Judul Buku : Lekra Tak Membakar Buku (Suara Senyap Lembar Kebudayaan Harian Rakjat 1950-1965)
Penulis : Rhoma Dwi Aria Yuliantri & Muhidin M. Dahlan
Penerbit : Merakesumba, Jogjakarta
Cetakan : I, September 2008
Tebal : 584 halaman
Peresensi: Misbahus Surur
http://soeroer.blogspot.com/
Beragam fakta yang terbuka sumbatnya saat ini, tak ubahnya korban dari pemberangusan dan usaha penghilangan jejak sejarah di masa lampau. Beberapa gerakan yang sebenarnya dulu punya peran-peran besar menghantarkan arah demokrasi dan berkebudayaan demi memajukan masyarakat bangsa dan negara ke arah yang lebih baik; lepas dari belenggu kolonialisme senyatanya, kerap kena telikung dan agitasi negatif. Bahkan ibarat ajaran sesat, ia harus dipetimatikan dan digembok dari luar, biar tidak ada orang yang tahu tentangnya, apalagi coba-coba meminatinya kembali. Ulah seperti ini merupakan upaya-upaya licik menjauhkan bahkan mengamnesiakan masyarakat terhadap sejarah. Ingatan kita seakan ditekan, lalu dijauhkan dari fakta yang sebenarnya. Pelekatan nama angker dan stigma buruk zaman orde baru itu, bagai hal lumrah yang mesti diterima.
Pada era-era ketika Republik ini masih bayi, kendati bangsa ini telah meraih citanya-citanya; mencapai kemerdekaan yang diimpi-impikan sudah sejak lama. Sesungguhnya Indonesia belumlah lepas betul dari cengkeraman kuku ideologi imporan penjajah. Terbukti di era itu, virus imperialisme, kolonialisme serta feodalisme tak lelah-lelah menggerogoti dan menginfeksi Republik baru, Indonesia. Ruh ideologi imporan itu terus berkamuflase, seakan dengan model yang pada dasarnya sama ia mencipta dalam berbagai versi baru yang berbeda. Saat itu, secara hukum internasional, Indonesia telah merdeka, namun kuku kolonialisme, imperialisme serta feodalisme masih keberatan melepas seluruh cengkeramannya.
Saat ambruknya demokrasi parlementer, tak seorangpun tahu seperti apa bentuk pemerintahan yang akan datang. Sampai diambillah sebuah kebijakan baru oleh presiden Soekarno. Era itu diberi nama era ”Demokrasi Terpimpin” (1957-1965). Bentuk pemerintahan ini diambil tersebab terus berlanjutnya masa-masa krisis berkebangsaan. Dalam sejarah tercatat, era ini sebagai era paling kacau pasca revolusi 1945. Proses revolusi tertahan oleh prahara-prahara dan sengketa politik di dalam negeri.
Di era itu, garis politik negara mengkredokan Manifesto Politik (Manipol). Dalam berbagai ranah segalanya mesti ditujukan untuk mengabdi pada revolusi yang belum selesai. Tak terkecuali dalam lapangan berkebudayaan, sikap berkebudayaan dan berkesenian harus diarahkan pada arus untuk mengabdi pada masyarakat: “Seni untuk rakyat” dan “Politik sebagai panglima”. Pada era-era berat inilah panggung kebudayaan dikuasai oleh Lekra (Lembaga Kebudajaan Rakjat). Karena itu, lembaga kebudayaan ini tercatat sebagai yang paling responsif terhadap bahaya laten musuh-musuh revolusi.
Dengan ikhtiar memayungi setiap laku kebudayaan bangsanya pada mazhab realisme sosial, para sastrawan Lekra ini dalam laku kesenian menganjurkan kembali ke basis, dalam artian, kembali ke jalur tradisi revolusioner; “Mendobrak pendjadjahan dari segala segi jang mungkin”. Sebuah garis revolusi kebudayaan yang ditarik dan dirumuskan dari seorang sastrawan revolusioner klasik Nusantara, Abdullah bin Abdulkadir Munsji (1796-1854). Dengan tetap menjunjung tinggi kredo kebudayaan bukan semata konsumsi kaum suka hibur, demi pemenuhan nafsu kesenangan yang tanpa batas, tetapi harus diabdikan sepenuhnya untuk rakyat dan tujuan revolusi yang masih bayi. Harapan berkesenian mereka adalah seni tidak sekadar tempat menuangkan keindahan, namun seni dan sastra harus dapat mengabdi. Menjadi sarana, bahkan alat politik untuk mengurai ketimpangan sosial.
Karena tugas dan misi yang diemban pekerja budaya seperti ini diklaim menyimpang dari watak sastra dan pakem berkebudayaan. Terjadilah geger budaya di era itu. Misi dan sikap berkebudayaan seperti itu banyak menuai penentangan-penentangan keras kubu Manifestan. Yakni kelompok yang berseberangan dengan watak ideologi Lekra. Inilah yang terjadi di panggung budaya era 60-an. Para seniman-sastrawan yang tak sekata dengan ideologi anutan Lekra ini berpolemik panjang hingga berlarut-larut.
Namun saat tumbangnya Orde Lama dan tampilnya Orde Baru, Lekra dianggap sebagai tukang bikin kisruh, tukang ganyang buku dan pembuat onar. Lekra memang dilahirkan dari rahim para manusia yang mayoritas adalah orang-orang dengan ideologi kiri; Sosialis-Komunis. Kendati begitu, dalam penelusuran buku ini, Lekra bukanlah underbow dari partai yang pada zamannya Soeharto dicap terlarang itu. Lekra secara geneologi faham berkebudayaan bertali-temali dengan mazhab realisme sosialis ala Maxim Gorky, sedang dalam keterkaitan ideologi berkiblat pada Marxis-Leninis. Tak dimungkiri pula bila lembaga ini dalam garis perjuangannya memang searah dengan garis politik PKI. Pun sebagian besar pekerja budayanya juga adalah organ-organ komunis. Namun betulkah waktu itu mereka mengebiri kebebasan mencipta kubu manifes? Bagaimana sebenarnya? Jawabannya akan kita temukan dalam esai panjang ini.
Buku ini tersusun melalui jejak rekam sumber tunggal, rubrik budaya koran Harian Rakjat yang hidup sepanjang tahun 1950-1965. Dan dapat terwujud berkat kerja kreatif dan telaten tak kenal lelah, dua orang penulis muda yang juga kerani di Indonesia Buku (I: BOEKOE). Penulis memanfaatkan secara intensif lembar-lembar kebudayaan Harian Rakjat yang tertimbun sekitar 30-an tahun, dari ruang terlarang sebuah perpustakaan di Jogjakarta. Namun tidak mudah, untuk meriset koran terlarang itu mereka harus minta izin secara persuasif pada para penjaga pustaka, lantas menyeleksi 15 ribuan artikel budaya dengan cepat, sebab katanya mereka harus balapan dengan rayap rakus kelaparan, yang juga berminat menyantap koran-koran usang bersejarah itu. Dan dengan memakan waktu sekitar 1,5 tahun, siang malam, akhirnya dapat mereka rampungkan.
Barangkali inilah sebuah buku hasil riset pertama tentang sebuah lembaga kebudayaan (Lekra) terlengkap, yang merekam hiruk pikuk laku kebudayaan era Demokrasi Terpimpin. Buku ini seolah menjadi antitesis bagi tuduhan-tuduhan yang sudah kadung melekat ke Lekra. Misalnya, dalam buku Prahara Budaya (1995) yang dieditori Taufik Ismail & DS Moeljanto, Lekra kena tuduh terlibat perilaku vandalisme membakari buku-buku berbau USIS (sebuah kantor informasi milik Amerika) dan penyebab dilarangnya buku-buku karya sastrawan Manifes. Buku ini hendak menjawab kritik pedas itu. Namun untuk mendapatkan suatu informasi yang tak sepihak, dan agar dapat mendalami kekisruhan itu secara proporsional, kiranya layak pula kita baca lagi buku-buku yang juga merekam perpolitikan di era yang kata Syafi’i Ma’arif sarat gesekan itu. Misalnya seperti, Kesusastraan dan Kekuasaan-nya Goenawan Mohamad (1993), beberapa buku & esai HB Jassin serta Muchtar Lubis, dan terutama informasi dari buku Social Commitment in Literature and the Arts: the Indonesian ”Institute of People’s Culture” 1950-1965 (1986) karya Keith Foulcher.
Buku ini sangat layak diapresiasi. Namun karena penulisnya keburu bangkrut secara ekonomi (tanpa bekingan dana), –seperti yang telah mereka akui di milis-milis. Sedang buku ini belum sempat beroleh seorang penyunting. Tak heran bila di sana sini nantinya, akan kita temukan beberapa kesalahan juga kejanggalan redaksional yang (serba mungkin juga) dapat mempengaruhi substansi sejarah yang dimuatnya. Sedikit kekurangannya lagi, seperti huruf yang terlalu kecil, pemakaian kertas yang berkualitas rendah di mata, sungguh sangat disayangkan untuk ukuran buku yang mendokumentasikan sejarah Lekra. Kendati begitu, semua kesalahan tadi kiranya tetap tak dapat mengurangi besarnya informasi sejarah serta komplitnya ulasan dalam buku ini.
*) Pegiat buku, tinggal di Malang.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Musthafa
A Rodhi Murtadho
A Wahyu Kristianto
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Wachid BS
Abdullah al-Mustofa
Abdullah Khusairi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimanyu
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Maulani
Adek Alwi
Adhi Pandoyo
Adrian Ramdani
Ady Amar
Afrizal Malna
Agnes Rita Sulistyawati
Aguk Irawan Mn
Agus R. Sarjono
Agus Riadi
Agus Subiyakto
Agus Sulton
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahm Soleh
Ahmad Farid Tuasikal
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Luthfi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadie Thaha
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rasyid
AJ Susmana
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander Aur
Alexander G.B.
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Rif’an
Aliela
Alimuddin
Alit S. Rini
Alunk Estohank
Ami Herman
Amich Alhumami
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminudin TH Siregar
Ammilya Rostika Sari
An. Ismanto
Anaz
Andaru Ratnasari
Andhi Setyo Wibowo
Andhika Prayoga
Andong Buku #3
Andrenaline Katarsis
Andri Cahyadi
Angela
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Sudibyo
Anton Wahyudi
Anwar Holid
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Zulkifli
Arti Bumi Intaran
Asarpin
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayu Utami
Azyumardi Azra
Babe Derwan
Bagja Hidayat
Balada
Bandung Mawardi
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benni Setiawan
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Bernadette Lilia Nova
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Bhakti Hariani
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budi Winarto
Buku Kritik Sastra
Buldanul Khuri
Bustan Basir Maras
Camelia Mafaza
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Choirul Rikzqa
D. Dudu A.R
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Darmanto Jatman
Dedy Tri Riyadi
Delvi Yandra
Denny JA
Denny Mizhar
Dewi Anggraeni
Dian Basuki
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dian Yanuardy
Diana AV Sasa
Dinar Rahayu
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Warsidi
Edy Firmansyah
EH Kartanegara
Eka Alam Sari
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil Amir
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
F. Budi Hardiman
Fadly Rahman
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fani Ayudea
Fariz al-Nizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatkhul Aziz
Felix K. Nesi
Film
Fitri Yani
Franditya Utomo
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Garna Raditya
Gde Artawan
Geger Riyanto
Gendhotwukir
George Soedarsono Esthu
Gerakan Surah Buku (GSB)
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Tri Atmojo
H. Supriono Muslich
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim H.D.
Hamberan Syahbana
Hamidah Abdurrachman
Han Gagas
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hasan Aspahani
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Helvy Tiana Rosa
Helwatin Najwa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendriyo Widi Ismanto
Hepi Andi Bastoni
Heri Latief
Heri Listianto
Herry Firyansyah
Heru Untung Leksono
Hikmat Darmawan
Hilal Ahmad
Hilyatul Auliya
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husnun N Djuraid
I Nyoman Suaka
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilenk Rembulan
Ilham khoiri
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Iman Budi Santosa
Imelda
Imron Arlado
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Margareta
Indra Darmawan
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ingki Rinaldi
Insaf Albert Tarigan
Intan Hs
Isbedy Stiawan ZS
Ismail Amin
Ismi Wahid
Ivan Haris
Iwan Gunadi
Jacob Sumardjo
Jafar Fakhrurozi
Jajang R Kawentar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean-Marie Gustave Le Clezio
JJ. Kusni
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Julika Hasanah
Julizar Kasiri
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kadir Ruslan
Kartika Candra
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Ketut Yuliarsa
KH. Ma'ruf Amin
Khaerudin
Khalil Zuhdy Lawna
Kholilul Rohman Ahmad
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Krisandi Dewi
Kritik Sastra
Kucing Oren
Kuswinarto
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lenah Susianty
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
M Shoim Anwar
M. Arman A.Z.
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Harya Ramdhoni
M. Kasim
M. Latief
M. Wildan Habibi
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria hartiningsih
Maria Serenada Sinurat
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Marsus Banjarbarat
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masriadi
Mawar Kusuma Wulan
Max Arifin
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Mezra E. Pellondou
Micky Hidayat
Mihar Harahap
Misbahus Surur
Moh Samsul Arifin
Moh. Syafari Firdaus
Mohamad Asrori Mulky
Mohammad Afifuddin
Mohammad Fadlul Rahman
Muh Kholid A.S.
Muh. Muhlisin
Muhajir Arifin
Muhamad Sulhanudin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Azka Fahriza
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naskah Teater
Nezar Patria
Nina Setyawati
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noor H. Dee
Noval Maliki
Nunuy Nurhayati
Nur Haryanto
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurudin
Octavio Paz
Oliviaks
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Panda MT Siallagan
Pandu Jakasurya
PDS H.B. Jassin
Philipus Parera
Pradewi Tri Chatami
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R Sutandya Yudha Khaidar
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmadi Usman
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rahmat Sutandya Yudhanto
Raihul Fadjri
Rainer Maria Rilke
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridha al Qadri
Ridwan Munawwar
Rikobidik
Riri
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rizky Andriati Pohan
Robert Frost
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Romi Febriyanto Saputro
Rosihan Anwar
RR Miranda
Rudy Policarpus
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Gerilyawan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra
SelaSastra ke #24
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Subhan SD
Suci Ayu Latifah
Sulaiman Djaya
Sulistiyo Suparno
Sunaryo Broto
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunudyantoro
Suriali Andi Kustomo
Suryadi
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susi Ivvaty
Susianna
Susilowati
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Bahri
Syam Sdp
Syarif Hidayatullah
Tajuddin Noor Ganie
Tammalele
Tan Malaka
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Trianton
Tengsoe Tjahjono
Th Pudjo Widijanto
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tiya Hapitiawati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Joko Susilo
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi
Umar Kayam
Undri
Uniawati
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Vyan Tashwirul Afkar
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyudin
Wannofri Samry
Warung Boenga Ketjil
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Web Warouw
Wijang Wharek
Wiko Antoni
Wina Bojonegoro
Wira Apri Pratiwi
Wiratmo Soekito
Wishnubroto Widarso
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Wing King
WS Rendra
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yosi M. Giri
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Yuyu AN Krisna
Zaki Zubaidi
Zalfeni Wimra
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhaenal Fanani
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Zulhasril Nasir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar