Rabu, 04 April 2012

YANG DIRENGKUH DAN BERLABUH

Suryanto Sastroatmodjo
http://sastra-indonesia.com/

1.
Sebuah roman adat istiadat Jawa yang ditulis alam bahasa Indonesia yang apik oleh Arti Purbani (nama samara BRAy. Siti Partini Djajadiniingrat) berjudul “Widyawati”(1949) mengisahkan seorang gadis jelita dari kalangan rakyat, Widyawati alias Widati, yang memiliki ketabahan luar biasa dan gemar berprihatin buat mencapai cita-cita luhurnya.
Dalam istilah “prihatin”, direngkuh dua anasir yang saling melengkapi, yakni : banyak menahan diri, tirakat dan mengendapkan duka, sehingga kehidupan hari nanti diliputi sinar surya. Anasir satunya adalah, bagaimana satu individu memandang manusia bukan menghambakan diri kepadanya, melainkan berusaha untuk menciptakan “rasa bakti nan terindah” dalam sukmanya. Karenanya, kisah cibta—sebagaimana Widati akhirnya sukses dalam kisah cintanya dengan bangsawan Kusumoprojo—adalah untaian bahagia yang disulam pada beludru perenungan masa kini mau mengkaji buku tersebut, kiranya akan banyak nilai yang bisa dipetik, seperti umpamanya kesabaran dalam berharap dan memetik rakhmatNya.

2.
Kelebihan dalam merengkuh, lebih kiranya dibandingkan dengan keberangkatan untuk berlabuh. Merengkuh, artinya menguasai sesuatu dengan sikap seperti melindungi, mengayomi dan membawanya pada gapaian nan sebaik mungkin. Sedangkan dalam istilah berlabuh, maka manusia dengan sendirinya menggalang pelayaran itu darisatu dermaga dengan tujuan pasti. Sedangkan pelabuhan yang dipahatkan di benak bisa disebutkan sebagai hal yang menggapai pulau-pulau terpencil. Kiat dalam perjalanan begini, dapat dipandang sebagai manifestasi sang pencahari yang memerlukan Bandar baru dalam penghidupan. Sekiranya orang memperhatikan, dalam pewartaan Kasih Antara Manusia, senantiasa terasa betapa terdapat sumber keberuntungan nan masih samar. Kita perlu menyelami hakikatnya. Sebuah bangsa, tatkala menuju kematangan, juga bertarung melawan angin rebut, nafsu-nafsi pribadi, bahkan juga egoism dan kenaifan. Tambahan lagi, pertatungan itu relatif panjang. Apalagi, jika yag diperjuangkan adalah pemantapan jatidiri berkebudayaan.

3.
Prof. Dr. Mr. Sutan Takdir Alisyahbana mengatakan pada forum Kongres Filsafat Internasional (3-9 Januari 1990 di Jakarta), bahwa Indonesia seharusnya dapat mempelopori berdirinya satu institute yang melanjutkna pemikiran tentang kedua masalah ini, dalam rangka menarik minat banyak orang terhadap filsafat. Dikatakan lebih lanjut, teknologi hanyalah alat yang diciptakan manusia untuk kepentingan manusia sendiri, dan perlombaan teknologi akan menghilangkan tanggungjawab masa depan dan tujuan hidup manusia. Kini sudah saatnya manusia kembali pada dirinya sendiri. Filsafat akan mengembalikan manusia pada kedudukannya sebagaimana manusia yang bukan sebagai alat. Tetapi sebagai khalifah atau makhluk yang tertinggi derajatnya dan bertanggungjawab terhadap semua yang ada di dunia ini. Krisis yang paling benar sekarang ini, katanya—adalah dunia modern yang dengan kemajuan teknologinya dapat mencciptakan bom atom yang dapat membahayakan umat manusia. “Kita jangan hanyut dengan tidak punya kemauan, tidak punya pemikiran dan tidak punya tanggungjawab. Tetapi kita harus menentukan tanggungjawab masa depan untuk mencapai satu masyarakat dan kebudayaan manusia yang lebih baik”, turunya.

4.
Melagakan kepentingan—antara kelompok pemikir satu dengan yang lainnya, boleh dianggap wajah dari jaman penuh pergolakan ini. Suatu parade panjang yang melibatkan anak-anak manusia pada perayaan dimaksud, sudah barangtentu membawa serta keculasan yang tidak diharapkan. Tuan dapat juga menceritakan bahwa penentuan rasa berdikari dari suatu kaum, layaknya muncul dari beberapa dialog yang tersusun. Dengan kata lain, dialog ini adalah didorong oleh rasa ingin menjembatani sejumlah latar-kultural sekaligus. Oleh dorongan yang kuatlah maka manusia terbilang untuk masuk serta mengembangkan dimensi-dimensi kolegial. Pada prinsipnya, dengan membingkiskan aduan yang sehat kita bentuk kalangan yang memiliki persepsi humoniora—dan dengan rasa gempita ikut memberikan sumbangsihnnya kepada persada Pertiwi. Secara runtut, manakala dikisahkan tentang tolak-tarik yang memacu orang-orang yang baru memasuki gerbang kejuangan—dan karena itu, terlorong individual yang menjamin kesentausaan bangsa adalah dari dada ini.

5.
Sering kita menyebut tentang restu yang tersenbunyi, karena merasakan bahwa doa serta ucapan yang terlimpah adalah merupakan penunjuk terhadap luapan kasih di hati. Manusia menjalin kepentingan sebagai daulat yang dipertuan, manakala pada segi ini, dirinya benar-benar menjadi tiang, sekaligus atap (dari perumahan maknawi selama ini). Kongkritnya kehidupan, kurang lebih dijelmakan seperti burung rajawalidengan sayapnya, dan kemudian sayap ini meliputi pengertian serabut syaraf yang paling lembut yang diserapnya. Karenanya, jika rajawali terbang megah di angkasa biru, ia mengepakkan seluruh berkas bulu dan urat-urat dahsyat yang menstimulir ruang-ruang di dalam kait-helai peraba yang terpacak di situ. Pada pengertian filsafat suatu nation, maka jika dikatakan tentang alam pikirn serta tanggapan dunia ini, pertama-tama kita bicara tentang struktur budayawi, baru kemudian tentang kemotan-kemotan tradisi dialog yang menyumberinya. Daya-muat yang diendapkan oleh kekuatan filosofisnya benar-benar menyatu dengan kesempurnaan tubuh yang terus berkembang. Alam, selingkingan, gerak-geliat dan rasa yang mendewasa jadi sebingkis pakem di puncaknya.

6.
Barangkali saya boleh mengambil ungkapan, tentang dua figure kepahlwanan, masing-masing Raden Ajeng Kartini dan Tjut Nya’ Dhien yang dewasa ini sering diperbincangkan sebagai produk peradaban Nusantara yang mengkristal dalam sosok bangsawan putri yang melebiji kekuatan situasional. R.A Kartini, dengan segenap karya cipta sastranya, seseungguuhnya pejuang intelektual yang telah berbicara tentang suatu zaman yang seratus tahun lebih awal daripada kehadiran masa bersangkutan. Gerak dan elemen yang menyangkup filsafat hidupnya, terus terang, sarat dengan lambang kawicaksanaan dan kawaskithan, sehingga wujud dari wawasan ini adalah jatidirinya pula. Tjut Nya’ Dhien, kendati tiada berjuang di lapangan intelektual (karena dia tak punya impresi susastra seperti Kartini), toh melakukan krida juang di lapangan pembaharuan masa. Caranya adalah banyak mengikuti arus pembangunan kultur rakyat di mukim-mukim, gampong-gampong, madrasah-madrasah, sehingga perempuan (yang pernah jadi isteri Teuku Umar) ini mengenal lika-liku penghidupan suku Aceh dari dasarnya. Penghampiran (Approach) yang diambilnya—setelah kekuasaan ada di tangan—adalah berasal dari sejumlah bahan rujukan literer kuno, yang mengilhami pembaharuan negeri tersebut. Maka tatkala dia ambil ide mengasah rencong dan kelewang untuk melawan kekuatan kolonial yang bersimaharaja, dia tak terpeleset pada klise-klise sebelumnya. Seseorang yang mampu mengantisipasi lingkungan, tegar selalu!

7.
Maka,manakala saya berharap, bahwa Nusantara Masa kini, bahkan juga dalam istilah “Indonesia Futura” (Indonesia masa datang) adalah refleksi dari laku hidup para pejuangnya, dari gelombang ke gelombang, tiadalah salah kiranya. Pada liputan demikian, seorang pemikir, pejuang dan pemetik kecapi falsafah, berdiri di atas pulau yang terpencil di tengah samudera raya, sementara para pendengarnya nyaris tak terjamah. Tapi, setiap angin dan badai yang bertiup serta dibawa oleh gerak-arus samudra tersebut, kiranya mendukung dari jerit dan lontaran dari bibir sang pujangga. Dalam sisiran bianglal historis, seringkali harus dikatakan, bahwa tiada watas antara kemantapan rakyat “untuk menyergap nuansa-nuansa alamiah” dari kentongan sabda pujangga yang terluncurkan perlahan-lahan, dengan naluri “berpetuah” dari tokoh pemikir yang berdiri sebatangkara di tengah ruwet-kemelut sana. Titik berat ketekunan itu adalah pada sejauh mana dia menertawakan kebenaran yang shahih (bukan otoriter), dan betapa masyarakat menampungnya suara tadi. Tapi memang acapkali, lintasan suara-suara begini tiada sinkron..

8.
Tebalnya gris-garis anggitan dalam percakapan muslim, menurut hemat saya seperti berikut : pertama, bagaimana tiap sudut dalam kalbu kita ini bisa ter-elus oleh bayu yang bertiup, dalam waktu tertentu, hingga segi-segi yang terpagut di situ adalah menjadi ukuran tubuh yang bulat. Kedua, ada daya analisa pada tiap pribadi (yang mendengar dan mewjudkan nilaibudaya) itu, sehingga manusia merupakan situs sejarah dari zamansekarang yang bergerak leluasa dan dinamis ini (jadi: tiada yang kadaluwarsa). Ketiga, atau pungkasan, ada sdalam kefaktaan yang ideal ini, satu aspirasi yang terus menerus tumbuh, meninggi, melingkar, menjembar dan membelantar—sehingga tiada halangan apapun yang takkan bisa diberantasnya. Dan, jika kita tulis riwayat bangsa, aspek ini lekat pada andaran tersebut.

* Tanggungjawab posting atas PuJa [PUstaka puJAngga]

Tidak ada komentar:

A Musthafa A Rodhi Murtadho A Wahyu Kristianto A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Wachid BS Abdullah al-Mustofa Abdullah Khusairi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimanyu Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Maulani Adek Alwi Adhi Pandoyo Adrian Ramdani Ady Amar Afrizal Malna Agnes Rita Sulistyawati Aguk Irawan Mn Agus R. Sarjono Agus Riadi Agus Subiyakto Agus Sulton Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahm Soleh Ahmad Farid Tuasikal Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Luthfi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadie Thaha Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rasyid AJ Susmana Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander Aur Alexander G.B. Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Rif’an Aliela Alimuddin Alit S. Rini Alunk Estohank Ami Herman Amich Alhumami Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminudin TH Siregar Ammilya Rostika Sari An. Ismanto Anaz Andaru Ratnasari Andhi Setyo Wibowo Andhika Prayoga Andong Buku #3 Andrenaline Katarsis Andri Cahyadi Angela Anies Baswedan Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Sudibyo Anton Wahyudi Anwar Holid Anwar Siswadi Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Zulkifli Arti Bumi Intaran Asarpin Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayu Utami Azyumardi Azra Babe Derwan Bagja Hidayat Balada Bandung Mawardi Bayu Agustari Adha Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernadette Lilia Nova Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Bhakti Hariani Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budi Winarto Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Camelia Mafaza Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cecep Syamsul Hari Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Choirul Rikzqa D. Dudu A.R D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Dantje S Moeis Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Darmanto Jatman Dedy Tri Riyadi Delvi Yandra Denny JA Denny Mizhar Dewi Anggraeni Dian Basuki Dian Hartati Dian Sukarno Dian Yanuardy Diana AV Sasa Dinar Rahayu Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi Warsidi Edy Firmansyah EH Kartanegara Eka Alam Sari Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil Amir Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Evan Ys F. Budi Hardiman Fadly Rahman Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fani Ayudea Fariz al-Nizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatkhul Aziz Felix K. Nesi Film Fitri Yani Franditya Utomo Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Garna Raditya Gde Artawan Geger Riyanto Gendhotwukir George Soedarsono Esthu Gerakan Surah Buku (GSB) Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Tri Atmojo H. Supriono Muslich H.B. Jassin Hadi Napster Halim H.D. Hamberan Syahbana Hamidah Abdurrachman Han Gagas Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Priyatna Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasan Junus Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Helwatin Najwa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendriyo Widi Ismanto Hepi Andi Bastoni Heri Latief Heri Listianto Herry Firyansyah Heru Untung Leksono Hikmat Darmawan Hilal Ahmad Hilyatul Auliya Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur Husnun N Djuraid I Nyoman Suaka Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilenk Rembulan Ilham khoiri Imam Jazuli Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Iman Budi Santosa Imelda Imron Arlado Imron Tohari Indiar Manggara Indira Margareta Indra Darmawan Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ingki Rinaldi Insaf Albert Tarigan Intan Hs Isbedy Stiawan ZS Ismail Amin Ismi Wahid Ivan Haris Iwan Gunadi Jacob Sumardjo Jafar Fakhrurozi Jajang R Kawentar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean-Marie Gustave Le Clezio JJ. Kusni Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Julika Hasanah Julizar Kasiri Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kadir Ruslan Kartika Candra Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Ketut Yuliarsa KH. Ma'ruf Amin Khaerudin Khalil Zuhdy Lawna Kholilul Rohman Ahmad Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Krisandi Dewi Kritik Sastra Kucing Oren Kuswinarto Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lenah Susianty Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto M Shoim Anwar M. Arman A.Z. M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Harya Ramdhoni M. Kasim M. Latief M. Wildan Habibi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria hartiningsih Maria Serenada Sinurat Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Marsus Banjarbarat Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masriadi Mawar Kusuma Wulan Max Arifin Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Mezra E. Pellondou Micky Hidayat Mihar Harahap Misbahus Surur Moh Samsul Arifin Moh. Syafari Firdaus Mohamad Asrori Mulky Mohammad Afifuddin Mohammad Fadlul Rahman Muh Kholid A.S. Muh. Muhlisin Muhajir Arifin Muhamad Sulhanudin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Azka Fahriza Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Nafi’ah Al-Ma’rab Naskah Teater Nezar Patria Nina Setyawati Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noor H. Dee Noval Maliki Nunuy Nurhayati Nur Haryanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurudin Octavio Paz Oliviaks Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pamusuk Eneste Panda MT Siallagan Pandu Jakasurya PDS H.B. Jassin Philipus Parera Pradewi Tri Chatami Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R Sutandya Yudha Khaidar R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rahmat Sutandya Yudhanto Raihul Fadjri Rainer Maria Rilke Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridha al Qadri Ridwan Munawwar Rikobidik Riri Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rizky Andriati Pohan Robert Frost Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Romi Febriyanto Saputro Rosihan Anwar RR Miranda Rudy Policarpus Rukardi S Yoga S. Jai S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Gerilyawan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra SelaSastra ke #24 Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Subhan SD Suci Ayu Latifah Sulaiman Djaya Sulistiyo Suparno Sunaryo Broto Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunudyantoro Suriali Andi Kustomo Suryadi Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Susilowati Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Bahri Syam Sdp Syarif Hidayatullah Tajuddin Noor Ganie Tammalele Tan Malaka Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Tengsoe Tjahjono Th Pudjo Widijanto Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tiya Hapitiawati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Joko Susilo Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Umar Kayam Undri Uniawati Universitas Indonesia UU Hamidy Vyan Tashwirul Afkar W Haryanto W.S. Rendra Wahyudin Wannofri Samry Warung Boenga Ketjil Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Web Warouw Wijang Wharek Wiko Antoni Wina Bojonegoro Wira Apri Pratiwi Wiratmo Soekito Wishnubroto Widarso Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Wing King WS Rendra Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yosi M. Giri Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Yuyu AN Krisna Zaki Zubaidi Zalfeni Wimra Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhaenal Fanani Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar Zulhasril Nasir