Minggu, 04 Juli 2010

“Mengintip” Latar Sastra Pesantren

Aguk Irawan Mn
http://langitan.net/


Tempo hari, saya menerima posting email dari Gus Acep (Acep Zamzam Noor) dan Kang Bunis (Sarabunis Mubarok) perihal acara “Silaturahmi Sastrawan Santri” yang diselanggarakan komunitas Azan dan Desantara di Tasikmalaya. Kendati saya bukanlah sastrawan-santri yang betulan, namun jujur, ketika membaca larik barisan sejumlah santri-sastrawan yang akan berkumpul pada tanggal itu, sambil membayangkan berjalannya acara, tiba-tiba saja ada sesuatu yang tertangkap oleh benak saya, sebuah kesan, yang cukup menggetarkan. Antara sedu, bahagia dan haru.

Betapa tidak?. Mendengar kabar ini, mungkin bagi siapapun pecinta sastra yang kebetulan lahir dari latar Pendidikan Pesantren akan menemukan perasaan sama, seperti yang saya alami. Kenapa? Paling tidak, menurut hemat saya dalam gejala kebudayaan dewasa ini yang sangat getir dengan berjubelnya penulis sastra seks perempuan yang melimpah, dan penulis fiksi islami yang hanya ‘kemasan’, mungkin kehadiran acara tersebut akan berusaha menjadi penyeimbang gejala yang kurang sedap ini. Selain kegiatan itu diharapkan bisa menawarkan interaksi pemikiran sekitar pemaknaan korelasi antara sastra religiusitas dan pluralisme budaya, yang saat ini sudah hampir menemui ajalnya, terkubur dalam perosok budaya yang busuk, dalam representasi perubahan yang terjadi di masyarakat saat ini, karena terpaan arus globalisasi.

Dan yang paling penting, mungkin acara tersebut sebagai salah satu usaha untuk melestarikan kekayaan dunia sastra Pesantren yang sudah lama membeku, dan sangat memerlukan penyegaran kembali. Dengan jalan ‘membuka diri’ dengan realitas di luar lingkungan Pesantren, sehingga mengarah pada kondisi bahwa eksistensi sastra Pesantren tidak sekadar untuk mendukung proses belajar-mengajar di lingkungan Pesantren, tetapi demi kebudayaan dalam arti yang cukup luas.

Sastra dalam Tradisi Pesantren dan Islam

Barangkali ada suatu pertanyaan yang ‘mengganjal’ dan perlu kita jawab bersama; kenapa sastrawan-santri yang lahir di Pesantren, hampir semuanya, bisa dipastikan, bukan berdiri dari hasil proses belajar mengajar di Pesantren, melainkan karena motif sastra, yang dikenalinya di luar dunia Pesantren? Padahal, bukankah Pesantren cukup mengajarkan apresiasi terhadap sastra, selain memang sudah menjadi tradisi para kiyai. Sejak dahulu, tradisi ilmu sastra di Pesantren diajarkan, untuk menyebut nama seperti kitab Siraj At-Talibin-nya Kyai Ihsan- Kediri, atau kitab Al-Miftah, Aroudl, Balagah, Ma’ani juga beberapa lainnya tersebut seperti bandongan, sorogan, dan wetonan, dan lain sebagainya. Bukankah ini sebagai bukti bahwa santri dan sastra cukup akrab bersahabat, tidak saja sekedar untuk memahami isi dan menangkap pesan di dalam kitabnya, melainkan untuk memproduksi sastra itu sendiri.

Mbah Hasyim Asy’ari mempunyai diwan dalam bahasa arab yang berhasil beritijalan (improvisasi) “Diwanu Asy’ari”. Mbah Hamid Pasuruan yang terkenal wali, juga seorang sastrawan yang aktif dengan menulis bahasa jawa-arab. Hadaratus Syaikh Imam Syafii “Dewan Asyafi’i” yang menceritakan banyak kisah petualangnya. Di kalangan ulama, selain Imam Syafi’i yang identik dengan ilmu fikih (hukum Islam), salah seorang Imam dari empat mazhab fikih, bersama Maliki, Hanafi, Hambali. Dari tangan Ibnu Hazm, ulama fiqh asal Spanyol, penulis buku fikih termashur Al Muhalla, tercipta puisi cinta yang luar biasa indah Tauqul Hamamah (Kalung Burung Merpati). Para penyair Islam non-ulama (fikih) antara lain Muizzi, Abu A’la Alma’ari, Hathim At Thai, Abu Nuwas Al Hani, Abu Faraj al Asfahani, hingga Syauqi Bey. Dari kalamgan sufi, orang tak akan melupakan Jalaludin Rumi, Hafiz, Attar, Al Hallaj, Rabiah al Adawiyah, Abu Yazid al Bustami, dan masa-masa subur para penyair sufi Islam pada abad ke 10-14.

Dalam tradisi Islam, khususnya pada masa perjuangan Nabi, sastrawan dan karyanya memiliki peran yang cukup penting. Saat perang Khandaq, Nabi Muhammad juga menyenandungkan berpuisi. Bahkan Nabi memberikan penghargaan kepada Ka’ab bin Zuhair yang membacakan puisi di depan Banat Su’ad. Tradisi berpuisi juga dilakukan oleh Abu Bakar, Umar, Ustman dan Ali. Lalu, tradisi ini berkembang sampai ke tangan kiyai dan Pesantren. Mungkin karena pentingnya sastra, sehingga dalam Alquran ada satu surat yang diberi nama Assyuara’ (Para Penyair).

Sastra Pesantren, Kemana Kini?

Namun, belakangan muncul stigma bahwa munculnya sastrawan-santri yang mumpuni, bukan akibat lurus dari wacana kesastraan di Pesantren, bukankah ini kondisi yang paradoks. Dan tentu kondisi demikian menyebabkan sastra di pesantren kurang berkembang, karena tidak mengarah pada apresiasi dan penciptaan seni bagi para santri itu, juga menyebabkan ‘kesulitan’ tersendiri bagi apresian di luar Pesantren untuk ikut ‘berkutat’ Ketika misalnya, kita menyebutkan nama-nama sastrawan yang berlatar pendidikan Pesantren seperti, Emha Ainun Najib, Jamaluddin Kafie, Hamid Jabbar, Acep Zamzam Noor, Ahmadun Yosie Herfanda, Abdul Hadi WM, Fudholi Zaini, Danarto, D Zawawi Imron, Kuntowijoyo, Ibrahim Sattah, Jamal D. Rahman, Mathori A Elwa, Ahmad Nurullah, Zainal Arifin Thoha, Syubbanuddin Alwy, Isbedy Stiawan ZS, Abidah El-Khalieqy, Hamdy Salad, dan tentu saja KH Mustofa Bisri, serta sederet nama-nama lain yang dalam banyak hal kita sepakati sebagai pengusung sastra bernafaskan spiritual, apakah benar mereka berproses kreatif, lahir dari hingar-bingar pendidikan Pesantren? Ternyata tidak. Mereka mampu berkembang pesat setelah mereka berinteraksi langsung dengan alam semesta, hiruk pikuk masyarakat, dan berbagai ketimpang-tindihan sosial. Prahara-prahara kehidupan yang realistis itulah yang mampu memberikan ide-ide kreatif dalam kepenulisan. Hal ini sulit ditemukan dalam lingkaran pesantren yang cenderung ‘adem-ayem’ dengan berbagai gejolak sosial.

Sementara fenomena lain menghentak khazanah sastra Nusantara, dan mengejutkan, fiksi Islami remaja, akhir-akhir ini, tidak dipelopori mereka yang secara formal berpendidikan Pesantren dan notabene “santri” tetapi pelopornya adalah remaja kota yang mengenyam pendidikan formal. Dan mereka ini, dalam jagad sastra dan tulis-menulis, telah mulai meninggalkan santri, jauh melesat sekali. Dan tentu saja fenomena ini telah membuat tak sedikit dari sekian juta masyarakat pesantren merasa “cemburu”.

Bagaimana bisa segelintir penulis remaja Muslim (yang kebetulan berdiam di wilayah) perkotaan itu telah mampu menebar hegemoni yang cukup kuat bagi tumbuh mekarnya sastra religius (Islam) di tengah horison buram kesusasteraan kita. Sehingga kita sah mengajukan sebuah soal; kemana sastra Pesantren kita? Bukankah, yang Pesantren seharusnya lebih ‘matang’ memahami seluk beluk Islam, ketimbang yang bukan? Bahkan seandainnya kita hubungkan dengan strategi kultural dalam berdakwah, bukankah santri lebih bisa dapat memanfaatkan karya sastra yang bernuansa spiritual dari pada mereka yang bukan?. Yaitu karya yang memancarkan kesadaran spiritual yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat sekarang ini yang cenderung terbius oleh nilai-nilai duniawi, kasat mata. Sehingga gerakan kultural dalam konteks ini dapat dijadikan sebagai upaya untuk mengimbangi gencarnya kampanye di berbagai lini media dan kehidupan yang mendewakan kehidupan duniawi itu. Dan hingga sekarangpun, rasanya Pesantren belum sepenuhnya dimanfaatkan dan memanfaatkan diri sebagai oase kesusasteraan yang mampu menebarkan rasa sejuk di tengah kegersangan dinamika sastra, khususnya– yang orang menamakan sastra Islami di Tanah Air, dengan ciri penyebutan beberapa metafor yang merujuk pada kekhasan Islam.

Barangkali dalam konteks demikian, serbuan pertanyaan yang bernada kegalauan seperti ini mampu dijawab oleh peserta “Silaturahmi Sastrawan Santri”. Selain memang, harus sebagai gugusan cahaya yang berusaha untuk senantiasa melesat menuju perubahan kebudayaan? Mengembalikan pesantren tidak hanya dalam disiplin wacana keagamaan, tetapi sebagai fasilitator proses kreatif sastra dan habitat budaya.

*) Pernah nyantri di Pesantren Langitan Tuban, dan belajar di al-Azhar Kairo, Mesir.

Tidak ada komentar:

A Musthafa A Rodhi Murtadho A Wahyu Kristianto A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Wachid BS Abdullah al-Mustofa Abdullah Khusairi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimanyu Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Maulani Adek Alwi Adhi Pandoyo Adrian Ramdani Ady Amar Afrizal Malna Agnes Rita Sulistyawati Aguk Irawan Mn Agus R. Sarjono Agus Riadi Agus Subiyakto Agus Sulton Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahm Soleh Ahmad Farid Tuasikal Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Luthfi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadie Thaha Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rasyid AJ Susmana Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander Aur Alexander G.B. Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Rif’an Aliela Alimuddin Alit S. Rini Alunk Estohank Ami Herman Amich Alhumami Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminudin TH Siregar Ammilya Rostika Sari An. Ismanto Anaz Andaru Ratnasari Andhi Setyo Wibowo Andhika Prayoga Andong Buku #3 Andrenaline Katarsis Andri Cahyadi Angela Anies Baswedan Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Sudibyo Anton Wahyudi Anwar Holid Anwar Siswadi Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Zulkifli Arti Bumi Intaran Asarpin Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayu Utami Azyumardi Azra Babe Derwan Bagja Hidayat Balada Bandung Mawardi Bayu Agustari Adha Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernadette Lilia Nova Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Bhakti Hariani Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budi Winarto Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Camelia Mafaza Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cecep Syamsul Hari Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Choirul Rikzqa D. Dudu A.R D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Dantje S Moeis Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Darmanto Jatman Dedy Tri Riyadi Delvi Yandra Denny JA Denny Mizhar Dewi Anggraeni Dian Basuki Dian Hartati Dian Sukarno Dian Yanuardy Diana AV Sasa Dinar Rahayu Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi Warsidi Edy Firmansyah EH Kartanegara Eka Alam Sari Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil Amir Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Evan Ys F. Budi Hardiman Fadly Rahman Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fani Ayudea Fariz al-Nizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatkhul Aziz Felix K. Nesi Film Fitri Yani Franditya Utomo Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Garna Raditya Gde Artawan Geger Riyanto Gendhotwukir George Soedarsono Esthu Gerakan Surah Buku (GSB) Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Tri Atmojo H. Supriono Muslich H.B. Jassin Hadi Napster Halim H.D. Hamberan Syahbana Hamidah Abdurrachman Han Gagas Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Priyatna Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasan Junus Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Helwatin Najwa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendriyo Widi Ismanto Hepi Andi Bastoni Heri Latief Heri Listianto Herry Firyansyah Heru Untung Leksono Hikmat Darmawan Hilal Ahmad Hilyatul Auliya Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur Husnun N Djuraid I Nyoman Suaka Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilenk Rembulan Ilham khoiri Imam Jazuli Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Iman Budi Santosa Imelda Imron Arlado Imron Tohari Indiar Manggara Indira Margareta Indra Darmawan Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ingki Rinaldi Insaf Albert Tarigan Intan Hs Isbedy Stiawan ZS Ismail Amin Ismi Wahid Ivan Haris Iwan Gunadi Jacob Sumardjo Jafar Fakhrurozi Jajang R Kawentar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean-Marie Gustave Le Clezio JJ. Kusni Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Julika Hasanah Julizar Kasiri Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kadir Ruslan Kartika Candra Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Ketut Yuliarsa KH. Ma'ruf Amin Khaerudin Khalil Zuhdy Lawna Kholilul Rohman Ahmad Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Krisandi Dewi Kritik Sastra Kucing Oren Kuswinarto Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lenah Susianty Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto M Shoim Anwar M. Arman A.Z. M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Harya Ramdhoni M. Kasim M. Latief M. Wildan Habibi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria hartiningsih Maria Serenada Sinurat Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Marsus Banjarbarat Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masriadi Mawar Kusuma Wulan Max Arifin Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Mezra E. Pellondou Micky Hidayat Mihar Harahap Misbahus Surur Moh Samsul Arifin Moh. Syafari Firdaus Mohamad Asrori Mulky Mohammad Afifuddin Mohammad Fadlul Rahman Muh Kholid A.S. Muh. Muhlisin Muhajir Arifin Muhamad Sulhanudin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Azka Fahriza Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Nafi’ah Al-Ma’rab Naskah Teater Nezar Patria Nina Setyawati Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noor H. Dee Noval Maliki Nunuy Nurhayati Nur Haryanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurudin Octavio Paz Oliviaks Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pamusuk Eneste Panda MT Siallagan Pandu Jakasurya PDS H.B. Jassin Philipus Parera Pradewi Tri Chatami Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R Sutandya Yudha Khaidar R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rahmat Sutandya Yudhanto Raihul Fadjri Rainer Maria Rilke Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridha al Qadri Ridwan Munawwar Rikobidik Riri Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rizky Andriati Pohan Robert Frost Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Romi Febriyanto Saputro Rosihan Anwar RR Miranda Rudy Policarpus Rukardi S Yoga S. Jai S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Gerilyawan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra SelaSastra ke #24 Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Subhan SD Suci Ayu Latifah Sulaiman Djaya Sulistiyo Suparno Sunaryo Broto Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunudyantoro Suriali Andi Kustomo Suryadi Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Susilowati Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Bahri Syam Sdp Syarif Hidayatullah Tajuddin Noor Ganie Tammalele Tan Malaka Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Tengsoe Tjahjono Th Pudjo Widijanto Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tiya Hapitiawati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Joko Susilo Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Umar Kayam Undri Uniawati Universitas Indonesia UU Hamidy Vyan Tashwirul Afkar W Haryanto W.S. Rendra Wahyudin Wannofri Samry Warung Boenga Ketjil Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Web Warouw Wijang Wharek Wiko Antoni Wina Bojonegoro Wira Apri Pratiwi Wiratmo Soekito Wishnubroto Widarso Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Wing King WS Rendra Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yosi M. Giri Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Yuyu AN Krisna Zaki Zubaidi Zalfeni Wimra Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhaenal Fanani Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar Zulhasril Nasir