Aguk Irawan MN
Kedaulatan Rakyat, 15/03/009
Sekira seratus limapuluh tahun sebelum Nabi Muhammad lahir dan membawa pencerahan, puisi telah menempati posisi tertinggi di hati orang Arab, bahkan ketika dunia masih meraba-raba dalam keremangan ilmu pengetahuan, Arab sudah berjibaku dengan puisi dan mengenal ilmu tata bahasa (linguistik), diantara fenomena tingginya penghargaan kaum arab terhadap para penyair adalah dengan menggantung puisi-puisi terbaik mereka di dinding Ka’bah sebagai simbol kebesaran dan kebanggaan suku atau ras yang mengalir pada darah mereka. Paling tidak, ada dua karya sastra penting yang ditulis sastrawan Arab Jahiliyah, yaitu mu’allaqat dan mufaddaliyat.
Ketika Nabi Muhammad lahir dan menjadi seorang Nabi, menurut pengamat sastra Muhammad bin Sulam al-Jumahi, dalam bukunya Thabaqat Fuhul asy-Syuara— peran penyair semakin menjadi-jadi. Diturunkanya kitab al-Qur’an, yang sangat luar biasa estetisya pada seorang ummi (baca; buta baca-tulis) Muhammad, telah memicu kreatifitas para penyair Jahiliyah untuk menyaingi kedahsyatan estetiknya al-Qur’an, karena itu banyak penyair-penyair ulung hadir ke tengah masyarakat dengan menjadi Nabi-Nabi palsu, dua diantaranya adalah Musailama al-Kadzab yang melahirkan kitab puisi ma huwal fil (sering disebut kitab puisi ayat-ayat katak), sementara Imri’il-Qais menulis kitab puisi ayyuhat ath-thalali al-bali . Dalam pengamatan Adonis (kritikus Arab kontemporer) , kedua penyair ulung itu, telah melahirkan banyak karya yang sangat estetis, bahkan menurutnya, hampir saja menyamai al-Qur’an.
Selain kedua penyair di atas— yang sangat merisaukan Nabi dan pemeluk Islam awal, adalah penyair Ka’ab bin Zuhair. Penyair Jahiliyah yang kesohor ini tidak ingin menempuh jalan yang sama seperti Musailama dan al-Qais –membuat tandingan al-Qur’an— akan tetapi, ia mencipta puisi dengan misi memperburuk citra Nabi. Karena pengaruh puisinya yang sangat memukau itu, banyak pengikut Nabi yang masih labil, kembali menjadi musyrik. (Al-Ashma’i, Kitab al-Fuhul asy-Syuara, Beirut, Dar al-Kitab al-Jadid, 1971)
Ketika terjadi penaklukan kota Makkah, Ka’ab, sang Penyair ulung itu merasa terancam jiwanya, ia bersembunyi untuk menghindari luapan amarah para sahabat Nabi. Saat itu saudara Ka’ab yang bernama Bujair bin Zuhair langsung mengirim surat kepada Ka’ab, yang isinya antara lain menganjuran agar Ka’ab keluar dari persembunyiannya dan menghadap Nabi untuk memohon maaf. Anjuran itupun diikuti oleh Ka’ab, melalui `tangan’ Abu Bakar as-Siddiq, di sana ia menyerahkan diri kepada Nabi. Ia pun sangat terharu dengan sikap Nabi dan sahabt-sahabatnya, yang pada waktu itu tidak saja memberikan pintu maafnya, akan tetapi, mereka menyambut dengan baik kehadirannya, bahkan semua yang hadir pada waktu itu memberikan salam hormat yang tinggi kepada dirinya. Saat itu pulalah Ka’ab insyaf lalu bersyahadat.
Setelah Ka’ab memeluk Islam di depan Nabi. Rasa hormat Nabi kian bertambah, sampai-sampai beliau melepaskan burdah (sorban)-nya dan memberikannya kepada Ka’ab. Sejak itu, Ka’ab langsung menggubah puisinya yang sebelumnya berisi penghinaan menjadi pujian-pujian yang sangat indah, puisi gubuhan itu sangat dikenal dengan sebutan Banat Su’ad (Putri-putri Su’ad), terdiri atas 59 bait (puisi). Kasidah ini disebut pula dengan qasidah burdah, yang kelak diabadikan oleh kaligrafer Hasyim Muhammad al-Baghdadi di dalam kitab kaligrafi-nya, Qawaid al-Khat al-Arabi.
Kisah masuknya Islam penyair Ka’ab ini hampir sama dengan penyair ulung Ibnu Ruwahah yang masuk Islam karena sikap santun dan pemaaf Nabi beserta sahabatnya. Maka sejak bergabungnya kedua penyair ulung itu kepada barisan Islam, kitab puisi sejenis karya Musailamah dan al-Qais semakin tenggelam, dan pada gilirannya al-Qur’an semakin diminati juga dipejari. Kurun ini, sering disebut sebagai babak baru kesusastraan Arab dan juga bagi agama Islam. Penyair Islam bersama al-Qur’an, tidak saja telah berhasil membawa pembaharuan terhadap sastra Arab, namun juga terhadap kebudayaan secara keseluruhan. (Syauqi Dlaif, Tarikh al-Adab al-Arabi, Kairo: Dar al-Maarif, 1968)
Mungkin karena terinpirasi dengan peran sastra yang sangat signifikan pada zaman Nabi itu, Sultan Salahuddin (memerintah para tahun 1174-1193 M atau 570-590 H pada Dinasti Bani Ayyub), pada peringatan Maulid Nabi yang pertama kali tahun 1184 (580 H), kemudian menyelenggarakan sayembara penulisan riwayat Nabi dengan karya puisi. Seluruh ulama dan sastrawan diundang untuk mengikuti kompetisi tersebut. Pemenang yang menjadi juara pertama adalah Syaikh Ja`far al-Barzanji (wafat pada 1177 H/1763 M). Karya ini dikenal sebagai Kitab Puisi “Barzanji”, yang sampai sekarang sering dibaca oleh masyarakat di kampung-kampung pada peringatan Maulid Nabi. Kitab itu disusun dalam dua model: natsar (prosa lirik) yang terdiri atas 19 bab dengan 355 bait, dan nazham (qashidah puitis) berisi 16 bab dengan 205 bait.
Pertanyaannya adalah, kenapa Sultan memilih “puisi” sebagai bentuk cintanya pada Rasul juga sebagai cara membangkitkan semangat juang umat Islam yang kala itu kehilangan semangat juang dan persaudaraan ukhuwah ketika terjadi perang salib, dan bukan dengan cara lain? Jawabanya, tentu saja, karena dalam sirah (sejarah Nabi), puisi dan penyair, tercatat punya andil yang siginifikan dalam mengantarkan kemenangan umat Islam; sebagaimana terkisah dalam perang Badar, Khandaq, Uhud, Hudaibillah Khaibar dan lain sebagainya— dimana umat muslim meraih kemangan dengan jumlah pasukan yang jauh lebih sedikit. Misalnya puisi Ibnu Ruwahah yang dijadikan lagu wajib para mujahidin;
Duhai diri, bila kau tak terhunus pedang di medan juang
Suatu ketika, kau tetap menghembuskan nafas, meski di atas ranjang
Alasan di atas itu ternyata benar –ini diakui sejarawan orientalis seperti Karen Amstrong—, bahwa kitab puisi Barzanji punya andil juga dalam kemenangan umat Islam melawan tentara Salib, saat merebut kota Yerusalem pada 2 Oktober 1187 M, dan selama 800 tahun, Yerusalem tetap menjadi kota muslim. Karena itu, tak mengherankan, tradisi maulid terus berjalan di hampir seluruh belahan dunia dengan ciri dan polanya masing-masing.
Setelah puisi Barjanzi menjadi cukup terkenal di kalangan ummat Islam, kemudian lahirlah kitab puisi “Burdah”, yang ditulis oleh Syarafuddin Abu Abdillah Muhammad bin Zaid al-Bushairi (610-695H/ 1213-1296 M). Burdah terdiri atas 160 bait, ditulis dengan gaya bahasa (uslub) yang menarik, lembut dan elegan, berisi panduan ringkas mengenai kehidupan Nabi Muhammad SAW, cinta kasih, pengendalian hawa nafsu, doa, pujian terhadap al-Quran, Isra’ Mi’raj, jihad dan tawasul. Dengan memaparkan kehidupan Nabi secara puitis.
Selanjutnya tradisi Maulid, telah melahirkan kitab-kitab puisi lain yang begitu berlimpah dan menawan, seperti kitab puisi; Maulid Syaraful Anam dan Maulid ad-Diba’i karya al-Imam Abdurrahman bin Ali ad-Diba’i asy-Syaibani az-Zubaidi; Maulid Azabi, karya Syaikh Muhammad al-Azabi; Maulid Al-Buthy, karya Syaikh Abdurrauf al-Buthy; Maulid Simthud Durar, karya al-Habib Ali bin Muhammad bin Husain al-Habsyi; dan yang paling baru Maulid Adh-Dhiya-ul Lami’, karya al-Habib Umar bin Hafidz dari Hadhramaut.
Menurut Najib Kaelani dalam bukunya madhal ila adab al-Islami , seluruh ungkapan dalam kitab kitab-kitab puisi Maulid di atas sudah masuk kategori baligh (tingkatan metafora tertinggi). Meski dengan corak penyusunan yang beragam, namun setiap karya Maulid memiliki kesamaan: yaitu penuh simbolik dan metaforik. Demikianlah, sebuah kenyataan, bahwa kesusastraan bernafaskan religius, mampu membangkitkan kesadaran umat untuk bangkit dari keterpurukan dan kehadirannya— tidak dipungkiri— sering tampil menyejukkan di tengah situasi yang keruh dalam politik kekuasaan di belahan negeri manapun. Hal itu terjadi, sebab kesadaran manusia pada fitrahnya, mengagungkan Khalik sebagai pencipta, memuliakan Nabi Muhammad s.a.w. yang memberikan limpahan keteladanan, dipadu dengan kerinduan saling mengasihi antar sesama menjadi salah satu pemuas batin bagi manusia.
Yogyakarta, 2 Maret 2008
*) Penerjemah “Risalah Maulid al-Bushairi” , karya Ahmad Suwailim penerbit Maghfirah Jakarta
Dijumput dari: http://djohar1962.blogspot.com/2009/03/kitab-barzanji.html
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Selasa, 03 April 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Musthafa
A Rodhi Murtadho
A Wahyu Kristianto
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Wachid BS
Abdullah al-Mustofa
Abdullah Khusairi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimanyu
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Maulani
Adek Alwi
Adhi Pandoyo
Adrian Ramdani
Ady Amar
Afrizal Malna
Agnes Rita Sulistyawati
Aguk Irawan Mn
Agus R. Sarjono
Agus Riadi
Agus Subiyakto
Agus Sulton
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahm Soleh
Ahmad Farid Tuasikal
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Luthfi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadie Thaha
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rasyid
AJ Susmana
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander Aur
Alexander G.B.
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Rif’an
Aliela
Alimuddin
Alit S. Rini
Alunk Estohank
Ami Herman
Amich Alhumami
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminudin TH Siregar
Ammilya Rostika Sari
An. Ismanto
Anaz
Andaru Ratnasari
Andhi Setyo Wibowo
Andhika Prayoga
Andong Buku #3
Andrenaline Katarsis
Andri Cahyadi
Angela
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Sudibyo
Anton Wahyudi
Anwar Holid
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Zulkifli
Arti Bumi Intaran
Asarpin
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayu Utami
Azyumardi Azra
Babe Derwan
Bagja Hidayat
Balada
Bandung Mawardi
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benni Setiawan
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Bernadette Lilia Nova
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Bhakti Hariani
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budi Winarto
Buku Kritik Sastra
Buldanul Khuri
Bustan Basir Maras
Camelia Mafaza
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Choirul Rikzqa
D. Dudu A.R
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Darmanto Jatman
Dedy Tri Riyadi
Delvi Yandra
Denny JA
Denny Mizhar
Dewi Anggraeni
Dian Basuki
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dian Yanuardy
Diana AV Sasa
Dinar Rahayu
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Warsidi
Edy Firmansyah
EH Kartanegara
Eka Alam Sari
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil Amir
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
F. Budi Hardiman
Fadly Rahman
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fani Ayudea
Fariz al-Nizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatkhul Aziz
Felix K. Nesi
Film
Fitri Yani
Franditya Utomo
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Garna Raditya
Gde Artawan
Geger Riyanto
Gendhotwukir
George Soedarsono Esthu
Gerakan Surah Buku (GSB)
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Tri Atmojo
H. Supriono Muslich
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim H.D.
Hamberan Syahbana
Hamidah Abdurrachman
Han Gagas
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hasan Aspahani
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Helvy Tiana Rosa
Helwatin Najwa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendriyo Widi Ismanto
Hepi Andi Bastoni
Heri Latief
Heri Listianto
Herry Firyansyah
Heru Untung Leksono
Hikmat Darmawan
Hilal Ahmad
Hilyatul Auliya
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husnun N Djuraid
I Nyoman Suaka
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilenk Rembulan
Ilham khoiri
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Iman Budi Santosa
Imelda
Imron Arlado
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Margareta
Indra Darmawan
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ingki Rinaldi
Insaf Albert Tarigan
Intan Hs
Isbedy Stiawan ZS
Ismail Amin
Ismi Wahid
Ivan Haris
Iwan Gunadi
Jacob Sumardjo
Jafar Fakhrurozi
Jajang R Kawentar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean-Marie Gustave Le Clezio
JJ. Kusni
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Julika Hasanah
Julizar Kasiri
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kadir Ruslan
Kartika Candra
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Ketut Yuliarsa
KH. Ma'ruf Amin
Khaerudin
Khalil Zuhdy Lawna
Kholilul Rohman Ahmad
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Krisandi Dewi
Kritik Sastra
Kucing Oren
Kuswinarto
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lenah Susianty
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
M Shoim Anwar
M. Arman A.Z.
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Harya Ramdhoni
M. Kasim
M. Latief
M. Wildan Habibi
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria hartiningsih
Maria Serenada Sinurat
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Marsus Banjarbarat
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masriadi
Mawar Kusuma Wulan
Max Arifin
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Mezra E. Pellondou
Micky Hidayat
Mihar Harahap
Misbahus Surur
Moh Samsul Arifin
Moh. Syafari Firdaus
Mohamad Asrori Mulky
Mohammad Afifuddin
Mohammad Fadlul Rahman
Muh Kholid A.S.
Muh. Muhlisin
Muhajir Arifin
Muhamad Sulhanudin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Azka Fahriza
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naskah Teater
Nezar Patria
Nina Setyawati
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noor H. Dee
Noval Maliki
Nunuy Nurhayati
Nur Haryanto
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurudin
Octavio Paz
Oliviaks
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Panda MT Siallagan
Pandu Jakasurya
PDS H.B. Jassin
Philipus Parera
Pradewi Tri Chatami
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R Sutandya Yudha Khaidar
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmadi Usman
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rahmat Sutandya Yudhanto
Raihul Fadjri
Rainer Maria Rilke
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridha al Qadri
Ridwan Munawwar
Rikobidik
Riri
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rizky Andriati Pohan
Robert Frost
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Romi Febriyanto Saputro
Rosihan Anwar
RR Miranda
Rudy Policarpus
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Gerilyawan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra
SelaSastra ke #24
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Subhan SD
Suci Ayu Latifah
Sulaiman Djaya
Sulistiyo Suparno
Sunaryo Broto
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunudyantoro
Suriali Andi Kustomo
Suryadi
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susi Ivvaty
Susianna
Susilowati
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Bahri
Syam Sdp
Syarif Hidayatullah
Tajuddin Noor Ganie
Tammalele
Tan Malaka
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Trianton
Tengsoe Tjahjono
Th Pudjo Widijanto
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tiya Hapitiawati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Joko Susilo
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi
Umar Kayam
Undri
Uniawati
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Vyan Tashwirul Afkar
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyudin
Wannofri Samry
Warung Boenga Ketjil
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Web Warouw
Wijang Wharek
Wiko Antoni
Wina Bojonegoro
Wira Apri Pratiwi
Wiratmo Soekito
Wishnubroto Widarso
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Wing King
WS Rendra
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yosi M. Giri
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Yuyu AN Krisna
Zaki Zubaidi
Zalfeni Wimra
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhaenal Fanani
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Zulhasril Nasir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar