Ibnu Rusydi
http://www.korantempo.com/
Meski berangkat dari kisah nonfiksi, jalinan cerita Merah Putih difiksikan.
Sudah lama kita tak melihat film nasional bertema perang ditayangkan di bioskop domestik. Tapi, sebentar lagi, mulai 13 Agustus, layar lebar bakal dihias kisah pejuang-pejuang Indonesia dalam merebut kemerdekaan. Merah Putih judul film itu.
Film ini berfokus pada lima kadet yang mengikuti latihan kemiliteran di Jawa Tengah. Latar belakang kelimanya beragam suku dan agama. Suatu saat, tentara Belanda menyerang pusat latihan itu. Semua dibunuh, kecuali kelimanya yang berhasil meloloskan diri. Mereka lalu bergabung dengan gerilyawan yang dipimpin Jenderal Soedirman.
Skenario film ini berangkat dari cerita Margono Djojohadikusumo, ketua Dewan Pertimbangan Agung pertama republik ini. Dia pernah melanjutkan perjuangan Partai Nasionalis Indonesia, saat tokoh-tokoh partai itu ditangkap dan dibuang. Margono juga merupakan kakek pengusaha Hasjim Djojohadikusumo, produser eksekutif Merah Putih.
Cerita itu lalu diolah oleh Connor Allyn, warga Amerika Serikat yang baru pertama kali ini mengolah skenario. Dia adalah putra Rob Allyn, yang juga tercatat sebagai pembuat skenario Merah Putih. Rob Allyn adalah konsultan politik asal Texas, pernah menjadi penasihat presiden George W. Bush. Sebagai penulis, sejumlah bukunya sudah diterbitkan.
Meski berangkat dari kisah nonfiksi, sutradara Yadi Sugandi memutuskan memfiksikan jalinan cerita. “Kalau tidak difiksikan, saya harus bersandar pada sejarah. Kalau begitu, saya angkat tangan karena harus ada riset yang sangat teliti. Dengan fiksi, saya bisa melanggar beberapa hal. Saya lebih bebas,” kata Yadi kemarin.
Contoh “pelanggaran legal” yang dilakukan dalam film ini misalnya soal ledakan. “Itu memang kita eksploitasi. Pada 1947, saya belum lahir. Jadi saya tak tahu ledakan zaman dulu itu seperti apa,” kata Yadi mencontohkan. Hal-hal lain juga difiksikan seperti moda transportasi, segala macam aksesori, mode pakaian, tanda kepangkatan, juga gaya memotong kumis dan cambang yang berlaku pada tempo yang dikisahkan dalam film.
Begitu pula konstruksi latar belakang sosial masyarakat. Tim film ini membuat sendiri latarnya, seperti properti, kondisi dusun, dan tingkat kemiskinan masyarakat saat itu. “Tapi semua sebisa mungkin didasari data otentik,” kata Yadi.
Yadi memang baru pertama kali ini menyutradarai film. Dia lebih dikenal sebagai penata gambar yang andal. Tadinya film ini akan disutradarai orang asing. Namun, pihak produser menunjuk Yadi, yang dinilai mengikuti sejak awal proses persiapan pembuatan film. Tadinya ia sempat ingin menolak. Namun, setelah mengetahui skenario yang dinilai sangat nasionalis, sinematografer itu menyanggupi permintaan menjadi sutradara. “Kalau hanya drama, saya tolak,” kata Yadi.
Tokoh-tokoh sejarah, seperti Soedirman, juga digambarkan selintas. “Takut salah juga. Kami mengeksploitasi pemain kami sendiri,” ujarnya. Dalam perjalanan para tokoh, yang bergerilya dari Jawa Tengah ke Jawa Barat, mereka diceritakan sempat bersinggungan dengan tentara Darul Islam. Terjadi kontak senjata. Tapi, kedua pihak ternyata punya tujuan sama: membela Republik Indonesia. Sikap itu diambil sebagai pengingat, bahwa kita yang berkonflik pun punya tujuan mulia yang sama.
Film ini didukung Lukman Sardi (Amir), Donny Alamsyah (Tomas), Teuku Rifnu Wikana (Dayan), Darius Sinathrya (Marius), Zumi Zola (Soerono), Astri Nurdin (Melati, istri Amir) dan pendatang baru Rahayu Saraswati (Senja). Mereka melakoni skenario yang menonjolkan persahabatan dan percintaan dalam masa revolusi fisik. Tapi aspek yang paling mengemuka adalah rasa nasionalisme.
Yang menarik, senjata-senjata yang digunakan dalam film ini adalah asli. Tak ada imitasi. Sebagian properti itu dipinjamkan TNI–meski banyak yang tak lagi berfungsi. Untung ada ahli senjata yang bisa menghidupkan kembali semua peninggalan lawas itu. “Kami tak bisa pakai senjata bohongan,” kata Yadi. Itu untuk mengejar nuansa keaslian. “Seperti suara selongsong jatuh dari senjata, ada dentingnya. Senjata palsu kan tak mengeluarkan selongsong.”
Merah Putih adalah bagian pertama dari Trilogi Kemerdekaan. Sekuel dan bagian terakhirnya akan menyusul. Tiga film itu, kata Yadi, sudah selesai diambil gambarnya dalam tiga bulan yang padat. Untuk sekuel dan lanjutannya tengah dalam proses pascaproduksi. “Sekitar 20 persen lagi selesai,” ujarnya.
Ketiga film itu menghabiskan biaya Rp 60 miliar termasuk promosi. Menurut Yadi, itu adalah biaya yang tak berlebihan dan tim tak boros dalam penggunaannya. Dana itu membiayai pemakaian tenaga ahli kelas dunia, pembuatan replika kendaraan, hingga pembelian peluru beneran. IBNU RUSYDI
Disokong Ahli Kelas Dunia
Kita tentu ingat film The Dark Knight. Tata rias dan visual efeknya dahsyat. Atau berbagai senjata di film The Matrix, saat Morpheus dan Neo bertemu denganAgen Smith dan kawan-kawan. Nah, di film Merah Putih, sejumlah tenaga ahli yang pernah terlibat film-film Hollywood ikut pula bekerja sama.
Sebut saja Robert Trenton alias Rob Trenton. Dialah yang dulu bertanggung jawab terhadap tata rias The Joker–diperankan mendiang Heath Ledger. Keahlian khususnya adalah make-up prostetik, yaitu bahan pengganti artifisial anggota tubuh. Keahliannya itu pernah juga dipakai di film Star Wars Episode III: Revenge of the Sith.
Koordinator efek khusus untuk Merah Putih adalah Adam Howarth, pria Inggris yang sudah wira-wiri sebagai desainer dan penasihat efek khusus. Dialah yang memoles film Saving Private Ryan dan Black Hawk Down, juga dua film Harry Potter (2001 dan 2002). Keahliannya adalah membuat model yang simulasi gerakannya diatur di komputer, menyerupai gerakan binatang atau manusia.
Ahli persenjataan di film ini adalah John Bowring, yang juga dipakai di film The Matrix, film Australia Crocodile Dundee II, The Thin Red Line, Australia, juga X-Men Origins: Wolverine. Salah satu perannya di Merah Putih adalah memperbaiki berbagai persenjataan pinjaman TNI yang sudah tak berfungsi.
Dia bahkan mengimpor suku-suku cadang senjata lawas itu. “Ada satu jenis senjata yang dulu biasa dipakai di jip, yang kini pelurunya tak lagi diproduksi. Oleh Bowring, kalibernya dikecilkan sehingga bisa memakai peluru lain,” kata Yadi Sugandi.
Selain itu, masih ada Rocky McDonald, koordinator pemeran pengganti (stunts) pada adegan-adegan berbahaya. Dia pernah mengkoordinasi adegan-adegan berbahaya pada film Mission Impossible II, juga di film kebanggaan Negeri Kanguru, Australia. Sejak 1980-an, dia memang kerap menjadi stunt man di berbagai tayangan televisi hingga layar lebar.
Masih ada Mark Knight sebagai asisten sutradara. Posisi sama pernah ia lakoni pada Beautiful (2009) dan December Boys (2007).
Sederet nama-nama kelas dunia itu memang ikut mendongkrak biaya produksi. Tapi, kata Yadi, semuanya profesional. “Selama tiga bulan pengambilan gambar, mereka merekrut staf-staf lokal. Semua diajari banyak hal. Ada proses alih teknologi selama pembuatan Merah Putih,” ujarnya.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Musthafa
A Rodhi Murtadho
A Wahyu Kristianto
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Wachid BS
Abdullah al-Mustofa
Abdullah Khusairi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimanyu
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Maulani
Adek Alwi
Adhi Pandoyo
Adrian Ramdani
Ady Amar
Afrizal Malna
Agnes Rita Sulistyawati
Aguk Irawan Mn
Agus R. Sarjono
Agus Riadi
Agus Subiyakto
Agus Sulton
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahm Soleh
Ahmad Farid Tuasikal
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Luthfi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadie Thaha
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rasyid
AJ Susmana
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander Aur
Alexander G.B.
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Rif’an
Aliela
Alimuddin
Alit S. Rini
Alunk Estohank
Ami Herman
Amich Alhumami
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminudin TH Siregar
Ammilya Rostika Sari
An. Ismanto
Anaz
Andaru Ratnasari
Andhi Setyo Wibowo
Andhika Prayoga
Andong Buku #3
Andrenaline Katarsis
Andri Cahyadi
Angela
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Sudibyo
Anton Wahyudi
Anwar Holid
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Zulkifli
Arti Bumi Intaran
Asarpin
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayu Utami
Azyumardi Azra
Babe Derwan
Bagja Hidayat
Balada
Bandung Mawardi
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benni Setiawan
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Bernadette Lilia Nova
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Bhakti Hariani
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budi Winarto
Buku Kritik Sastra
Buldanul Khuri
Bustan Basir Maras
Camelia Mafaza
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Choirul Rikzqa
D. Dudu A.R
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Darmanto Jatman
Dedy Tri Riyadi
Delvi Yandra
Denny JA
Denny Mizhar
Dewi Anggraeni
Dian Basuki
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dian Yanuardy
Diana AV Sasa
Dinar Rahayu
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Warsidi
Edy Firmansyah
EH Kartanegara
Eka Alam Sari
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil Amir
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
F. Budi Hardiman
Fadly Rahman
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fani Ayudea
Fariz al-Nizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatkhul Aziz
Felix K. Nesi
Film
Fitri Yani
Franditya Utomo
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Garna Raditya
Gde Artawan
Geger Riyanto
Gendhotwukir
George Soedarsono Esthu
Gerakan Surah Buku (GSB)
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Tri Atmojo
H. Supriono Muslich
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim H.D.
Hamberan Syahbana
Hamidah Abdurrachman
Han Gagas
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hasan Aspahani
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Helvy Tiana Rosa
Helwatin Najwa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendriyo Widi Ismanto
Hepi Andi Bastoni
Heri Latief
Heri Listianto
Herry Firyansyah
Heru Untung Leksono
Hikmat Darmawan
Hilal Ahmad
Hilyatul Auliya
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husnun N Djuraid
I Nyoman Suaka
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilenk Rembulan
Ilham khoiri
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Iman Budi Santosa
Imelda
Imron Arlado
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Margareta
Indra Darmawan
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ingki Rinaldi
Insaf Albert Tarigan
Intan Hs
Isbedy Stiawan ZS
Ismail Amin
Ismi Wahid
Ivan Haris
Iwan Gunadi
Jacob Sumardjo
Jafar Fakhrurozi
Jajang R Kawentar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean-Marie Gustave Le Clezio
JJ. Kusni
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Julika Hasanah
Julizar Kasiri
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kadir Ruslan
Kartika Candra
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Ketut Yuliarsa
KH. Ma'ruf Amin
Khaerudin
Khalil Zuhdy Lawna
Kholilul Rohman Ahmad
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Krisandi Dewi
Kritik Sastra
Kucing Oren
Kuswinarto
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lenah Susianty
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
M Shoim Anwar
M. Arman A.Z.
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Harya Ramdhoni
M. Kasim
M. Latief
M. Wildan Habibi
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria hartiningsih
Maria Serenada Sinurat
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Marsus Banjarbarat
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masriadi
Mawar Kusuma Wulan
Max Arifin
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Mezra E. Pellondou
Micky Hidayat
Mihar Harahap
Misbahus Surur
Moh Samsul Arifin
Moh. Syafari Firdaus
Mohamad Asrori Mulky
Mohammad Afifuddin
Mohammad Fadlul Rahman
Muh Kholid A.S.
Muh. Muhlisin
Muhajir Arifin
Muhamad Sulhanudin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Azka Fahriza
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naskah Teater
Nezar Patria
Nina Setyawati
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noor H. Dee
Noval Maliki
Nunuy Nurhayati
Nur Haryanto
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurudin
Octavio Paz
Oliviaks
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Panda MT Siallagan
Pandu Jakasurya
PDS H.B. Jassin
Philipus Parera
Pradewi Tri Chatami
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R Sutandya Yudha Khaidar
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmadi Usman
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rahmat Sutandya Yudhanto
Raihul Fadjri
Rainer Maria Rilke
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridha al Qadri
Ridwan Munawwar
Rikobidik
Riri
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rizky Andriati Pohan
Robert Frost
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Romi Febriyanto Saputro
Rosihan Anwar
RR Miranda
Rudy Policarpus
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Gerilyawan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra
SelaSastra ke #24
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Subhan SD
Suci Ayu Latifah
Sulaiman Djaya
Sulistiyo Suparno
Sunaryo Broto
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunudyantoro
Suriali Andi Kustomo
Suryadi
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susi Ivvaty
Susianna
Susilowati
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Bahri
Syam Sdp
Syarif Hidayatullah
Tajuddin Noor Ganie
Tammalele
Tan Malaka
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Trianton
Tengsoe Tjahjono
Th Pudjo Widijanto
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tiya Hapitiawati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Joko Susilo
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi
Umar Kayam
Undri
Uniawati
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Vyan Tashwirul Afkar
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyudin
Wannofri Samry
Warung Boenga Ketjil
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Web Warouw
Wijang Wharek
Wiko Antoni
Wina Bojonegoro
Wira Apri Pratiwi
Wiratmo Soekito
Wishnubroto Widarso
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Wing King
WS Rendra
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yosi M. Giri
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Yuyu AN Krisna
Zaki Zubaidi
Zalfeni Wimra
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhaenal Fanani
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Zulhasril Nasir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar