Rabu, 04 April 2012

Rekonstruksi Monologik

Judul : TANHA, Kekasih yang Terlupa
Penulis : S. Jai
Penerbit : Jogja Mediautama
Cetakan : Pertama, Juni 2011
Tebal : 321 + vi halaman ; 14.8 x 21 cm
ISBN : 978-602-99092-1
Peresensi : Beni Setia
http://www.balipost.co.id/

ALI BABA menyaksikan si penyamun masuk ke gua tempat penyimpanan harta rampokan dan kemudian ke luar lagi untuk menyamun di tempat lain, menyaksikan si kepala penyamun itu meneriakkan kata ”sesame” untuk membuka serta menutup pintu gua. Saat penyamun pergi Ali Baba meneriakkan ”sesame” buat membuka pintu gua, mengambil harta rampokan dan menutup pintu gua lagi. Aman, terkendali, setidaknya sampai terbersit niat menimbang harta curian dan meminjam alat penimbang Kasim–orang licik yang diam-diam memasang lem untuk mengetahui apa yang ditimbang.

Dengan memeras si Kasim tahu kata kunci pembuka pintu gua, dengan kemaruk mencari letak gua tempat penyamun menyimpan harta rampokam, tapi di depan pintu gua ia lupa diksi kunci. Berjam-jam dan berulang kali mencari kata yang tepat. Diksi ”sesame” memang ditemukan, tapi setelah masuk, menutup pintu dan meraup banyak harta ia lupa kata itu–sehingga gopoh mencari kata-kata. Pintu gua akhirnya terbuka, tapi bukan karena kata kunci ditemukan tapi penyamun itu kembali untuk menyimpan jarahan. Mereka kaget, marah, serta sakit hati saat tahu harta rampokan mereka dicuri.

Sebagai pembaca, saya terkadang jadi Kasim yang termangu depan novel S. Jai, Tanha (Jogja Media Utama dan Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Unair, 2010). Bingung mencari kata kunci, berimrovisasi merangkai sederet tebakan tanpa tahu apa diksi inti–berkutat di varian bunyi yang mendekati kata ”sesame”.Usai membaca saya mengerti, novel setebal 318 halaman itu bergerak dalam pola point of view aku, semua diceritakan dari sudut pandang seorang aku yang serba tahu tentang (dan karenanya mengomentari) tokoh lain, kejadian yang penting pada alur apa yang terjadi dalam novel, dan terutamanya tafsir intelektual dari semua itu. Saya katakan intelektual, sebab dalam novel itu ada pendekatan dan pemsibenaran yang irasional–yang menentukan aktualisasi diri dari tokoh-tokoh novel.

Baik yang pagan pemujaan bulan dan ritual penyerapan energi purnama, hingga ruh abadi meski tubuh menua pada diri Mak Kaji Idayu Kayati–yang dikaitkan S, Jai dengan mitos Candra Kirana dari folklore Panji. Si yang tak mungkin mati meski anak tunggalnya mati dan ia jadi si pendiri sekte sesat pemuja kegilaan– ini diakomodasi S, Jai dari cerita Calon Arang, yang mensisalahkan setiap orang saat nasib putrinya amat papa. Pengetahuan yang telat disadari si tokoh utama keluarga, Maya Durghata Karini, ahli psikologi dari Unair yang kemudian menyerap pengetahuan pagan neneknya, dan bermetamorfosa jadi Mak Kaji Idayu, yang setelah punya anak menceraikan suaminya dan jadi penyerap energi purnama–Candra Kirana berkonteks klenik, seperti tersirat dalam lakon Panji yang berseting Kediri.

Atau kekecewaan si tak berdaya berperan di masa kini, yang membuat Matjain, si menantu Mak Kaji Idayu, bersikukuh dengan garis silsilah ibu, dengan fakta ia titik terjauh garis Sunan Bonang. Karenanya bertekad berziarah menyusuri kegemilangan leluhur, agar sampai pada puncak kejayaan leluhur. Sayang penelusuran mistik itu tiba di kenyataan pahit: ia menerima estafet (sebagai) juru kunci bagi kekayaan keluarga, dari Eyang Lawu yang moksa saat Matjain sampai. Warisan irasional nan tak bersipat fisik–sementara Matjain mengharap menemukan gua harta seperti lakon si Ali Baba–membuat Matjain gila. Sebuah tendensi yang membuat ia sering berada di luar rumah dalam ketidakpedulian pada keluarga yang sia-sia. Absurd!

Atau anak sulung Matjain, Ujub Kajat, anak lelaki berfisik menceng dan seluruh perkembangannya terhenti di usia kanak–selain rambut yang tumbuh normal–, yang menerima takdir dirinya dengan mencoba mendekatkan diri kepada Allah lewat jalur alternatif sufistik yang dipelajarinya dari buku. Tasauf tanpa guru–sehingga satu teks fiksi karangan manusia tak beraura wali dianggap hikayat mistik dan dijadikan acuan yang membawanya ke kesesatan, ke maqom aneh: tak perlu meneruskan keberadaan, tak usah meneguhi syahwat dengan mengebiri diri. Atau si bungsu Della Ringgit yang tak mempedulikan apapun, sekaligus menerima perhatian dan mengempati kepuasan sebagai si diperhatikan sebagai anak manja. Gaya hidup santai asal mengsigelundung yang membuatanya tersanjung saat pacaran, lantas hamil sebelum menikah.

Fakta itu membuat ibu mereka, Lastri Srigati, yang sakit jantung itu shock serta meninggal dunia–yang diekspolitasi sebagi budak oleh Mak Haji Idayu setelah jatuh miskin dan tak punya pembantu, sebagai ekspresi kekecewaan pada Matjain, menatu yang tak membuat putrinya bahagia dan si jadi titik aktualisasi (diri) Mak Kaji Idayu bertransformasi jadi Calon Arang. Padahal Maya Dughata Kirani juga merelakan diri diperawani pacarnya–Sobulkahfi–untuk memaknai apa inti dari keyakinan pagan si nenek. Sohibulkahfi menelusuri teks Panji secara intelektual dan interteksual, tapi ia lupa kalau inti dari cerita Panji itu ritual bertelanjang menyerap energi purnama. Saat paham dan menerima warisan ilmu itu, iapun menendang Sohibulkkahfi.

Menjadi si Candra Karini yang tidak butuh lelaki–hanya butuh energi bulan dan ritual mistik untuk membahagiakan putrinya, seperti si Calon Arang yang ikhlas mati setelah putrinya, Ratna Mangali, jadi si menantu resmi Airlangga. Dan kesemuaan itu diceritakan Sohibulkahfi dengan memilahnya jadi fragmen, tempat si tokoh terpilih itu tampil menceritakan peristiwa, dan terutamanya: mesilakukan penafsiran dan analisis intelektual atas akibat yang ditimbulkan tokoh lain. Teks-teks berat yang membebani ini penuh dengan argumen dari kejadian penting yang terkadang lupa diceritakan apa detilnya–macam penyerapan ilmu pagan Mak Haji Idayu Kiyati oleh Maya Duighata Karini, misalnya. Masalahnya: Kenapa gaya penulisannya begitu?

Jawabanya ada di biografi S. Jai. Di hlm 320 tertulis: ”… mendirikan Komunitas Teater Keluarga … mengagas teater monolog Alibi yang ditulis dan disutradarainya …dalam bentuk ”Gerakan Seni Budaya Mengelola Spirit Neo-Primitif: Sebuah Konsep Gagasan Teater Tutur”. Itu kata kuncinya. S, Jai sedang merekonstruksi tafsir atas cerita Panji, di dalam cerita dengan banyak data serta argumentasi intelektual dan intertekstual. Tidak sebagai cerita rekaan tertulis, tapi persiapan pentas monolog tutur, di mana Sohibulkahfi–si aku pengarang, yang keceplosan menghubungkan tiga anak Matjain dengan tiga orang anaknya, setidaknya di hlm 292–menuturkan semua secara njelimet. Sebuah cerita (monolog) tutur berbingkai yang rumit.***

*BENI SETIA, pengarang /19 Februari 2012

Tidak ada komentar:

A Musthafa A Rodhi Murtadho A Wahyu Kristianto A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Wachid BS Abdullah al-Mustofa Abdullah Khusairi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimanyu Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Maulani Adek Alwi Adhi Pandoyo Adrian Ramdani Ady Amar Afrizal Malna Agnes Rita Sulistyawati Aguk Irawan Mn Agus R. Sarjono Agus Riadi Agus Subiyakto Agus Sulton Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahm Soleh Ahmad Farid Tuasikal Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Luthfi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadie Thaha Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rasyid AJ Susmana Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander Aur Alexander G.B. Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Rif’an Aliela Alimuddin Alit S. Rini Alunk Estohank Ami Herman Amich Alhumami Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminudin TH Siregar Ammilya Rostika Sari An. Ismanto Anaz Andaru Ratnasari Andhi Setyo Wibowo Andhika Prayoga Andong Buku #3 Andrenaline Katarsis Andri Cahyadi Angela Anies Baswedan Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Sudibyo Anton Wahyudi Anwar Holid Anwar Siswadi Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Zulkifli Arti Bumi Intaran Asarpin Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayu Utami Azyumardi Azra Babe Derwan Bagja Hidayat Balada Bandung Mawardi Bayu Agustari Adha Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernadette Lilia Nova Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Bhakti Hariani Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budi Winarto Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Camelia Mafaza Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cecep Syamsul Hari Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Choirul Rikzqa D. Dudu A.R D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Dantje S Moeis Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Darmanto Jatman Dedy Tri Riyadi Delvi Yandra Denny JA Denny Mizhar Dewi Anggraeni Dian Basuki Dian Hartati Dian Sukarno Dian Yanuardy Diana AV Sasa Dinar Rahayu Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi Warsidi Edy Firmansyah EH Kartanegara Eka Alam Sari Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil Amir Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Evan Ys F. Budi Hardiman Fadly Rahman Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fani Ayudea Fariz al-Nizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatkhul Aziz Felix K. Nesi Film Fitri Yani Franditya Utomo Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Garna Raditya Gde Artawan Geger Riyanto Gendhotwukir George Soedarsono Esthu Gerakan Surah Buku (GSB) Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Tri Atmojo H. Supriono Muslich H.B. Jassin Hadi Napster Halim H.D. Hamberan Syahbana Hamidah Abdurrachman Han Gagas Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Priyatna Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasan Junus Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Helwatin Najwa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendriyo Widi Ismanto Hepi Andi Bastoni Heri Latief Heri Listianto Herry Firyansyah Heru Untung Leksono Hikmat Darmawan Hilal Ahmad Hilyatul Auliya Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur Husnun N Djuraid I Nyoman Suaka Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilenk Rembulan Ilham khoiri Imam Jazuli Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Iman Budi Santosa Imelda Imron Arlado Imron Tohari Indiar Manggara Indira Margareta Indra Darmawan Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ingki Rinaldi Insaf Albert Tarigan Intan Hs Isbedy Stiawan ZS Ismail Amin Ismi Wahid Ivan Haris Iwan Gunadi Jacob Sumardjo Jafar Fakhrurozi Jajang R Kawentar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean-Marie Gustave Le Clezio JJ. Kusni Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Julika Hasanah Julizar Kasiri Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kadir Ruslan Kartika Candra Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Ketut Yuliarsa KH. Ma'ruf Amin Khaerudin Khalil Zuhdy Lawna Kholilul Rohman Ahmad Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Krisandi Dewi Kritik Sastra Kucing Oren Kuswinarto Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lenah Susianty Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto M Shoim Anwar M. Arman A.Z. M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Harya Ramdhoni M. Kasim M. Latief M. Wildan Habibi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria hartiningsih Maria Serenada Sinurat Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Marsus Banjarbarat Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masriadi Mawar Kusuma Wulan Max Arifin Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Mezra E. Pellondou Micky Hidayat Mihar Harahap Misbahus Surur Moh Samsul Arifin Moh. Syafari Firdaus Mohamad Asrori Mulky Mohammad Afifuddin Mohammad Fadlul Rahman Muh Kholid A.S. Muh. Muhlisin Muhajir Arifin Muhamad Sulhanudin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Azka Fahriza Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Nafi’ah Al-Ma’rab Naskah Teater Nezar Patria Nina Setyawati Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noor H. Dee Noval Maliki Nunuy Nurhayati Nur Haryanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurudin Octavio Paz Oliviaks Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pamusuk Eneste Panda MT Siallagan Pandu Jakasurya PDS H.B. Jassin Philipus Parera Pradewi Tri Chatami Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R Sutandya Yudha Khaidar R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rahmat Sutandya Yudhanto Raihul Fadjri Rainer Maria Rilke Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridha al Qadri Ridwan Munawwar Rikobidik Riri Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rizky Andriati Pohan Robert Frost Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Romi Febriyanto Saputro Rosihan Anwar RR Miranda Rudy Policarpus Rukardi S Yoga S. Jai S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Gerilyawan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra SelaSastra ke #24 Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Subhan SD Suci Ayu Latifah Sulaiman Djaya Sulistiyo Suparno Sunaryo Broto Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunudyantoro Suriali Andi Kustomo Suryadi Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Susilowati Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Bahri Syam Sdp Syarif Hidayatullah Tajuddin Noor Ganie Tammalele Tan Malaka Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Tengsoe Tjahjono Th Pudjo Widijanto Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tiya Hapitiawati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Joko Susilo Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Umar Kayam Undri Uniawati Universitas Indonesia UU Hamidy Vyan Tashwirul Afkar W Haryanto W.S. Rendra Wahyudin Wannofri Samry Warung Boenga Ketjil Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Web Warouw Wijang Wharek Wiko Antoni Wina Bojonegoro Wira Apri Pratiwi Wiratmo Soekito Wishnubroto Widarso Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Wing King WS Rendra Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yosi M. Giri Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Yuyu AN Krisna Zaki Zubaidi Zalfeni Wimra Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhaenal Fanani Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar Zulhasril Nasir