Nurel Javissyarqi
http://www.sastra-indonesia.com/
Sebelum jauh merambah pada karya Beliau. Terus terang saya terusik dengan ejaan Diponegoro menjadi Dipanegara. Kenapa Bojonegoro tidak dirubah menjelma Bajanegara? Dst. Bagi saya tetap menggunakan logat aslinya (:jawa) yakni Diponegoro, disamping mengukuhkan literatur yang terakhir ada. Berangkat dari asal dialek, daya pamornya dapat disadap lebih mantab, saat mengejawantahkan suatu kalimah, apalagi kerja bersastra.
Di tanah Jawa, sebutan Pangeran yang kesohorannya melebihi raja-raja kecil ialah Pangeran Diponegoro. Padahal jauh di benaknya tiada membanggakan titel itu, ia lebih nyaman sebagai rakyat biasa, lebih berasa mengunyah asin garam kehidupan jelata. Tak ada pantulan lain, selain kesadaran berontak-lah hal tersebut terbit, menyunggi matahari bencah Dwipa kala itu.
Saat membaca roman sejarah karangan J.H. Tarumetor TS. yang bertitel “Aku Pangeran Dipanegara” penerbit Gunung Agung Djakarta 1966. Saya merasakan betapa sengit pergolakan kemerdekaan, yang berkumandang terang mewujudkan idealitas kebebasan, dari kungkungan rezim penjajahan, yang sewenang-wenang mengadu-domba darah biru, darah merah bumiputra. Adalah berdasar niat suci, perlawanan terus dikibarkan, bergerilya menculik musuh dengan panah api, sekali waktu berhadap muka meriam dengan tombak, keris dan bambu runcing.
Tiap-tiap laluan parit, tebing curam, kaki bukit, semak belukar, hutan rimba, batu licin derasnya air sungai, padang amis darah rumput, merupakan referensi dalam meningkatkan mutu pemberontakan dikemudian hari. Maka ingatan senantiasa harus terawat, terbasuh kucuran kesadaran, semisal kelembutan air bersanggup menelusup ke serat-serat batu, mendenting melobangi bebatuan pada goa perenungan. Niscaya tubuh kebangsaan berteriak lantang, manakala kaki-kaki rumput terinjak sepatu besi, kuda-kuda birahi yang kesurupan serupa kompeni. Jika berkaca pada cermin masa kini, nasib tanah pertiwi terserang virus-virus korupsi.
Ontowiryo (bahasa Indonesia usil menulisnya dengan Antawirya, nama kecil Pangeran Diponegoro), ia terlahir pada tanggal 11 November 1785 di Yogyakarta, dan wafat pada tanggal 8 Januari 1855 di benteng Rotterdam kota Makasar. Sebagaimana catatan Muhammad Yamin dalam bukunya yang berjudul, Sedjarah Peperangan “Dipanegara” Pahlawan Kemerdekaan Indonesia, penerbit Jajasan Pembangunan Djakarta 1952, tjtakan ketiga. Jika menengok literatur YB. Sudarmanto, terbitan Grasindo 1996 yang berjudul “Jejak-Jejak Pahlawan dari Sultan Agung hingga Syekh Yusuf,” membubuhi puisi Chairil Anwar yang berlabel “Diponegoro”: Di depan sekali tuan menanti/ Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali/ Pedang di kanan, keris di kiri/ Berselempang semangat yang tak bisa mati/
Di bawah ini saya tunjuntukkan Pangeran Diponegoro sebagai Pujangga Indonesia, sebelum santri Tegalsari R. Ng. Ronggowarsito. Bermaksud menguri-uri ruhaniah pertiwi atas tumbal para pemudanya, guna jejiwa mengikuti kegigihannya. Menempa mental agar tak berkarat dimakan usia, tidak busuk dalam buih kecewa. Andai kedangkalan gurit sekadar kenangan, masih bersimpan semangat pengguratnya. Apalagi tetembangan yang dihasilkan dari jiwa-jiwa paripurna kepahlawanan; tidak tunduk harta benda, pangkat jabatan maupun gadis-gadis berambut pirang.
Demikian simaklah…
Sun amedar surasaneng ati
atembang pamijos
pan kinarjo anglipur brangtane
aneng kita Menado duk kardi
tan ana kaeksi.
Mapan katah kang keraseng galih
ing tingkah kadudon
pan mengkana ing tijas pangestine
kaja paran polahingsun iki
jen tan ana ugi
apura Ijang Agung.
Lara wirang pan wus sun lakoni
nging panuhuningong
ingkang kari dan kang dingin kabeh
kaluarga ngestokken jekti
mring Agama Nabi
oleh pitulung.
Ketika membaca bahasa asalnya, tubuh penyaksi gemetaran; bulu-bulu berdiri seolah jejarum di jemari tangan perawan, menyuntik seluruh jasad yang memendam masa silam. Sejarah dihasilkan kerja kesungguan, tak ada basa-basi tersimpan, seluruhnya meruang-waktu kejadian lampau. Perjuangan suci mengukuhkan lelangkah menjadi panutan dikemudian hari. Bahasa bukan sekadar penyampai, di dalamnya ada dinaya, sukma yang terekam membetot jatah dipertarungkan ruang-waktu pembaca. Maka usah sekali-kali menganggap remeh sikap pembacaan, agar tak terhempas gelombang kelupaan sebelum sampai tujuan.
Di bawa ini salinan maknawi karya beliau:
Hamba curahkan perasaan kalbu yang fitri
mengarang syair menghibur duka-nestapa
menyusun karangan di kota Manado
ketika tak kelihatan pandangan mata
selain daripada Tuhan Yang Maha Esa.
Banyaklah yang terasa dalam hati
berbuat kelakuan yang salah arah
sampai timbul jantung berfikiran:
apakah jadinya hamba hina ini,
sekiranya tingkah perbuatan itu
tidak diturunkan ampun,
oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.
Pedih-pilu, hina bencana dirasa
tetapi memohonkan sungguh,
supaya kehilafan dahulu dan kemudian
diturunkan pengampunan dari Tuhan,
kepada keluarga dan sanak saudara
yang dengan ikhlas sepenuh sungguh
menuruti ajaran Nabi pembawa sabda.
Demikian Tembang Midjil yang disusun Pangeran Diponegoro di kota Manado, sebagai Muqaddimah “Babad Diponegoro,” yang dirampungkannya di kota Makasar. Babad tersebut berisikan sejarah leluhur, tareh runtuhnya kerajaan Majapahit hingga detik-detik akhir Beliau. Perjuangan tangan-tangan baja, kaki-kaki gajah, amis darah segar, keringat berdebu, harta-nyawa melayang-layang selama lima tahun terus-menerus melawan penjajahan, dari tanggal 20 Juli 1825 sampai 28 Maret 1830. Dan seperempat abad Beliau meringkuk di benteng tawanan, mendekam terisolasi di tanah asing pembungan. Dimana kurun waktu menyimpan peristiwa, tempo suatu kenangan menjelma harmoni tetembangan, kejayaan hati bergetar dalam perjuangan.
Ontowiryo atau Pangeran Diponegoro, diberi gelar rakyaknya dengan sebutan; “Sultan Abdulhamid Herutjokro Amirul Mukminin Syaidina Panatagama Khalifatulloh Tanah Djawa.” Bersama Sentot Prawirodirdjo serta Kiai Modjo, membakar medan peperangangan di lingkup tanah tengah dwipa; Selarong, Dekso, Pleret, Lengkong, kaki Gunung Merapi, Bantul, Kedjiwan, Gawok, Bagelen, Banyumas, Pekalongan, Ledok, Semarang, Rembang, Bojonegoro, Madiun, Pengasih, Banyumeneg, Kedu, dan seluruh ruh bumi Nusantara berbangkit atas hembusan badai pemberontakannya.
Adalah tak diragukan lagi, tubuh-tubuh yang terpendam tanah pertiwi sebagai daulat kesatuan, bagi hakikat paku bumi, gunung-gunung tertancap, agar tak buyar makna ke-Indonesia-an. Dimana tiap-tiap pergolakan terangkat, embun pagi kabarkan peristiwa makna puitik, lahir dari pergumulan ruh abthin matahari. Dan sisanya tersimpan dalam resapan daun-daun sejarah. Niscaya pancaran hati, atas pantulan tekad memperjuangkan tanah sepenuh jiwa, tulus setia menghadap Ridho-Nya.
*) Pengelana asal Lamongan, Jatim, 19 Maret 2009, kamis legi Rabiul Awal 1430 H.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Musthafa
A Rodhi Murtadho
A Wahyu Kristianto
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Wachid BS
Abdullah al-Mustofa
Abdullah Khusairi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimanyu
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Maulani
Adek Alwi
Adhi Pandoyo
Adrian Ramdani
Ady Amar
Afrizal Malna
Agnes Rita Sulistyawati
Aguk Irawan Mn
Agus R. Sarjono
Agus Riadi
Agus Subiyakto
Agus Sulton
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahm Soleh
Ahmad Farid Tuasikal
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Luthfi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadie Thaha
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rasyid
AJ Susmana
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander Aur
Alexander G.B.
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Rif’an
Aliela
Alimuddin
Alit S. Rini
Alunk Estohank
Ami Herman
Amich Alhumami
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminudin TH Siregar
Ammilya Rostika Sari
An. Ismanto
Anaz
Andaru Ratnasari
Andhi Setyo Wibowo
Andhika Prayoga
Andong Buku #3
Andrenaline Katarsis
Andri Cahyadi
Angela
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Sudibyo
Anton Wahyudi
Anwar Holid
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Zulkifli
Arti Bumi Intaran
Asarpin
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayu Utami
Azyumardi Azra
Babe Derwan
Bagja Hidayat
Balada
Bandung Mawardi
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benni Setiawan
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Bernadette Lilia Nova
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Bhakti Hariani
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budi Winarto
Buku Kritik Sastra
Buldanul Khuri
Bustan Basir Maras
Camelia Mafaza
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Choirul Rikzqa
D. Dudu A.R
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Darmanto Jatman
Dedy Tri Riyadi
Delvi Yandra
Denny JA
Denny Mizhar
Dewi Anggraeni
Dian Basuki
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dian Yanuardy
Diana AV Sasa
Dinar Rahayu
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Warsidi
Edy Firmansyah
EH Kartanegara
Eka Alam Sari
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil Amir
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
F. Budi Hardiman
Fadly Rahman
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fani Ayudea
Fariz al-Nizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatkhul Aziz
Felix K. Nesi
Film
Fitri Yani
Franditya Utomo
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Garna Raditya
Gde Artawan
Geger Riyanto
Gendhotwukir
George Soedarsono Esthu
Gerakan Surah Buku (GSB)
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Tri Atmojo
H. Supriono Muslich
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim H.D.
Hamberan Syahbana
Hamidah Abdurrachman
Han Gagas
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hasan Aspahani
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Helvy Tiana Rosa
Helwatin Najwa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendriyo Widi Ismanto
Hepi Andi Bastoni
Heri Latief
Heri Listianto
Herry Firyansyah
Heru Untung Leksono
Hikmat Darmawan
Hilal Ahmad
Hilyatul Auliya
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husnun N Djuraid
I Nyoman Suaka
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilenk Rembulan
Ilham khoiri
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Iman Budi Santosa
Imelda
Imron Arlado
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Margareta
Indra Darmawan
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ingki Rinaldi
Insaf Albert Tarigan
Intan Hs
Isbedy Stiawan ZS
Ismail Amin
Ismi Wahid
Ivan Haris
Iwan Gunadi
Jacob Sumardjo
Jafar Fakhrurozi
Jajang R Kawentar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean-Marie Gustave Le Clezio
JJ. Kusni
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Julika Hasanah
Julizar Kasiri
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kadir Ruslan
Kartika Candra
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Ketut Yuliarsa
KH. Ma'ruf Amin
Khaerudin
Khalil Zuhdy Lawna
Kholilul Rohman Ahmad
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Krisandi Dewi
Kritik Sastra
Kucing Oren
Kuswinarto
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lenah Susianty
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
M Shoim Anwar
M. Arman A.Z.
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Harya Ramdhoni
M. Kasim
M. Latief
M. Wildan Habibi
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria hartiningsih
Maria Serenada Sinurat
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Marsus Banjarbarat
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masriadi
Mawar Kusuma Wulan
Max Arifin
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Mezra E. Pellondou
Micky Hidayat
Mihar Harahap
Misbahus Surur
Moh Samsul Arifin
Moh. Syafari Firdaus
Mohamad Asrori Mulky
Mohammad Afifuddin
Mohammad Fadlul Rahman
Muh Kholid A.S.
Muh. Muhlisin
Muhajir Arifin
Muhamad Sulhanudin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Azka Fahriza
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naskah Teater
Nezar Patria
Nina Setyawati
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noor H. Dee
Noval Maliki
Nunuy Nurhayati
Nur Haryanto
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurudin
Octavio Paz
Oliviaks
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Panda MT Siallagan
Pandu Jakasurya
PDS H.B. Jassin
Philipus Parera
Pradewi Tri Chatami
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R Sutandya Yudha Khaidar
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmadi Usman
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rahmat Sutandya Yudhanto
Raihul Fadjri
Rainer Maria Rilke
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridha al Qadri
Ridwan Munawwar
Rikobidik
Riri
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rizky Andriati Pohan
Robert Frost
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Romi Febriyanto Saputro
Rosihan Anwar
RR Miranda
Rudy Policarpus
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Gerilyawan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra
SelaSastra ke #24
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Subhan SD
Suci Ayu Latifah
Sulaiman Djaya
Sulistiyo Suparno
Sunaryo Broto
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunudyantoro
Suriali Andi Kustomo
Suryadi
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susi Ivvaty
Susianna
Susilowati
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Bahri
Syam Sdp
Syarif Hidayatullah
Tajuddin Noor Ganie
Tammalele
Tan Malaka
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Trianton
Tengsoe Tjahjono
Th Pudjo Widijanto
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tiya Hapitiawati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Joko Susilo
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi
Umar Kayam
Undri
Uniawati
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Vyan Tashwirul Afkar
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyudin
Wannofri Samry
Warung Boenga Ketjil
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Web Warouw
Wijang Wharek
Wiko Antoni
Wina Bojonegoro
Wira Apri Pratiwi
Wiratmo Soekito
Wishnubroto Widarso
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Wing King
WS Rendra
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yosi M. Giri
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Yuyu AN Krisna
Zaki Zubaidi
Zalfeni Wimra
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhaenal Fanani
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Zulhasril Nasir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar