Jumat, 25 November 2011

Rainer Maria Rilke (1875-1926)

Nurel Javissyarqi
http://pustakapujangga.com/?p=321

Mawar,
ah penyangkalan belaka,
gairah pada yang tak terlelap
di sebalik begitu banyak Kelopak mata
(di batu nisan Rilke, 4 Des 1875 – 29 Des 1926).*

Sejarah hasrat riwayat tubuh, telah ada semenjak di kandungan ibu, pun jauh sebelum terciptanya bumi. Demikian penyair tidak dapat mengelak takdirnya, hadir seperti peralihan jaman, menggelinding tiada mampu menghindari. Pula insan unggul tetap berjuang keras menghadapi ruang-waktu percobaan; penjegalan, amukan warna kata-kata, musik apa saja menyerap dan disergap. Jalan hidup selempengan baja atau batu-batu dibungkus mata air, bukit disapu kabut, keluar dari ikatan indrawi. Merasuk gugusan bintang bayang-bayang jiwa, penyair tulen lebih gelap dari daging terbakar. Semua dari ketaksangkaan meski atas kesuntukan, yang diemban tidak lepas dari jeruji sejarah.

Manusia pilihan bukan segebok keisengan, ada tanjung runcing mata pedang, darah menetesi ujung pisau, embun kesepian, ketampanan malang digariskan. Tinggal menajamkan hati mata curiga oleh perubahan waktu perpindahan letak, menyiapkan gulungan rambut kusut merana. Lantas penyair-penyair lain memetik anggurnya, meraup segara jiwa menghisap keayuan sukma. Tidak mengurangi ketetapan-Nya malang melintang, nasib mujur terlupa, mata sayu lelah menangkap seluruh.

Bagiku Rilke pemuda tangguh menatap jalannya hayat, tidak goyah meski puisi-puisinya dicetak terbatas. Seperti pangeran telah faham kisah kerajaannya, dan dibawa kemana rakyatnya, para seniman. Pundak keras lebih dari perhitungan, matahari mengelupas kulit dan jauh mengerti tempaan bertubi-tubi. Kesetiaan menyunggi beban kata, membuatnya terkena fitnah, pengusiran, lebih merana dari anak hilang, sesalnya pun ditulis begitu indah.

SESAL
Rainer Maria Rilke

Segalanya jadi bayang
dan fana.
Aku yakin, bintang,
yang berkeredapan di atas sana,
sudah mampus berjuta warsa silam.
Aku yakin, dalam perahu,
yang melintas menderu,
kudengar gema ucapan seram.
Di dalam rumah, jarum jam
berhenti berdetik…
Di rumah yang mana?…
Aku ingin melangkah keluar dari bilik
jantungku dan melenggang di bawah angkasa.
Aku ingin berdoa.
Dan dari jutaan bintang yang padam
satu tersisa ada.
Aku yakin, aku faham,
bintang mana
yang masih berdiam,-
yang di ujung ekor cahayanya
nampak bagai sebuah kota putih seluruhnya…**

Penyair hidup dalam kekonyolan menerus, dipikulnya sepenuh kesadaran bulan matahari, sekejap menangguhkan beban ke bumi, keluar dari peredaran ketepatannya, masa di luar waktu kebanyakan. Pemeras intisari hayat terjatuhnya bola mata, dilihat kelereng bertabrakan keluar galaksi nalar sebelumnya. Jauh melampaui kesadaran jaman, sebab bersayap ke ujung yang belum tertandakan.

Keindahan mawar abadi, darah bergolak bermekaran harum hayati, makna pencari harus melewati lubang sempit tangkai keras merunduk terbentur. Nafas-nafas kadang tak terkendali hampir ditelan maut berkali-kali suntuk ingin bunuh diri. Di rasanya bukan goda, tapi pendewasan sesal melampaui batas-batas atmosfir hati terpecah. Sayap patah terbang di atas kesadaran, menentukan pandangan nilai atau eksekusi harus dilakukan, sebelum tangan lain merebut yang telah dipastikan.

Tubuh hangat pergolakan kian matang buah-buahan siap dipetik kapan pun musim mendapatkan. Ini jantung memberi arti, nadi mengeluarkan teka-teki, hawa malam siang tak henti mencari. Berlari dengan kaki-kaki tertancap duri, batu-batu bara api, pukulan bertubi serta diringkus dingin menyayat tulang, mematahkan balung. Sendi-sendi dirasuki hujan hujatan, rawa-rawa tiada bulan, hanya kilatan petir menandaskan kecantikan teratai. Jiwa sejati; penyair tulen tak pernah mati, andaipun kuburannya sudah tak dapat dikenali.

Aku rasakan penyair atas kutukan para nabi, disumpahi jadi insan setengah gila di ambang mati, sebab percaya ayat-ayat harus disampaikan dari keblingeran, pantulan pergantian warna cakrawala melenakan. Jiwa tak tersentuh benda memasuki alam rahasia, bagi bersanggup tabah mereguk nikmatnya. Yang tidak gadaikan tubuh jiwanya terangkat, memasuki pusaran meninggalkan bayangan. Kata-kata manis dicecapnya di bathin sakit, dan ketika tersenyum hilanglah kesadarannya.

Sungguh berat takdir tak dipungkiri, mundur selangkah, lumat perjuangan, jika maju tanpa bekal sama tak bermakna. Karena ruang waktunya mematenkan setingkap lapisan jiwa, sekerak bumi pasrah digodok musim hujan kemarau perimbangan. Di sini kemampuan bernafas terolah, sebaik-baik sangkaan membumi langit kesadaran. Melewati kesilapan tenggang menegangkan, yang tiada sudah hadir, seperti pendaki mengenali mata angin, tak bakal tersesat dalam diri.

BAUDELAIRE
untuk Anita Forrer/14 April 1921

Cuma penyair seorang dunia disatukan,
yang cerai berai berjauhan.
Yang indah gila-gilaan ia ungkapkan,
meski baginya siksaan, masih juga ia rayakan,
tak habis putus reruntuhan ia bersihkan:
bahkan sekaligus kemusnahan akan segala.***

Ulrike Draesner berkata: “Jika Puisi tertuju pada-yang-tak-nampak, lalu apa itu yang-tak-nampak? Bagi Rilke, ia akan menjawab: bukan ikhwal, tapi sebuah laku sebuah sikap. Ia menyebutnya “takjub.” Bukan jenis takjub seperti pada filsuf dalam memahami. Berpuisi ialah ketakjuban pada lambang-lambang. Berjalan di muka, tafakur, dan menghayati dalam lambang-lambang.”

Di sini kodrat tegar nelangsanya penyair, kutukan tak henti meringkusnya, apalagi saat mencapai ketakjuban. Perasaan atas ufuk nalar diwaktu senjakala bathinnya terampas keindahan gamang. Hadir keampangan aneh, hampa yang ganjil, ditekan rasa sakit memberat padat. Terus dijejakkannya inspirasi demi mengekalkan kata-kata lepas, takdir yang entah sia-sia. Atau di sini, dunia mencapai klimaknya, tidak putus dirundung kesepian merindu, walau tanpa segelas kohwa.

Rilke lambang kejantanan, apapun di depannya diterjang laksana kaki-kaki baja. Kabut tersibak, senyum manis tampak, tetesan embun terlihat hati melampaui akal. Misteri melingkupi kenyataan yang dicium peluk kesungguhan hebat. Tak bakal terlupakan lumatan yang sudah disadap kangen tak tertahan. Paras tak mungkin terlupakan, senyum terkenang menjelma bayang-bayang ingatan, di setiap malam siang matahari bulan menyertai. Rilke, bintangmu masih ada.

*,**,***) terjemahan Dudy Anggawi, dari buku Puisi-puisi Rilke, Henk Publica.

Tidak ada komentar:

A Musthafa A Rodhi Murtadho A Wahyu Kristianto A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Wachid BS Abdullah al-Mustofa Abdullah Khusairi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimanyu Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Maulani Adek Alwi Adhi Pandoyo Adrian Ramdani Ady Amar Afrizal Malna Agnes Rita Sulistyawati Aguk Irawan Mn Agus R. Sarjono Agus Riadi Agus Subiyakto Agus Sulton Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahm Soleh Ahmad Farid Tuasikal Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Luthfi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadie Thaha Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rasyid AJ Susmana Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander Aur Alexander G.B. Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Rif’an Aliela Alimuddin Alit S. Rini Alunk Estohank Ami Herman Amich Alhumami Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminudin TH Siregar Ammilya Rostika Sari An. Ismanto Anaz Andaru Ratnasari Andhi Setyo Wibowo Andhika Prayoga Andong Buku #3 Andrenaline Katarsis Andri Cahyadi Angela Anies Baswedan Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Sudibyo Anton Wahyudi Anwar Holid Anwar Siswadi Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Zulkifli Arti Bumi Intaran Asarpin Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayu Utami Azyumardi Azra Babe Derwan Bagja Hidayat Balada Bandung Mawardi Bayu Agustari Adha Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernadette Lilia Nova Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Bhakti Hariani Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budi Winarto Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Camelia Mafaza Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cecep Syamsul Hari Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Choirul Rikzqa D. Dudu A.R D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Dantje S Moeis Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Darmanto Jatman Dedy Tri Riyadi Delvi Yandra Denny JA Denny Mizhar Dewi Anggraeni Dian Basuki Dian Hartati Dian Sukarno Dian Yanuardy Diana AV Sasa Dinar Rahayu Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi Warsidi Edy Firmansyah EH Kartanegara Eka Alam Sari Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil Amir Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Evan Ys F. Budi Hardiman Fadly Rahman Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fani Ayudea Fariz al-Nizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatkhul Aziz Felix K. Nesi Film Fitri Yani Franditya Utomo Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Garna Raditya Gde Artawan Geger Riyanto Gendhotwukir George Soedarsono Esthu Gerakan Surah Buku (GSB) Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Tri Atmojo H. Supriono Muslich H.B. Jassin Hadi Napster Halim H.D. Hamberan Syahbana Hamidah Abdurrachman Han Gagas Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Priyatna Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasan Junus Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Helwatin Najwa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendriyo Widi Ismanto Hepi Andi Bastoni Heri Latief Heri Listianto Herry Firyansyah Heru Untung Leksono Hikmat Darmawan Hilal Ahmad Hilyatul Auliya Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur Husnun N Djuraid I Nyoman Suaka Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilenk Rembulan Ilham khoiri Imam Jazuli Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Iman Budi Santosa Imelda Imron Arlado Imron Tohari Indiar Manggara Indira Margareta Indra Darmawan Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ingki Rinaldi Insaf Albert Tarigan Intan Hs Isbedy Stiawan ZS Ismail Amin Ismi Wahid Ivan Haris Iwan Gunadi Jacob Sumardjo Jafar Fakhrurozi Jajang R Kawentar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean-Marie Gustave Le Clezio JJ. Kusni Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Julika Hasanah Julizar Kasiri Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kadir Ruslan Kartika Candra Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Ketut Yuliarsa KH. Ma'ruf Amin Khaerudin Khalil Zuhdy Lawna Kholilul Rohman Ahmad Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Krisandi Dewi Kritik Sastra Kucing Oren Kuswinarto Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lenah Susianty Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto M Shoim Anwar M. Arman A.Z. M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Harya Ramdhoni M. Kasim M. Latief M. Wildan Habibi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria hartiningsih Maria Serenada Sinurat Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Marsus Banjarbarat Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masriadi Mawar Kusuma Wulan Max Arifin Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Mezra E. Pellondou Micky Hidayat Mihar Harahap Misbahus Surur Moh Samsul Arifin Moh. Syafari Firdaus Mohamad Asrori Mulky Mohammad Afifuddin Mohammad Fadlul Rahman Muh Kholid A.S. Muh. Muhlisin Muhajir Arifin Muhamad Sulhanudin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Azka Fahriza Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Nafi’ah Al-Ma’rab Naskah Teater Nezar Patria Nina Setyawati Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noor H. Dee Noval Maliki Nunuy Nurhayati Nur Haryanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurudin Octavio Paz Oliviaks Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pamusuk Eneste Panda MT Siallagan Pandu Jakasurya PDS H.B. Jassin Philipus Parera Pradewi Tri Chatami Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R Sutandya Yudha Khaidar R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rahmat Sutandya Yudhanto Raihul Fadjri Rainer Maria Rilke Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridha al Qadri Ridwan Munawwar Rikobidik Riri Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rizky Andriati Pohan Robert Frost Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Romi Febriyanto Saputro Rosihan Anwar RR Miranda Rudy Policarpus Rukardi S Yoga S. Jai S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Gerilyawan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra SelaSastra ke #24 Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Subhan SD Suci Ayu Latifah Sulaiman Djaya Sulistiyo Suparno Sunaryo Broto Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunudyantoro Suriali Andi Kustomo Suryadi Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Susilowati Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Bahri Syam Sdp Syarif Hidayatullah Tajuddin Noor Ganie Tammalele Tan Malaka Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Tengsoe Tjahjono Th Pudjo Widijanto Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tiya Hapitiawati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Joko Susilo Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Umar Kayam Undri Uniawati Universitas Indonesia UU Hamidy Vyan Tashwirul Afkar W Haryanto W.S. Rendra Wahyudin Wannofri Samry Warung Boenga Ketjil Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Web Warouw Wijang Wharek Wiko Antoni Wina Bojonegoro Wira Apri Pratiwi Wiratmo Soekito Wishnubroto Widarso Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Wing King WS Rendra Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yosi M. Giri Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Yuyu AN Krisna Zaki Zubaidi Zalfeni Wimra Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhaenal Fanani Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar Zulhasril Nasir