Senin, 05 Desember 2011

TENTANG TAN MALAKA

Sabam Siagian
Kompas 12 Juli 2008

Tulisan Prof Zulhasrul Nasir, ”Tan Malaka dan Kebangkitan Nasional” (Kompas, 7/7/2008) merupakan sumbangan menarik untuk memperkaya pengetahuan kita dalam rangka ”100 Tahun Kebangkitan Nasional”.

Namun, ada dua catatan serius yang perlu dikemukakan guna menghindari kesalahpahaman. Pertama, kutipan berikut mencerminkan bias penulis dan juga kurang menguasai fakta. Tulisnya, ”Dia (Tan Malaka) dan pasukannya tetap berperang menghadapi agresi Belanda. Maka, sangat disayangkan TKR waktu itu kemudian membunuhnya di sebuah desa di Kediri (1949) dan menghilangkan jejaknya.”

Kegiatan politik Tan Malaka

Sejarawan Belanda, Dr Harry A Poeze, dalam biografi Tan Malaka, jilid 3–hal 1442 (judul, Verguisd en Vergeten–Tan Malaka, de linkse beweging en de Indonesische Revolutie, 1945-1949) secara rinci mengurai kegiatan politik Tan Malaka pada awal 1949 di daerah Kediri setelah tentara Belanda (KL/KNIL) melancarkan Serangan Umum ke-2 pada 19 Desember 1948. Pasukan TNI—Tentara Nasional Indonesia (TKR, Tentara Keselamatan Rakyat sudah ganti nama)—yang diandalkan Tan Malaka adalah batalion Sabarudin yang bertindak independen dan lebih sibuk mendukung dan mengamankan agitasi Tan Malaka ketimbang menghadapi pasukan Belanda.

Tan Malaka mengaitkan diri dengan Gabungan Pemuda Proklamasi (GPP), Rakyat Murba Terpendam, dan menyebarkan pamflet-pamflet dengan mencantumkan sebagai sumbernya: Markas Murba Terpendam.

Baik dalam pamflet-pamflet itu maupun dalam berbagai pidato, Tan Malaka beragitasi: (a) Presiden Soekarno dan Wakil Presiden/Perdana Menteri Mohammad Hatta setelah ditawan militer Belanda pada 19 Desember 1948 dan dalam tahanan Belanda sudah hilang keabsahannya sebagai pemimpin-pemimpin Revolusi Indonesia. Dialah yang kini berhak sebagai Pemimpin Revolusi Indonesia berdasarkan Testamen Politik yang ditandatangani Soekarno–Hatta di Jakarta, Oktober 1945; (b) tidak mengakui pemerintahan darurat yang dipimpin Sjafrudin Prawiranegara di Sumatera; (c) suatu tentara gerilya rakyat perlu dibentuk yang menolak politik perundingan.

Dalam pertemuan di Desa Prambon (sebelah Utara Kediri) 9 Februari 1949 malam, Tan Malaka dalam suatu pidato panjang menandaskan, peran Soekarno- Hatta telah selesai. Dan, suatu pemerintahan rakyat yang kuat harus segera dibentuk. Sementara itu, mayor Sabarudin dalam berbagai pamflet mengumumkan, presiden Indonesia bukan lagi Soekarno tetapi Tan Malaka.

Kolonel Sungkono, panglima dan gubernur militer Jawa Timur yang memikul wibawa penuh setelah Panglima Besar Letjen Sudirman, menyatakan dalam pidato 19 Desember 1948, hukum darurat perang diberlakukan. Dia menerima laporan dari Surachmad, komandan brigade Kediri, tentang agitasi Tan Malaka berdasar laporan pandangan mata mayor Yonosewojo yang hadir dalam pertemuan di Desa Prambon. Sungkono menugaskan Surachmad untuk menyelesaikan persoalannya.

Penting mengutip butir pertimbangan dalam perintah Mayor Surachmad sebagai komandan Wehrkreisse (Zona Pertahanan) dikeluarkan pada 13 Februari 1949 pukul 10:00 pagi. ”Memerhatikan gerakan yang dipimpin Tan Malaka cs yang telah membahayakan perjuangan Republik Indonesia di bidang politik dan militer, baik di dalam maupun di luar negeri.” Patut diingat, TNI dan rakyat sedang menghadapi agresi umum Belanda yang mendesak ke wilayah Selatan Jawa Timur.

Perintah dasar ini lalu dilaksanakan berdasarkan hukum darurat perang untuk mengeksekusi Tan Malaka. Menurut penelitian Dr Poeze, Tan Malaka dieksekusi pada malam 21 Februari 1948 di desa Selopanggung (dekat desa Madjo), sebelah Tenggara Kediri oleh letnan dua Sukotjo.

Dalam konteks uraian historis ini, kalimat ”… Maka amat disayangkan TKR saat itu lalu membunuhnya (!? SSg) di sebuah desa di Kediri…” amat tendensius.

Kombinasi diplomasi

Catatan kedua tentang kutipan, ”Tan Malaka konsekuen dengan sikapnya yang tidak memercayai politik kompromi (diplomasi) yang dijalankan Hatta dan Sjahrir yang hanya menguntungkan Belanda….”

Agaknya penulis mendukung sikap politik demikian tanpa meneliti lebih dulu pemikiran geopolitik Sutan Sjahrir maupun situasi kondisi yang mendorong Wapres/PM Moh Hatta setuju menghadiri Konferensi Meja Bundar di Den Haag (Agustus-November 1949).

Sebelum Sjahrir menjadi PM pertama RI (November 1945), ia menulis brosur Perjuangan Kita. Di dalamnya Sjahrir menekankan, (a) bentuk geografis RI sebagai negara kepulauan yang amat luas, tetapi Jawa dan Sumatera berdasar demografi dan sumber ekonomi merupakan wilayah jantung; (b) Indonesia berada dalam radius pengaruh Inggris dan Amerika Serikat.

Bung Sjahrir berunding dengan Belanda berdasarkan pandangan geopolitik yang realistik. Perjanjian Linggajati (diparaf November 1946, ditandatangani Maret 1947) mencantumkan Kerajaan Belanda mengakui eksistensi de facto RI di Pulau Jawa, Madura, dan Sumatera (Pasal I). Delegasi RI berhasil memasukkan kemungkinan ”Arbitrase” kalau dua belah pihak tidak mampu menyelesaikan perselisihan yang timbul (Pasal XVII).

Dua pasal itulah yang menyudutkan Belanda di panggung internasional, saat Belanda melancarkan Serangan Umum Juli 1947 dan melanggar Perjanjian Linggajati. Akibatnya, konflik RI-Belanda diagendakan di Dewan Keamanan PBB. Utusan khusus RI, Sutan Sjahrir, diberi kesempatan bicara di Sidang Dewan Keamanan PBB di Lake Success pada 14 Agustus 1947. Dan, dalil Belanda bahwa konflik RI-Belanda adalah ”masalah dalam negeri” melalui diplomasi Bung Sjahrir yang efektif berhasil dinetralisasi.

Memang dapat dikatakan, Moh Hatta sebagai Ketua Delegasi RI ke KMB di Den Haag seperti memberi konsesi terlalu besar: beban utang yang diwarisi, status quo tentang Irian Barat selama satu tahun. Namun, di sisi positifnya harus dicantumkan: Belanda mengakui eksistensi Indonesia Merdeka yang berdaulat yang meliputi wilayah eks Hindia Belanda. Dan, yang amat penting: utusan RI di Komisi Militer, Dokter Johanes Leimena dan Kol TB Simatupang, berhasil memperjuangkan TNI diakui sebagai satu-satunya organisasi militer dalam Republik Indonesia Serikat.

Dengan demikian, tiap masalah dengan Belanda adalah sengketa antardua negara berdaulat yang jika terpaksa, diselesaikan dengan cara militer. Itulah yang hampir terjadi secara terbuka tahun 1962. Ternyata, kombinasi diplomasi dan perjuangan akhirnya melahirkan Indonesia Merdeka.

Sabam Siagian, Redaktur Senior The Jakarta Post
Dijumput dari: http://andit2anggi.wordpress.com/2008/09/08/tan-malaka-sumber-anusapati/

Tidak ada komentar:

A Musthafa A Rodhi Murtadho A Wahyu Kristianto A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Wachid BS Abdullah al-Mustofa Abdullah Khusairi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimanyu Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Maulani Adek Alwi Adhi Pandoyo Adrian Ramdani Ady Amar Afrizal Malna Agnes Rita Sulistyawati Aguk Irawan Mn Agus R. Sarjono Agus Riadi Agus Subiyakto Agus Sulton Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahm Soleh Ahmad Farid Tuasikal Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Luthfi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadie Thaha Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rasyid AJ Susmana Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander Aur Alexander G.B. Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Rif’an Aliela Alimuddin Alit S. Rini Alunk Estohank Ami Herman Amich Alhumami Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminudin TH Siregar Ammilya Rostika Sari An. Ismanto Anaz Andaru Ratnasari Andhi Setyo Wibowo Andhika Prayoga Andong Buku #3 Andrenaline Katarsis Andri Cahyadi Angela Anies Baswedan Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Sudibyo Anton Wahyudi Anwar Holid Anwar Siswadi Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Zulkifli Arti Bumi Intaran Asarpin Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayu Utami Azyumardi Azra Babe Derwan Bagja Hidayat Balada Bandung Mawardi Bayu Agustari Adha Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernadette Lilia Nova Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Bhakti Hariani Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budi Winarto Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Camelia Mafaza Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cecep Syamsul Hari Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Choirul Rikzqa D. Dudu A.R D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Dantje S Moeis Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Darmanto Jatman Dedy Tri Riyadi Delvi Yandra Denny JA Denny Mizhar Dewi Anggraeni Dian Basuki Dian Hartati Dian Sukarno Dian Yanuardy Diana AV Sasa Dinar Rahayu Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi Warsidi Edy Firmansyah EH Kartanegara Eka Alam Sari Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil Amir Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Evan Ys F. Budi Hardiman Fadly Rahman Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fani Ayudea Fariz al-Nizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatkhul Aziz Felix K. Nesi Film Fitri Yani Franditya Utomo Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Garna Raditya Gde Artawan Geger Riyanto Gendhotwukir George Soedarsono Esthu Gerakan Surah Buku (GSB) Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Tri Atmojo H. Supriono Muslich H.B. Jassin Hadi Napster Halim H.D. Hamberan Syahbana Hamidah Abdurrachman Han Gagas Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Priyatna Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasan Junus Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Helwatin Najwa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendriyo Widi Ismanto Hepi Andi Bastoni Heri Latief Heri Listianto Herry Firyansyah Heru Untung Leksono Hikmat Darmawan Hilal Ahmad Hilyatul Auliya Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur Husnun N Djuraid I Nyoman Suaka Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilenk Rembulan Ilham khoiri Imam Jazuli Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Iman Budi Santosa Imelda Imron Arlado Imron Tohari Indiar Manggara Indira Margareta Indra Darmawan Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ingki Rinaldi Insaf Albert Tarigan Intan Hs Isbedy Stiawan ZS Ismail Amin Ismi Wahid Ivan Haris Iwan Gunadi Jacob Sumardjo Jafar Fakhrurozi Jajang R Kawentar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean-Marie Gustave Le Clezio JJ. Kusni Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Julika Hasanah Julizar Kasiri Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kadir Ruslan Kartika Candra Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Ketut Yuliarsa KH. Ma'ruf Amin Khaerudin Khalil Zuhdy Lawna Kholilul Rohman Ahmad Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Krisandi Dewi Kritik Sastra Kucing Oren Kuswinarto Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lenah Susianty Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto M Shoim Anwar M. Arman A.Z. M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Harya Ramdhoni M. Kasim M. Latief M. Wildan Habibi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria hartiningsih Maria Serenada Sinurat Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Marsus Banjarbarat Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masriadi Mawar Kusuma Wulan Max Arifin Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Mezra E. Pellondou Micky Hidayat Mihar Harahap Misbahus Surur Moh Samsul Arifin Moh. Syafari Firdaus Mohamad Asrori Mulky Mohammad Afifuddin Mohammad Fadlul Rahman Muh Kholid A.S. Muh. Muhlisin Muhajir Arifin Muhamad Sulhanudin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Azka Fahriza Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Nafi’ah Al-Ma’rab Naskah Teater Nezar Patria Nina Setyawati Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noor H. Dee Noval Maliki Nunuy Nurhayati Nur Haryanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurudin Octavio Paz Oliviaks Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pamusuk Eneste Panda MT Siallagan Pandu Jakasurya PDS H.B. Jassin Philipus Parera Pradewi Tri Chatami Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R Sutandya Yudha Khaidar R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rahmat Sutandya Yudhanto Raihul Fadjri Rainer Maria Rilke Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridha al Qadri Ridwan Munawwar Rikobidik Riri Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rizky Andriati Pohan Robert Frost Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Romi Febriyanto Saputro Rosihan Anwar RR Miranda Rudy Policarpus Rukardi S Yoga S. Jai S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Gerilyawan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra SelaSastra ke #24 Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Subhan SD Suci Ayu Latifah Sulaiman Djaya Sulistiyo Suparno Sunaryo Broto Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunudyantoro Suriali Andi Kustomo Suryadi Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Susilowati Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Bahri Syam Sdp Syarif Hidayatullah Tajuddin Noor Ganie Tammalele Tan Malaka Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Tengsoe Tjahjono Th Pudjo Widijanto Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tiya Hapitiawati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Joko Susilo Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Umar Kayam Undri Uniawati Universitas Indonesia UU Hamidy Vyan Tashwirul Afkar W Haryanto W.S. Rendra Wahyudin Wannofri Samry Warung Boenga Ketjil Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Web Warouw Wijang Wharek Wiko Antoni Wina Bojonegoro Wira Apri Pratiwi Wiratmo Soekito Wishnubroto Widarso Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Wing King WS Rendra Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yosi M. Giri Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Yuyu AN Krisna Zaki Zubaidi Zalfeni Wimra Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhaenal Fanani Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar Zulhasril Nasir