muh Kholid A.S. Muh. Muhlisin Muhajir Arifin Muhamad Sulhanudin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Azka Fahriza Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Nafi’ah Al-Ma’rab Naskah Teater Nezar Patria Nina Setyawati Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noor H. Dee Noval Maliki Nunuy Nurhayati Nur Haryanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurudin Octavio Paz Oliviaks Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pamusuk Eneste Panda MT Siallagan Pandu Jakasurya PDS H.B. Jassin Philipus Parera Pradewi Tri Chatami Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R Sutandya Yudha Khaidar R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rahmat Sutandya Yudhanto Raihul Fadjri Rainer Maria Rilke Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridha al Qadri Ridwan Munawwar Rikobidik Riri Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rizky Andriati Pohan Robert Frost Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Romi Febriyanto Saputro Rosihan Anwar RR Miranda Rudy Policarpus Rukardi S Yoga S. Jai S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Gerilyawan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra SelaSastra ke #24 Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Subhan SD Suci Ayu Latifah Sulaiman Djaya Sulistiyo Suparno Sunaryo Broto Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunudyantoro Suriali Andi Kustomo Suryadi Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Susilowati Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Bahri Syam Sdp Syarif Hidayatullah Tajuddin Noor Ganie Tammalele Tan Malaka Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Tengsoe Tjahjono Th Pudjo Widijanto Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tiya Hapitiawati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Joko Susilo Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Umar Kayam Undri Uniawati Universitas Indonesia UU Hamidy Vyan Tashwirul Afkar W Haryanto W.S. Rendra Wahyudin Wannofri Samry Warung Boenga Ketjil Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Web Warouw Wijang Wharek Wiko Antoni Wina Bojonegoro Wira Apri Pratiwi Wiratmo Soekito Wishnubroto Widarso Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Wing King WS Rendra Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yosi M. Giri Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Yuyu AN Krisna Zaki Zubaidi Zalfeni Wimra Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhaenal Fanani Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar Zulhasril Nasir