Sabrank Suparno
http://forumsastrajombang.blogspot.com/
Pernakah kita berfikir tentang asal-muasal atau apa sebab, dan bagaimana, dan seterusnya, mengapa bisa terjadi adanya peradaban? Taruklah manusia jaman sekarang menganggap telah menemukan titik sentral atau sumbu koordinat peradaban tertinggi. Ambil satu contoh dengan penemuan teknologi sekelas google, yang dengan serta merta membentangkan provider yang benar-benar menjadikan kecepatan informasi dan ngerumpi-nya manusia dari berbagai belahan dunia.
Sisi kenyamanan akibat terkuaknya ilmu pengetahuan dan teknologi memang tak perlu dipertanyakan. Sebab jawabannya pasti hanya satu kata’idem’yakni –kemudahan-efisiensi. Tetapi kelemahan akibat yang ditimbulkan belum tentu disikapi pemakai-fasilitas kecanggihan iptek secara cermat dan bijak.
Untuk menggambarkan perkembangan peradaban kita dapat ilustratifkan pada hal yang sepele misalnya : sebuah balon yang belum tertiup, kita dapat noktahkan banyak titik. Setelah balon ditiup dan makin besar perkembangan balon, makin jauh pula jarak antar titik yang satu dengan yang lain. Titik itu bisa kita tarik ke berbagai idiom sosial kemasyarakatan yang lebih luas. Pengembalian titik ke jarak posisi semula hanya akan terjadi saat balon dikempeskan lagi dan atau pada posisi kuantum.
Tak tanggung-tanggung meledaknya peradaban yang akhirnya disematkan sebagai titik sentral nilai. Munculnya astrofisikawan semisal Hughross (Amrik), Denis Yanura, Servid Hugo (Inggris) dan bahkan Steven Hoki yang dalam kancah penelitian luar angkasanya menemukan adanya kandungan hidrogen yang selalu berjumlah sama dengan unsur helium sebagai sisa ledakan besar -big bang- awal terjadinya alam semesta.
Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai “ruh”, peradaban akan melaju. Qur’an surat Al-Anbiya’ ayat 30, atau Adzariat ayat 47 telah meletakkan dasar utama sebagai referensi setiap gejala peradaban. Tahun 1948 John Gemon dari Amerika menandai adanya sisa radiasi dari ledakan besar (big bang). Tahun 1965, Penzia mengemukakan teori alumbenzias yang menyimpulkan bahwa kehidupan berasal dari keajaiban yang tersibak. Sampai pada tahun 1985 pusat penelitian luar angkasa NAZA sanggup menggemparkan kalangan astrofisikawan dengan temuan radiasinya dengan istilah “alsion” yang akan bertemu dalam satu fokus tahun 2012 nanti. Yang kesemua indikator gejala alam tersebut dapat diunduh sebagai bahan dasar replikasi bangkitnya peradaban.
Kembali pada pertanyaan di atas, apa asal-muasal atau yang menjadi genre peradaban, sehingga manusia mampu merambah peradaban yang amat mutakhir? Mungkin kita tidak menyangka dengan apa yang kemukakan Emha Ainun Nadjib dalam pertemuan Padhang Mbulan, bahwa awal terjadinya peradaban hanya karena manusia di anugerahi tulang rahang yang lemah dan dan pita suara yang lembut. Cak Nun menggambarkan secara ilustratif beda antara manusia (yang bertulang rahang lemah) dengan hewan (kera) yang bertulang rahang kuat. Kera akan memakan setiap jenis makanan berdasarkan kekuatan rahang, sehingga dalam dunia kera tidak melahirkan cara yang lebih mudah untuk mengkonsumsi berbagai jenis makanan. Disinilah hewan tidak memerlukan peradaban. Karena rahangnya sudah cukup untuk menjadi alat memenuhi kebutuhannya. Berbeda dengan manusia, tulang rahangnya yang lemah membuat manusia mencerdiki suatu cara untuk mengolah makanan agar mudah dikonsumsi.
Dari rahang yang lemah inilah kemudian berkualitas pada pita suara. Timbre -warna suara- mudah di aransemen menjadi berbagai bentuk yang menghasilkan nada-nada yang indah. Tak pelak jikalau akhirnya nada itu kemudian menjadi kekuatan penunjang atas lahirnya peradaban. Keterkaitan bentuk dalam wujud yang dipengaruhi “maka” dan “karena” ini juga disinggung Emha dalam buku “Budaya Tandingnya”.
Pengelolaan rima agar serasi, pada akhirnya menusia menciptakan rumus-rumus khusus. Dalam budaya pondok pesantren dikenal dengan ilmu urud-kitab yang mempelajari tentang kerancakan nada. Dalam ilmu Urud, dapat kita tumukan istilah syair yang bersajak bahar kamil, bahar majaz dan lain-lain. Dalam ilmu jawa disebut –cengkok- atau lekuk peralihan nada.
Menurut penjelasan Mas Blotong, yang hadir dalam rekaman sholawat dengan jama’ah padhang mbulan tanggal 30 Maret 2010 mengatakan bahwa pada dasarnya penggalian ilmu nada dibedakan atas 3 dasar utama, yakni nada dasar, tangga nada, dan ritme. Blotong yang sedang mendalami ilmu seni di ISI Yogyakarta, dan sedang menempuh S2 itu juga menambahkan bahwa ilmu nada dasar diatonik yang dirumuskan dengan do, re, mi, fa, sol (7 nada dasar). Berbeda dengan ilmu nada bagi orang Timur (Asia). Orang-orang Asia mengembangkan nada diatonik ini menjadi warna baru yang disebut pentatonik (pengembangan dari diatonik). Sedangkan ukuran mayor dan minor hanyalah nada-nada bentukan.
Nada pentatonik ini tidak terdapat di dunia Barat. Dalam hubungannya dengan musik Kyai Kanjeng, Mas Jijid yang hadir di padhang mbulan juga melengkapi komentar Mas Blotong. Sebagai pakar seni, mereka menemukan keunikan dalam nada yang diperankan musisi Kyai Kanjeng. Menurut dua pakar seni dari Yogyakarta ini, Kyai Kanjeng mampu tampil atau mengalami perubahan nada dari diatonik ke pentatonik dalam perubahan yang lentur dan serasi namun padat. Kelebihan semacam inilah yang tidak ditemukan dalam alur musikalisasi pada umumnya. Artinya di dalam peramuan aransemen saja, Kyai Kanjeng kental dengan syarat pruralisme rima. Belum lagi dengan jenis musik yang digarap. Aliran musik modern –pop- hingga etnis, diusung juga oleh Kyai Kanjeng. Hal ini sebagai tanda penghubung dua kutub alur permusikan. Perlompatan tangga nada terjadi secara cepat, binal, melunjak-lunjak namun tetap menempuh ruag estetik dan etiknya. Percepatan semacam ini berbeda dengan puisi art yang dirancang Afrizal Malna. Sebagaimana golongan sastrawan yang memilih jalur penuangan puisi dengan teori percepatan, justru tidak memberikan kesempatan audiens sedikitpun mengejar pemahaman atas apa yang dibacakan. Percepatan yang diperankan Kyai Kanjeng, tetap runtut dari tiap peralihan yang memungkinkan pemirsa mampu memetik tujuan aspirasi seni yang digebyarkan.
Keunikan aransemen Kyai Kanjeng ini selaras dengan teori penyelarasan cepat yang ditemukan astrofisikawan George Elis dan Prof John Nagiv. Sebagaimana Al-Furqon ayat 2 mereka mengatakan bahwa “ serpihan yang melaju dengan percepatan tinggi akan segera menjauh”. Ada semacam pergeseran jarak yang dengan sendirinya menjauhi terjadinya benturan. Per-bentur-an yang dimaksud adalah semacam cauvimisme rujukan filsafat yang hanya baku dan ditemukan dengan cara yang sempit. Disinilah Kyai Kanjeng membeberkan keluasan pandang di berbagai lini, agar peradaban berkembang menempati ruang yang luas dan beraneka ragam.
Seniman Barat tentu tidak akan sanggup mengejar seniman Timur yang syarat dengan laras-laras pentatoniknya. Hal ini bukan sekedar nada dasar mereka yang tidak memadai, akan tetapi juga proses eliomentary Yahudi yang merasuki proses ilmu Barat. Dalam pertemuan rutin sastrawan Jombang yang penulis catat, Robin al Kautsar seorang S1 ekonom pernah mengatakan hal eliomentary Yahudi ini dalam lingkup seni (art hemogeni). Contoh sederhana semisal film-film barat selalu mengambil background orang arab atau asia sebagai peran abdi (kawula) atau peran pecundang.
Dalam kesempatan sempit diantara rekaman beberapa tembang sholawat koor yang diambil dengan jama’ah padhang mbulan, Cak Nun menyarankan pada jama’ah agar tetap rapi memenejemen lalu lintas rohani dengan intelektualitas. Manajemen demikian dimaksudkan agar dalam kreatifitas apapun kita tetap menarik hubungannya dengan nilai ke Allohan. Sesuatu yang tidak menyertakan Alloh hanya berakibat “kakean cocot”omong kosong belaka.
Pruralisme aransemen musik Kyai Kanjeng ini selaras dengan apa yang ditulis Andrew Banjamin dalam buku –Pluralism the Cosmopolitan and the Avant Garde- estetikus Inggris ini mengatakan bahwa dalam kreatifitas pluralitas terdapat dua hal sekaligus dalam satu ruang, yaitu “penyatuan” dan “esensi”. Dari sini dapat dicerna bahwa –Barat- yang hanya memiliki nada dasar diatonik itu terlalu hibridity semata.
Keunikan musik Kyai Kanjeng ini tak pelak mampu diapresiasi sebagai musisi yang tour terbanyak dalam melantunkan tembang-tembang aransemennya dan terbanyak pula negara-negara didunia yang dikunjungi dari pada kelompok musik manapun/apapun didunia.
Pemerintah Indonesia sendiri tidak banyak yang merespon musik Kyai Kanjeng. Sebab pemerintah sudah mengawali kegagalannya dengan memandang sesuatu berdasarkan teori -barat- yang nota bene-nya tolok ukur barat belum tentu cocok dengan teori yang dikembangkan oleh orang-orang Timur. Pemerintah dan pelaku sejarah telah sukses menjadi tangan panjang (tentakel global) dunia –Barat di dalam melakukan pencucian otak ke-timuran.
Dari rahang manusia yang lemah sampai nada-nada pentatonik, sesungguhnya, siapapun, termasuk ilmuan barat mengetahui jikalau Timur adalah peradaban asal muasal dari segala peradaban atau dikenal dengan istilah “sangkan paran dumadi”. Tetapi barat terus menerus membalikkan fakta dengan cara mengakui bahwa Barat adalah awal lahirnya peradaban. Keberadaan inilah yang disebut bahwa orang-orang Barat terus berupaya menerbitkan matahari dari Barat. Barat selalu menentang nochturn kesadaran dan kewajaran alamiah bahwa bagaimanapun matahari hanya akan terbit dari Timur.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Musthafa
A Rodhi Murtadho
A Wahyu Kristianto
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Wachid BS
Abdullah al-Mustofa
Abdullah Khusairi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimanyu
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Maulani
Adek Alwi
Adhi Pandoyo
Adrian Ramdani
Ady Amar
Afrizal Malna
Agnes Rita Sulistyawati
Aguk Irawan Mn
Agus R. Sarjono
Agus Riadi
Agus Subiyakto
Agus Sulton
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahm Soleh
Ahmad Farid Tuasikal
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Luthfi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadie Thaha
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rasyid
AJ Susmana
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander Aur
Alexander G.B.
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Rif’an
Aliela
Alimuddin
Alit S. Rini
Alunk Estohank
Ami Herman
Amich Alhumami
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminudin TH Siregar
Ammilya Rostika Sari
An. Ismanto
Anaz
Andaru Ratnasari
Andhi Setyo Wibowo
Andhika Prayoga
Andong Buku #3
Andrenaline Katarsis
Andri Cahyadi
Angela
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Sudibyo
Anton Wahyudi
Anwar Holid
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Zulkifli
Arti Bumi Intaran
Asarpin
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayu Utami
Azyumardi Azra
Babe Derwan
Bagja Hidayat
Balada
Bandung Mawardi
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benni Setiawan
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Bernadette Lilia Nova
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Bhakti Hariani
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budi Winarto
Buku Kritik Sastra
Buldanul Khuri
Bustan Basir Maras
Camelia Mafaza
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Choirul Rikzqa
D. Dudu A.R
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Darmanto Jatman
Dedy Tri Riyadi
Delvi Yandra
Denny JA
Denny Mizhar
Dewi Anggraeni
Dian Basuki
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dian Yanuardy
Diana AV Sasa
Dinar Rahayu
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Warsidi
Edy Firmansyah
EH Kartanegara
Eka Alam Sari
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil Amir
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
F. Budi Hardiman
Fadly Rahman
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fani Ayudea
Fariz al-Nizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatkhul Aziz
Felix K. Nesi
Film
Fitri Yani
Franditya Utomo
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Garna Raditya
Gde Artawan
Geger Riyanto
Gendhotwukir
George Soedarsono Esthu
Gerakan Surah Buku (GSB)
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Tri Atmojo
H. Supriono Muslich
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim H.D.
Hamberan Syahbana
Hamidah Abdurrachman
Han Gagas
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hasan Aspahani
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Helvy Tiana Rosa
Helwatin Najwa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendriyo Widi Ismanto
Hepi Andi Bastoni
Heri Latief
Heri Listianto
Herry Firyansyah
Heru Untung Leksono
Hikmat Darmawan
Hilal Ahmad
Hilyatul Auliya
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husnun N Djuraid
I Nyoman Suaka
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilenk Rembulan
Ilham khoiri
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Iman Budi Santosa
Imelda
Imron Arlado
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Margareta
Indra Darmawan
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ingki Rinaldi
Insaf Albert Tarigan
Intan Hs
Isbedy Stiawan ZS
Ismail Amin
Ismi Wahid
Ivan Haris
Iwan Gunadi
Jacob Sumardjo
Jafar Fakhrurozi
Jajang R Kawentar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean-Marie Gustave Le Clezio
JJ. Kusni
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Julika Hasanah
Julizar Kasiri
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kadir Ruslan
Kartika Candra
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Ketut Yuliarsa
KH. Ma'ruf Amin
Khaerudin
Khalil Zuhdy Lawna
Kholilul Rohman Ahmad
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Krisandi Dewi
Kritik Sastra
Kucing Oren
Kuswinarto
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lenah Susianty
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
M Shoim Anwar
M. Arman A.Z.
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Harya Ramdhoni
M. Kasim
M. Latief
M. Wildan Habibi
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria hartiningsih
Maria Serenada Sinurat
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Marsus Banjarbarat
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masriadi
Mawar Kusuma Wulan
Max Arifin
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Mezra E. Pellondou
Micky Hidayat
Mihar Harahap
Misbahus Surur
Moh Samsul Arifin
Moh. Syafari Firdaus
Mohamad Asrori Mulky
Mohammad Afifuddin
Mohammad Fadlul Rahman
Muh Kholid A.S.
Muh. Muhlisin
Muhajir Arifin
Muhamad Sulhanudin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Azka Fahriza
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naskah Teater
Nezar Patria
Nina Setyawati
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noor H. Dee
Noval Maliki
Nunuy Nurhayati
Nur Haryanto
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurudin
Octavio Paz
Oliviaks
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Panda MT Siallagan
Pandu Jakasurya
PDS H.B. Jassin
Philipus Parera
Pradewi Tri Chatami
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R Sutandya Yudha Khaidar
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmadi Usman
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rahmat Sutandya Yudhanto
Raihul Fadjri
Rainer Maria Rilke
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridha al Qadri
Ridwan Munawwar
Rikobidik
Riri
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rizky Andriati Pohan
Robert Frost
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Romi Febriyanto Saputro
Rosihan Anwar
RR Miranda
Rudy Policarpus
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Gerilyawan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra
SelaSastra ke #24
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Subhan SD
Suci Ayu Latifah
Sulaiman Djaya
Sulistiyo Suparno
Sunaryo Broto
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunudyantoro
Suriali Andi Kustomo
Suryadi
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susi Ivvaty
Susianna
Susilowati
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Bahri
Syam Sdp
Syarif Hidayatullah
Tajuddin Noor Ganie
Tammalele
Tan Malaka
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Trianton
Tengsoe Tjahjono
Th Pudjo Widijanto
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tiya Hapitiawati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Joko Susilo
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi
Umar Kayam
Undri
Uniawati
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Vyan Tashwirul Afkar
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyudin
Wannofri Samry
Warung Boenga Ketjil
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Web Warouw
Wijang Wharek
Wiko Antoni
Wina Bojonegoro
Wira Apri Pratiwi
Wiratmo Soekito
Wishnubroto Widarso
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Wing King
WS Rendra
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yosi M. Giri
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Yuyu AN Krisna
Zaki Zubaidi
Zalfeni Wimra
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhaenal Fanani
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Zulhasril Nasir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar