Sabrank Suparno
http://forumsastrajombang.blogspot.com/
Masih lekat dalam ingatan kita tantang partai Golkar, partai yang awalnya hanya digerakkan beberapa gelintir orang saja dan dalam waktu seumur jagung telah mampu menjadi kekuatan yang menyeluruh sebagai suatu ‘gerakan’ dari semua lapisan masyarakat. Dan kekuatan itu telah nyata ditunjukkan dengan adanya indikator tampuk kekuasaan yang mewarnai corak hegemoni wacana sosial di zamannya. Dan bahkan tidak tanggung-tanggung, kekuatan itu mampu mendekami tiga perempat setengah abad sejak kemerdekaan Republik Indonesia sebagai suatu Negara. Meskipun pada ahirnya juga hancur di-revolt berdasarkan kebutuhan waktu.
Gambaran ringan mengenai kondisi keberadaan rezim Golkar tersebut dapat kita lirik dari puisi pendeknya Gus Mus {Bisri Mustofa} yang berjudul ‘Negriku telah menguning’. Disebut puisi pendek karena judul puisi yang pernah dibaca Gus Mus sendiri saat datang di acara padhang mbulan di kediaman Emha Ainun Najib sekitar tahun 1997 lalu itu sekaligus merupakan isi dari puisi tersebut. Dan hanya terdiri dari ‘tiga’ kata itu.
Warna kuning yang diibaratkan Gus Mus dalam puisi tersebut merupakan gambaran keberhasilan Golkar saat tampil sebagai suatu rezim yang dengan ‘yellowingnya,’seolah menemukan bentuk viuwalidasi Nasional. Visualitas yang tergambar sederhana hanya dari proses hampir panennya petani yang menunggu panen setelah pascatanam.
Hal yang sama juga dapat kita amati dengan merebaknya bonek mania yang ‘menghijaukan’ suporter massal Persebaya. Atau mungkin jika anda berkeliaran di sekitaran Tunjungan Plaza Surabaya pada malam minggu, kita akan terkesan dengan menjamurnya anak Punk-kers yang melakoni tingkah teatrikal Arie Papank seorang pemuda Inggris yang berhasil dianut ribuan pemuda Indonesia sebagai guidens kolosal.
Rezim sastra? Kenapa tidak! Kalau Golkar, Bonek, dan Punk-ker saja yang nota-bene-nya tidak menanamkan cara dan budaya santun dalam bersosial-masyarakat ,’nyata’mampu dianut menjadi gerakan besar, kenapa sastra tidak?
Alangkah syahdunya jika suatu saat gerakan sastra ini mampu menjadi warna hidup dan pola prilaku kehidupan masyarakat ber-Bangsa dan ber-Negara! Wujud neosintaktika-dialektik sastra yang terkesan sinergik-embat embatan-antara wujud instrinsik dan ekstrinsik atau yang dalam istilah Emha Ainun Najib dalam Budaya Tandingnya dikenal dengan ‘unsur dalam’dan ‘unsur luar’ dalam bersastra tentu merupakan arti lebih ketika kahidupan dilakonkan.
Geladak sastra 2 yang membedah cerkak(cerita cekak) Sabrank Suparno yang berjudul Bobok Suruh Bodeh, sejak awal diperkirakan bakal ramai diperdebatkan. Selain judul dan alur ceritanya yang kental dengan problematika sensitif dengan prilaku kehidupan sehari-hari warga ndeso klutuk, cerkak ini juga ditulis dengan bahasa jawa nJombangan yang nota-bene-nya berbeda tehnik penulisannya dengan bahasa jawa pada umumnya. Tentu saja hal ini menimbulkan kontroversi tersendiri. Terlebih jika ditilik dari sudut pandang kaidah penulisan bahasa jawa.
Geladak sastra 2, diadakan di dusun Dowong Plosokerep. Sebuah dusun yang amat ‘kluthuk’tanah rahim kelahiran penulisnya. Agenda sastra tersebut mendapat apresiasi dari warga desa yang berbondong-bondong membawa ‘suguhan’. Sedikit banyak ini menandakan awal berjejaknya sebuah rezim sastra, dimana orang-orang ‘petani kuni’(sebutan petani tulen) antusiasmenya ter-urik dengan keberadaan sastra. Berkumpulnya massa yang kemudian melakukan sesuatu-agreegate- secara kolektif inilah selaksa merajut mozaik menjadi lukisan alam.
Jarak pandang Anjra Lelono Broto (novelis, pakar bahasa jawa)
Cerpen Bobok Suruh Bodeh ini terdapat kerancuhan struktur bentuk global yang berhubungan dengan bahasa ‘lisan’ dan bahasa ‘tulisan’. DR CC. Berg, ahli bahasa dari Belanda yang mengamati dialektikum bahasa yang di pakai masyarakat jawa, menemukan sebanyak 3800 jenis dialek. Keberagaman jenis inilah yang menyebabkan scub pemfokusan sentral mengenai titik-titik kaidah penulisan bahasa jawa-nJombangan-sulit dijadikan pedoman secara jelas.
Dalam teori kepenulisan ada istilah ‘alih kode’dan ‘campur kode’. Istilah ini jika ditarik dari gejala sosiomistik. Sebagai bahan banding, Anjra Lelono Broto melontarkan satu pertanyaan mendasar. Apakah Sabrank Suparno akan tetap menulis dengan model adetrasi seperti ini?
Menanggapi prospek penulis yang mempertahankan dialek asli lokal, Anjra menghimbau agar penulis tidak usah kawatir dengan rejeki dari penulisan tersebut. Bagaimanapun setiap penulisan pasti menimbulkan ‘efek’dari proses kreatifnya. Efek inilah yang akan mendatangkan rejeki’min khaistu la yahtasib, yang tak terduga. Namun apapun jalan yang dipilih oleh penulis untuk menentukan bentuk cerpenya, diharapkan bersikap sebagai subyek dalam masyarakat. Sehingga perannya mampu ‘mewarnai’ gejala masyarakat. Dalam istilah lain: lebih baik kita ndalangno wong, dari pada kita didalangkan orang.
Cara pandang Nurel Javissyarqi (sastrawan, penulis Lamongan)
Cerpen Bobok Suruh Bodeh ini memiliki kekuatan yang ditimbulkan dari ketulusan uri-uri menghidupkan budaya lokal. Tehnik penuangan tulisan seperti ini cenderung lebih kuat maknanya untuk menghantarkan pengenalan lebih jauh terhadap kualitas sastra Indonesiaan. Bahasa nJomangan yang kuat, difahami sebagai ‘simbol’ pemberontakan terhadap aturan penulisan, dan memang harus ada yang tampil sebagai ‘tumbal’ dari terkuaknya kurungan aturan yang telah ada. Diharapkan tehnik penulisan bahasa nJombangan yang asli berfungsi memudarkan kesempitan yang telah ditentukan sistem kesusastraan Jawa.
Sudut pandang Suliadi (penyair Mojokerto yang bercokol di komunitas Umpak Songo)
Diperlukannya kekayaan sastra lokal untuk menambahi kekayaan sastra Indonesia. Bagaimanapun ada banyak hal yang tidak tertampung di dalam wadah kesusastraan Indonesia.
Cara pandang Bapak Dasar (warga ndeso)
Cerpen ini mempunyai unsur instrinsik yang mengarah lebih ke-pesan moral agar pembaca menemukan cara untuk mengatasi problem rumah tangganya seperti yang penulisnya idekan.
Jarak pandang Bapak Sudarsono (pecinta seni, warga Deso Dowong)
Isi dari cerpen ini justru berbalik fakta. Bobok suruh bodeh dalam cerpen tersebut sesungguhnya tidak ada dalam istilah masyarakat. Yang ada justru istilah ‘bobok suruh temu ros’.
Sudut pandang Iin Puspita Ningsih (pengamat bahasa jawa, pengajar SMPN-3 Jombang).
Cerpen Bobok Suruh Bodeh tersebut cenderung beraliran bahasa lisan. Hal ini memang sah sah saja secara kebebasan ber-ekspresi sebagai suatu karya. Tetapi bentuk bahasa nJombangan itu sendiri yang amat beragam, acap kali membuat kreator lain sulit menemukan formula yang jelas. Seharusnya ada lembaga ‘pelatihan’ dan ‘media’ kusus tentang bahasa nJombangan. Majalah khusus yang memuat bahasa jawa semisal’ Joyoboyo’ dan’ Penyebar Semangat’, terbukti tidak memuat bahasa nJombangan. Lebih jauh, Iin Puspita Ningsih bersedia mengawali apreseasinya dengan memperkenalkan bahasa nJombangan sebagai bahasa khas daerah yang berbeda bentuk dengan bahasa jawa umumnya, kepada siswanya.
Alur pandang Hadi Sutawijaya (sastrawan, dan pemain teater Suket UNDAR Jombang)
Diperlukannya jejak pijakan awal untuk berganti model dalam pemahaman sastra baru di Indonesia. Hal ini didasarkan atas kelemahan khasanah kesusastraan Indonesia, dan sekaligus diperlukannya apreseasi khusus terhadap budaya lokal. Yang esensi dari sebuah sastra adalah pesan yang disampaikan, dan bukannya sekedar ‘frame’ struktur penulisan semata.
Tanggap pandang Fahrudin Nasrulloh (penulis, editor lepas dari komunitas Lembah Pring)
Dalam cerpen ini ada semacam kekuatan cahaya yang meletup, meskipun dalam arus yang terkesan tidak mendesak Setara dalam film Splandaur yang menghadirkan inspirasi dalam berbagai lintasan peristiwa. Cerpen ini lebih bersifat prilaku sosok ‘ular weling’yang tidak banyak bergerak namun mengandung bisa yang mematikan. Pola cerpen semacam ini juga banyak terdapat dalam bebrapa cerpennya Jakop Sumarjono dan Bagus Subagiyo. Sementara menanggapi soal jenis bahasa nJombangan atau tidak, itu hanya soal stempel almamater yang hendak dicomot oleh arus tertentu. Toh, sudah tersedia kamus Thesaurus yang merangkum berbagai jenis bahasa di Jawa.
Jarak pandang Rahmat Sularso (Mahasiswa jurusan bahasa STKIP Jombang)
Cerpen ini terkesan mengambang. Hal itu di sebabkan karena tidak di temukannya kedetailan dan klimaks kontroversi yang memuncak sebagai plot antagonis. Namun cerpen ini tetap mempunyai ciri khas tersendiri.
Alur pandang Rangga D.P.K. ( Mahasiswa STKIP Jombang)
Ciri khas bahasa yang original tertuang dalam cerpen ini. Lebih lanjut Rangga meminta agar penulis bersedia membimbing tantang pendalaman bahasa nJombangan kepada mahasiswa bahasa untuk mendukung program kampus yang hendak turut nguri-uri budaya lokal.
Penjabaran Koko Sake (penggiat sastra kampus)
Sebagai moderator acara, Koko melebarkan pertanyaan kepada peserta. Apakah mungkin dalam cerpen ini mengandung arti ‘keliaran’semacam ‘neo fuck animals’yang garang di tengah ganasnya belantara.
Tanggapan Jabar Abdulloh ( Aktifis sastra dari DKKM Mojokerto)
Adanya keberanian yang tampil sebagai pendobrak warna baru dalam kesusastraan jawa. Kemerdekaan ini merupakan simbol kebebasan berekspresi dari setiap penulis, meskipun kemerdekaan tidak selamanya diartikan se-bebas-bebasnya. Jabar juga menghimbau agar penulis tidak sekedar ‘bilang akan mandi’, tetapi yang dilakukan hanyalah sekedar bertayammum.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Musthafa
A Rodhi Murtadho
A Wahyu Kristianto
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Wachid BS
Abdullah al-Mustofa
Abdullah Khusairi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimanyu
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Maulani
Adek Alwi
Adhi Pandoyo
Adrian Ramdani
Ady Amar
Afrizal Malna
Agnes Rita Sulistyawati
Aguk Irawan Mn
Agus R. Sarjono
Agus Riadi
Agus Subiyakto
Agus Sulton
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahm Soleh
Ahmad Farid Tuasikal
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Luthfi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadie Thaha
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rasyid
AJ Susmana
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander Aur
Alexander G.B.
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Rif’an
Aliela
Alimuddin
Alit S. Rini
Alunk Estohank
Ami Herman
Amich Alhumami
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminudin TH Siregar
Ammilya Rostika Sari
An. Ismanto
Anaz
Andaru Ratnasari
Andhi Setyo Wibowo
Andhika Prayoga
Andong Buku #3
Andrenaline Katarsis
Andri Cahyadi
Angela
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Sudibyo
Anton Wahyudi
Anwar Holid
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Zulkifli
Arti Bumi Intaran
Asarpin
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayu Utami
Azyumardi Azra
Babe Derwan
Bagja Hidayat
Balada
Bandung Mawardi
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benni Setiawan
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Bernadette Lilia Nova
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Bhakti Hariani
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budi Winarto
Buku Kritik Sastra
Buldanul Khuri
Bustan Basir Maras
Camelia Mafaza
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Choirul Rikzqa
D. Dudu A.R
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Darmanto Jatman
Dedy Tri Riyadi
Delvi Yandra
Denny JA
Denny Mizhar
Dewi Anggraeni
Dian Basuki
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dian Yanuardy
Diana AV Sasa
Dinar Rahayu
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Warsidi
Edy Firmansyah
EH Kartanegara
Eka Alam Sari
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil Amir
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
F. Budi Hardiman
Fadly Rahman
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fani Ayudea
Fariz al-Nizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatkhul Aziz
Felix K. Nesi
Film
Fitri Yani
Franditya Utomo
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Garna Raditya
Gde Artawan
Geger Riyanto
Gendhotwukir
George Soedarsono Esthu
Gerakan Surah Buku (GSB)
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Tri Atmojo
H. Supriono Muslich
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim H.D.
Hamberan Syahbana
Hamidah Abdurrachman
Han Gagas
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hasan Aspahani
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Helvy Tiana Rosa
Helwatin Najwa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendriyo Widi Ismanto
Hepi Andi Bastoni
Heri Latief
Heri Listianto
Herry Firyansyah
Heru Untung Leksono
Hikmat Darmawan
Hilal Ahmad
Hilyatul Auliya
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husnun N Djuraid
I Nyoman Suaka
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilenk Rembulan
Ilham khoiri
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Iman Budi Santosa
Imelda
Imron Arlado
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Margareta
Indra Darmawan
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ingki Rinaldi
Insaf Albert Tarigan
Intan Hs
Isbedy Stiawan ZS
Ismail Amin
Ismi Wahid
Ivan Haris
Iwan Gunadi
Jacob Sumardjo
Jafar Fakhrurozi
Jajang R Kawentar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean-Marie Gustave Le Clezio
JJ. Kusni
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Julika Hasanah
Julizar Kasiri
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kadir Ruslan
Kartika Candra
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Ketut Yuliarsa
KH. Ma'ruf Amin
Khaerudin
Khalil Zuhdy Lawna
Kholilul Rohman Ahmad
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Krisandi Dewi
Kritik Sastra
Kucing Oren
Kuswinarto
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lenah Susianty
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
M Shoim Anwar
M. Arman A.Z.
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Harya Ramdhoni
M. Kasim
M. Latief
M. Wildan Habibi
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria hartiningsih
Maria Serenada Sinurat
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Marsus Banjarbarat
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masriadi
Mawar Kusuma Wulan
Max Arifin
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Mezra E. Pellondou
Micky Hidayat
Mihar Harahap
Misbahus Surur
Moh Samsul Arifin
Moh. Syafari Firdaus
Mohamad Asrori Mulky
Mohammad Afifuddin
Mohammad Fadlul Rahman
Muh Kholid A.S.
Muh. Muhlisin
Muhajir Arifin
Muhamad Sulhanudin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Azka Fahriza
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naskah Teater
Nezar Patria
Nina Setyawati
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noor H. Dee
Noval Maliki
Nunuy Nurhayati
Nur Haryanto
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurudin
Octavio Paz
Oliviaks
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Panda MT Siallagan
Pandu Jakasurya
PDS H.B. Jassin
Philipus Parera
Pradewi Tri Chatami
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R Sutandya Yudha Khaidar
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmadi Usman
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rahmat Sutandya Yudhanto
Raihul Fadjri
Rainer Maria Rilke
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridha al Qadri
Ridwan Munawwar
Rikobidik
Riri
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rizky Andriati Pohan
Robert Frost
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Romi Febriyanto Saputro
Rosihan Anwar
RR Miranda
Rudy Policarpus
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Gerilyawan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra
SelaSastra ke #24
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Subhan SD
Suci Ayu Latifah
Sulaiman Djaya
Sulistiyo Suparno
Sunaryo Broto
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunudyantoro
Suriali Andi Kustomo
Suryadi
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susi Ivvaty
Susianna
Susilowati
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Bahri
Syam Sdp
Syarif Hidayatullah
Tajuddin Noor Ganie
Tammalele
Tan Malaka
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Trianton
Tengsoe Tjahjono
Th Pudjo Widijanto
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tiya Hapitiawati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Joko Susilo
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi
Umar Kayam
Undri
Uniawati
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Vyan Tashwirul Afkar
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyudin
Wannofri Samry
Warung Boenga Ketjil
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Web Warouw
Wijang Wharek
Wiko Antoni
Wina Bojonegoro
Wira Apri Pratiwi
Wiratmo Soekito
Wishnubroto Widarso
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Wing King
WS Rendra
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yosi M. Giri
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Yuyu AN Krisna
Zaki Zubaidi
Zalfeni Wimra
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhaenal Fanani
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Zulhasril Nasir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar