Bandung Mawardi
Lampung Post, 8 Juni 20011
Pancasila adalah sesuatu yang penting dalam konstruksi dan biografi Indonesia. Soekarno pada 1 Juni 1945 memberikan pidato panjang mengenai Pancasila untuk memberikan jawaban atas pertanyaan Dr. Radjiman Wediodiningrat dalam sidang BPUPKI: “Negara Indonesia yang akan kita bentuk apa dasarnya?” Peristiwa pidato Soekarno itu lantas dipahami sebagai Hari Kelahiran Pancasila.
Peringatan itu mengandung kontroversi karena perbedaan tafsir dan kepentingan. Muhammad Yamin mengakui dia pun memberikan jawaban tapi disanggah Mohammad Hatta (1978 dan 1980). Sanggahan Hatta berdasarkan kesaksian pada sidang BPUPKI dan pembacaan-tafsir kritis atas buku Muhammad Yamin (1959). Kontroversi itu pada masa Orde Baru melibatkan Nugroho Notosusanto (1981) yang menggugat kesahihan Pancasila dari Soekarno. Tafsir dan pemikiran Nugroho Notosusanto diamini Orde Baru karena kentara memusuhi Soekarno dan Orde Lama.
Kontroversi mengenai Pancasila juga terjadi dalam tafsir dan realisasi antara Soekarno (Orde Lama) dengan Soeharto (Orde Baru). Pancasila mengalami nasib berbeda dalam dua rezim kekuasaan dengan kecenderungan dan kepentingan yang berbeda. Peringatan Hari Kelahiran Pancasila khas dan identik dengan Soekarno. Peringatan itu ditinggalkan Soeharto dengan mengganti dengan peringatan Hari Kesaktian Pancasila. Pancasila dalam pengertian tafsir Soekarno adalah senjata melawan imperalisme. Pancasila bagi Soeharto adalah senjata melawan komunisme. Hari ini rakyat Indonesia mewarisi Pancasila dalam pengertian Soekarno dan Soeharto yang terkadang sama, mirip, atau bertentangan.
Soekarno mengisahkan latar belakang penemuan dan perumusan Pancasila dalam buku autobiografi susunan Cindy Adams, dengan judul Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat (1966). Inilah kisah mistis mengenai Soekarno dan Pancasila: “Di Pulau Bunga yang sepi tak berkawan aku telah menghabiskan waktu berjam-jam lamanya merenung di bawah pohon kayu. Ketika itulah datang ilham yang diturunkan Tuhan mengenai lima dasar falsafah hidup yang sekarang dikenal dengan Pancasila. Aku tidak mengatakan aku menciptakan Pancasila. Apa yang kukerjakan hanyalah menggali tradisi kami jauh sampai ke dasarnya dan keluarlah aku dengan lima butir mutiara yang indah.”
Kisah mistis menjadi eksplisit dalam pidato Soekarno yang mengacu pada biografi diri Indonesia dengan acuan pemikiran dari Barat. Soekarno dengan lugas mengusulkan lima prinsip sebagai weltanschauung negara Indonesia. Lima prinsip itu adalah Pancasila yang secara substansial bisa dipahami sebagai Trisila (sosial-nasionalisme, sosial-demokrasi, dan ketuhanan) dan Ekasila (gotong-royong).
Pemikiran Soekarno itu dianalisis Mohammad Hatta (1978) dengan memberi konklusi bahwa Pancasila terdiri atas fundamen politik dan fundamen moral (etik-agama). Dua fundamen itu mencirikan representasi Indonesia secara historis dan empiris. Hatta memahami bahwa Pancasila yang diajukan patut menjadi kontrak rakyat Indonesia dengan pamrih untuk persatuan dan kesatuan. Sartono Kartodirdjo (1994) pun memahami bahwa basis substansial dari Pancasila adalah religi politik. Pemahaman itu menimbulkan istilah lain dari Soeharto yang menyebutkan bahwa Pancasila itu mengacu pada basis kekeluargaan dan religius (sosialistis religius).
Persoalan penting mengenai Pancasila dalam biografi politik Indonesia adalah perannya sebagai ideologi. Soekarno menghendaki Pancasila sebagai ideologi nasional progresif yang dimaksudkan untuk pemenuhan pamrih kekuasaan Orde Lama dan realisasi nasionalisme Indonesia. Ideologisasi Pancasila dari Soekarno itu dijelaskan dalam pidato peringatan Kelahiran Pancasila pada 1 Juni 1964 yang mengacu pada tiga pokok pengertian: (1) Pancasila sebagai pemerasan kesatuan jiwa Indonesia; (2) Pancasila sebagai manifestasi persatuan bangsa dan wilayah Indonesia; dan (3) Pancasila sebagai weltanschauung bangsa Indonesia dalam penghidupan nasional dan internasional. Soekarno dalam ideologisasi Pancasila memiliki kontroversi-kontroversi yang identik dengan pemikiran politik dan sistem demokrasi.
Soekarno menafsirkan dan merealisasikan Pancasila dalam kondisi politik tak menentu. Kondisi itu memungkinkan Soekarno memahami Pancasila dalam perspektif yang mungkin kontradiktif mengenai politik, HAM, demokrasi, kebudayaan, hukum, ekonomi, dan kesejahteraan rakyat. Pergolakan politik 1965 menjadi babak penting peralihan otoritas terhadap Pancasila dari Soekarno ke Soeharto. Ideologisasi Pancasila yang dilakukan Soeharto massif dan sistematik. Hal itu menimbulkan risiko bahwa ada kepentingan untuk meninggalkan peran Soekarno dan merevisi tafsir Pancasila pada masa Orde Lama. Pancasila dalam otoritas Soeharto seakan sesuatu yang dilahirkan kembali dan melupakan ada jejak sejarah.
Soeharto tekun untuk menginstruksikan rakyat agar menjadikan Pancasila sebagai ideologi dan pandangan hidup. Instruksi itu politis dan dijalankan dengan perangkat sistem, birokrasi, dan konstitusi. Pancasila menjadi proyek besar Soeharto dengan ambisi melampaui proyek Soekarno. Soeharto dalam kalimat retoris dan puitis mengatakan: “Pancasila bagi kita adalah masalah hidup matinya bangsa Indonesia.” Pengakuan dan obsesi Soeharto: “Kita tidak akan memerosotkan Pancasila hanya menjadi semboyan kosong atau bahan propaganda murah.” Proyek Soeharto atas Pancasila itu termuat dalam buku Pandangan Soeharto tentang Pancasila (1976).
Proyek besar Soeharto yang berhasil adalah indoktrinasi P-4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) yang disahkan dengan Tap MPR No 11/MPR/1978. P-4 seakan menjadi “kitab suci” rakyat Indonesia untuk menerima, percaya, dan mengamalkan Pancasila dalam pelbagai sisi kehidupan. Soeharto menjalankan proyek itu dengan sistem dan kontrol ketat. Penataran P-4 diadakan dengan intensif dan instruktif. Pengadaan buku-buku mengenai Pancasila melimpah. Pancasila menjadi materi pelajaran dengan sebutan Pendidikan Moral Pancasila. Lembaga Negara dibentuk untuk menjalankan dan mengontrol indoktrinasi Pancasila melalui BP-7 (Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila).
Proyek besar itu menimbulkan risiko bahwa realisasi Pancasila adalah urusan kekuasaan dan kurang terbuka dengan perbedaan tafsir atau kritik. Pancasila pada masa kekuasaan Soeharto adalah sakralitas politik yang ampuh. Pemahaman atas Pancasila sebagai ideologi terbuka dan multitafsir susah dibuktikan pada masa Orde Baru. Pancasila mirip “agama” yang dikonstruksi penguasa dengan kepentingan untuk legitimasi dan kelanggengan kekuasaan. Proyek itu berhenti pada tahun 1998 karena Soeharto selesai sebagai presiden. Pancasila mulai memasuki babak peralihan untuk konstruksi yang berbeda.
Gugatan dan pesimisme terhadap Pancasila pasca-Orde Baru mulai muncul karena kondisi politik dan tuntutan perubahan. Pancasila mulai ditafsirkan kembali dalam suatu tegangan optimisme dan pesimisme. Kritik dan gugatan keras susah menemukan jawaban: Orde Baru tak sanggup merealisasikan Pancasila dalam kepentingan demokrasi, partai politik, HAM, keadilan sosial, hukum, dan lain-lain. Pertanyaan kritis: Pancasila masihkah patut menjadi ideologi dan pandangan hidup bangsa Indonesia? Arief Budiman (2002) memberikan komentar: “Pancasila itu pakaian yang longgar sekali untuk bisa dipakai siapa saja. Pancasila semacam all size ideology atau all fit ideology.” Barangkali sampai hari ini Pancasila belum selesai dibaca, ditafsirkan, dan direalisasikan. Begitu.
***
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Musthafa
A Rodhi Murtadho
A Wahyu Kristianto
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Wachid BS
Abdullah al-Mustofa
Abdullah Khusairi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimanyu
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Maulani
Adek Alwi
Adhi Pandoyo
Adrian Ramdani
Ady Amar
Afrizal Malna
Agnes Rita Sulistyawati
Aguk Irawan Mn
Agus R. Sarjono
Agus Riadi
Agus Subiyakto
Agus Sulton
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahm Soleh
Ahmad Farid Tuasikal
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Luthfi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadie Thaha
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rasyid
AJ Susmana
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander Aur
Alexander G.B.
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Rif’an
Aliela
Alimuddin
Alit S. Rini
Alunk Estohank
Ami Herman
Amich Alhumami
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminudin TH Siregar
Ammilya Rostika Sari
An. Ismanto
Anaz
Andaru Ratnasari
Andhi Setyo Wibowo
Andhika Prayoga
Andong Buku #3
Andrenaline Katarsis
Andri Cahyadi
Angela
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Sudibyo
Anton Wahyudi
Anwar Holid
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Zulkifli
Arti Bumi Intaran
Asarpin
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayu Utami
Azyumardi Azra
Babe Derwan
Bagja Hidayat
Balada
Bandung Mawardi
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benni Setiawan
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Bernadette Lilia Nova
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Bhakti Hariani
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budi Winarto
Buku Kritik Sastra
Buldanul Khuri
Bustan Basir Maras
Camelia Mafaza
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Choirul Rikzqa
D. Dudu A.R
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Darmanto Jatman
Dedy Tri Riyadi
Delvi Yandra
Denny JA
Denny Mizhar
Dewi Anggraeni
Dian Basuki
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dian Yanuardy
Diana AV Sasa
Dinar Rahayu
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Warsidi
Edy Firmansyah
EH Kartanegara
Eka Alam Sari
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil Amir
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
F. Budi Hardiman
Fadly Rahman
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fani Ayudea
Fariz al-Nizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatkhul Aziz
Felix K. Nesi
Film
Fitri Yani
Franditya Utomo
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Garna Raditya
Gde Artawan
Geger Riyanto
Gendhotwukir
George Soedarsono Esthu
Gerakan Surah Buku (GSB)
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Tri Atmojo
H. Supriono Muslich
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim H.D.
Hamberan Syahbana
Hamidah Abdurrachman
Han Gagas
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hasan Aspahani
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Helvy Tiana Rosa
Helwatin Najwa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendriyo Widi Ismanto
Hepi Andi Bastoni
Heri Latief
Heri Listianto
Herry Firyansyah
Heru Untung Leksono
Hikmat Darmawan
Hilal Ahmad
Hilyatul Auliya
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husnun N Djuraid
I Nyoman Suaka
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilenk Rembulan
Ilham khoiri
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Iman Budi Santosa
Imelda
Imron Arlado
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Margareta
Indra Darmawan
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ingki Rinaldi
Insaf Albert Tarigan
Intan Hs
Isbedy Stiawan ZS
Ismail Amin
Ismi Wahid
Ivan Haris
Iwan Gunadi
Jacob Sumardjo
Jafar Fakhrurozi
Jajang R Kawentar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean-Marie Gustave Le Clezio
JJ. Kusni
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Julika Hasanah
Julizar Kasiri
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kadir Ruslan
Kartika Candra
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Ketut Yuliarsa
KH. Ma'ruf Amin
Khaerudin
Khalil Zuhdy Lawna
Kholilul Rohman Ahmad
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Krisandi Dewi
Kritik Sastra
Kucing Oren
Kuswinarto
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lenah Susianty
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
M Shoim Anwar
M. Arman A.Z.
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Harya Ramdhoni
M. Kasim
M. Latief
M. Wildan Habibi
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria hartiningsih
Maria Serenada Sinurat
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Marsus Banjarbarat
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masriadi
Mawar Kusuma Wulan
Max Arifin
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Mezra E. Pellondou
Micky Hidayat
Mihar Harahap
Misbahus Surur
Moh Samsul Arifin
Moh. Syafari Firdaus
Mohamad Asrori Mulky
Mohammad Afifuddin
Mohammad Fadlul Rahman
Muh Kholid A.S.
Muh. Muhlisin
Muhajir Arifin
Muhamad Sulhanudin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Azka Fahriza
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naskah Teater
Nezar Patria
Nina Setyawati
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noor H. Dee
Noval Maliki
Nunuy Nurhayati
Nur Haryanto
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurudin
Octavio Paz
Oliviaks
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Panda MT Siallagan
Pandu Jakasurya
PDS H.B. Jassin
Philipus Parera
Pradewi Tri Chatami
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R Sutandya Yudha Khaidar
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmadi Usman
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rahmat Sutandya Yudhanto
Raihul Fadjri
Rainer Maria Rilke
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridha al Qadri
Ridwan Munawwar
Rikobidik
Riri
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rizky Andriati Pohan
Robert Frost
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Romi Febriyanto Saputro
Rosihan Anwar
RR Miranda
Rudy Policarpus
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Gerilyawan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra
SelaSastra ke #24
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Subhan SD
Suci Ayu Latifah
Sulaiman Djaya
Sulistiyo Suparno
Sunaryo Broto
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunudyantoro
Suriali Andi Kustomo
Suryadi
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susi Ivvaty
Susianna
Susilowati
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Bahri
Syam Sdp
Syarif Hidayatullah
Tajuddin Noor Ganie
Tammalele
Tan Malaka
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Trianton
Tengsoe Tjahjono
Th Pudjo Widijanto
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tiya Hapitiawati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Joko Susilo
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi
Umar Kayam
Undri
Uniawati
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Vyan Tashwirul Afkar
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyudin
Wannofri Samry
Warung Boenga Ketjil
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Web Warouw
Wijang Wharek
Wiko Antoni
Wina Bojonegoro
Wira Apri Pratiwi
Wiratmo Soekito
Wishnubroto Widarso
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Wing King
WS Rendra
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yosi M. Giri
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Yuyu AN Krisna
Zaki Zubaidi
Zalfeni Wimra
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhaenal Fanani
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Zulhasril Nasir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar