S. Jai
http://ahmad-sujai.blogspot.com/
Surabaya Post/15 Maret 2009
MENYAKSIKAN tiap bentuk pertunjukkan, seringkali kita dihadapkan pada sebuah pertanyaan—apa pesan yang dituturkan pertunjukan tadi? Menghadirkan pesan dan menghidupkan kesan tampaknya hingga kini terus dijadikan pergulatan dalam tradisi tutur kita—dan barangkali bermula dari sini pulalah cikalbakal kesulitan akan berkembangnya seni tradisi kita.
Tradisi Tutur seperti jadi bulan-bulanan sebagai korban yang menyebabkan seni tradisional berpotensi mati—kalaupun ada tak lebih hanya nostalgia yang fatalnya cukup laris dijual di pasar pariwisata bagi orang yang sebetulnya tengah kebingungan mencari dirinya sendiri berada di tengah hirukpikuk zaman.
Lantas apakah pesan dan kesan itu penting dan tepat diwujudkan dengan kosakata sebagai barang mahal? Memperjuangkan—bukan berarti membela mati-matian—tradisi seni tutur kita boleh dikata diawali dari berpegang pada pentingnya pesan dan kesan tersebut sebagai kunci. Karena tradisi tutur atau oral tradition sebetulnya lebih bertitik tolak secara historis dari adanya pesan tersebut yang dikemukakan dalam konteks tahap kebudayaan mitologis menurut istilah Van Peursen.
Meski demikian tradisi tutur, oral tradition alias tradisi lisan tak melulu berupa hal-hal yang berkaitan dalam gaya penyampaian tutur (verbal) belaka. Terlebih pada saat tradisi lisan itu memasuki ranah seni yang pada mulanya tumbuh subur sebagai sebuah upacara ternyata ada bentuk tarian di samping syair serta wayang dan kemudian menuju teater. Tentang yang terakhir disebut ini, banyak dituding mulai adanya campur tangan pola pikir barat ditandai sejak sandiwara (sandi dan swara?) Dardanela, meski di sisi lain orang barat macam Antonim Artaud justru menggali teater tradisi di Bali. Kesemuanya terus hidup hingga di zaman yang bukan lagi pre-historis tetapi pada saat orang mulai gemar menulis.
Teater tutur adalah cerita itu sendiri adalah dongeng, mitologi, monolog dari colectif-conciusnes (kesadaran kolektif). Sedyawati (1998) mengklasifikasikan tradisi lisan sejak dari yang paling murni bersifat sastra hingga ke pertunjukkan teater, antara lain: pertama, murni pembacaan sastra, seperti mebasan pada orang Bali dan macapatan pada orang Jawa, kedua pembacaan sastra disertai gerak-gerak sederhana atau iringan musik terbatas, seperti pada Cekepung dan Kentrung, ketiga, penyajian cerita disertai gerakan-gerakan tari seperti randai pada orang Minang dan keempat, penyajian cerita-cerita melalui aktualisasi adegan-adegan dengan pemeran-pemeran yang melakukan dialog dan menari disertai iringan musik.
Titik temunya pada apa yang digariskan Bertolt Brecht bahwa antara ilmuwan dan seniman itu memiliki tugas kemanusiaan yang sama yakni meringankan beban hidup manusia. Bila ilmuwan bertugas untuk menemukan jawaban persoalan-persoalan dalam mengungkap misteri keilmuan demi kesejahteraan hidup manusia di semesta, maka kehadiran kesenian sebagai penyeimbang karena keberadaannya dimaksudkan untuk “menghibur.” Bagi siapa yang bisa bertarung di situ, kepada mereka kita sudah selayaknya dan patut mengangkat topi karena sebetulnya mereka bergulat memaknai diri di tengah samudera alam semesta—sekecil apapun makna itu baginya—inilah kreativitas.
Perjuangan seperti ini pun telah dilakukan manusia primitif sejak zaman baheula untuk memecahkan kerumitan hidup sejak sebelum ada religi, ritual atau agama dan pengetahuan lain seperti seni dan moral. Dengan kata lain proses budaya mereka adalah sesuatu yang dihasilkan dari proses kreativitas yang digerakkan oleh badan manusia di dalam ruang dan waktu tertentu.
Bahwa di samping problem yang sudah melekat dalam diri manusia di semesta ini, lantas perasaan senasib dan sepenanggungan dalam perjalanan bangsa yang bertahun-tahun didera akibat masa kelam, penderitaan, tekanan dan kepahitan, secara tidak langsung juga turut membentuk sebuah tradisi lisan dalam arti kita lebih suka “diceritai” dari pada jadi “pencerita yang analitis.” Atau kita lebih terbiasa jadi “pendengar” atau jadi “pendongeng” saja dengan segala percikan-percikan yang dalam perkembangan hebatnya bisa dipelihara sedemikian cerdik. Tanpa bermaksud memposisikan “pendongeng” ke dalam makna eufimisme, jika pun benar betapa teater tutur yang lahir dari “zaman gelap” seperti itu sanggup berjuang dan mendapat tempat kuat di tengah masyarakat.
Sebaliknya tentu saja tak memperoleh simpati jika ditinjau dari tahap fungsionalnya Van Peursen. Kita tentu masih dibuat terkagum-kagum bagaimana paiwainya Kartolo Cs atau ludruk garingan Markeso, Cak Durasim yang sanggup memperjuangkan tradisi lisan justru di abad supercanggih seperti sekarang—menyampaikan pesan dengan rupa-rupa basa-basi verbal yang justru menurut Sindhunata mampu menghidupkan spirit hidup rakyat kecil dari hempasan penderitaan beban hidup.
Kesemuanya niscaya bisa ada dan bisa pula ditiadakan. Kesemuanya punya hak untuk secara terbuka hadir dalam sebuah proses panjang berteater. Cukup menarik adalah pernyataan Carl Gustav Jung, yang mengungkapkan bahwa setiap benda padat memiliki sisi-bayangnya sendiri. Bagian bayang dari pikiran adalah bagian esensial dari bentuknya. Mengingkari bayangannya sendiri berarti kehilangan kepadatan, menjadi semacam hantu. Menurutnya pengakuan atas sisi gelap manusia ini sangat penting kalau kita ingin mencapai kepenuhan integritas diri dan bertindak secara lebih realitis. Hal ini saya lebih cenderung menggunakan terminologi sikap terbuka dan membocorkan diri atas bahwa manusia memang memiliki sisi gelapnya sendiri, yakni kemampuan untuk melakukan kejahatan yang justru merendahkan dirinya sendiri.
Ada pandangan yang “spiritualis” atau “mistis” mengemuka dari pernyataan Jung, bahwa manusia memiliki kekuatan kompleks yang memungkinkannya untuk melakukan tindakan yang meniadakan kebaikannya sendiri. Dengan membocorkan diri tentang ruang-ruang gelap, dosa-dosa, kejahatan-kejahatan, keburukan-keburukan masa lalu dalam batin manusia, maka hal itu berarti aktif menciptakan kondisi ektrem manusia tanpa lebih dulu harus ditekan dan pojokkan. Karena dengan cara seperti ini seniman amat meyakini sebagai upaya untuk mengenali diri secara lebih dahsyat yang pada gilirannya barangkali justru akan menumbuhkan rasa percaya diri sebagai manusia menjalani fitrahnya.
*) Penulis adalah pengarang, bergiat di Komunitas Keluarga (Kelompok Intelektual Asal Lingkungan Jalan Airlangga), Kini bekerja selaku Head of Arts and Cultural Outreach, The Center for Religious and Community Studies (CeRCS) Surabaya.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Musthafa
A Rodhi Murtadho
A Wahyu Kristianto
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Wachid BS
Abdullah al-Mustofa
Abdullah Khusairi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimanyu
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Maulani
Adek Alwi
Adhi Pandoyo
Adrian Ramdani
Ady Amar
Afrizal Malna
Agnes Rita Sulistyawati
Aguk Irawan Mn
Agus R. Sarjono
Agus Riadi
Agus Subiyakto
Agus Sulton
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahm Soleh
Ahmad Farid Tuasikal
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Luthfi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadie Thaha
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rasyid
AJ Susmana
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander Aur
Alexander G.B.
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Rif’an
Aliela
Alimuddin
Alit S. Rini
Alunk Estohank
Ami Herman
Amich Alhumami
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminudin TH Siregar
Ammilya Rostika Sari
An. Ismanto
Anaz
Andaru Ratnasari
Andhi Setyo Wibowo
Andhika Prayoga
Andong Buku #3
Andrenaline Katarsis
Andri Cahyadi
Angela
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Sudibyo
Anton Wahyudi
Anwar Holid
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Zulkifli
Arti Bumi Intaran
Asarpin
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayu Utami
Azyumardi Azra
Babe Derwan
Bagja Hidayat
Balada
Bandung Mawardi
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benni Setiawan
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Bernadette Lilia Nova
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Bhakti Hariani
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budi Winarto
Buku Kritik Sastra
Buldanul Khuri
Bustan Basir Maras
Camelia Mafaza
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Choirul Rikzqa
D. Dudu A.R
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Darmanto Jatman
Dedy Tri Riyadi
Delvi Yandra
Denny JA
Denny Mizhar
Dewi Anggraeni
Dian Basuki
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dian Yanuardy
Diana AV Sasa
Dinar Rahayu
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Warsidi
Edy Firmansyah
EH Kartanegara
Eka Alam Sari
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil Amir
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
F. Budi Hardiman
Fadly Rahman
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fani Ayudea
Fariz al-Nizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatkhul Aziz
Felix K. Nesi
Film
Fitri Yani
Franditya Utomo
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Garna Raditya
Gde Artawan
Geger Riyanto
Gendhotwukir
George Soedarsono Esthu
Gerakan Surah Buku (GSB)
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Tri Atmojo
H. Supriono Muslich
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim H.D.
Hamberan Syahbana
Hamidah Abdurrachman
Han Gagas
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hasan Aspahani
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Helvy Tiana Rosa
Helwatin Najwa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendriyo Widi Ismanto
Hepi Andi Bastoni
Heri Latief
Heri Listianto
Herry Firyansyah
Heru Untung Leksono
Hikmat Darmawan
Hilal Ahmad
Hilyatul Auliya
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husnun N Djuraid
I Nyoman Suaka
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilenk Rembulan
Ilham khoiri
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Iman Budi Santosa
Imelda
Imron Arlado
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Margareta
Indra Darmawan
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ingki Rinaldi
Insaf Albert Tarigan
Intan Hs
Isbedy Stiawan ZS
Ismail Amin
Ismi Wahid
Ivan Haris
Iwan Gunadi
Jacob Sumardjo
Jafar Fakhrurozi
Jajang R Kawentar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean-Marie Gustave Le Clezio
JJ. Kusni
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Julika Hasanah
Julizar Kasiri
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kadir Ruslan
Kartika Candra
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Ketut Yuliarsa
KH. Ma'ruf Amin
Khaerudin
Khalil Zuhdy Lawna
Kholilul Rohman Ahmad
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Krisandi Dewi
Kritik Sastra
Kucing Oren
Kuswinarto
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lenah Susianty
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
M Shoim Anwar
M. Arman A.Z.
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Harya Ramdhoni
M. Kasim
M. Latief
M. Wildan Habibi
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria hartiningsih
Maria Serenada Sinurat
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Marsus Banjarbarat
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masriadi
Mawar Kusuma Wulan
Max Arifin
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Mezra E. Pellondou
Micky Hidayat
Mihar Harahap
Misbahus Surur
Moh Samsul Arifin
Moh. Syafari Firdaus
Mohamad Asrori Mulky
Mohammad Afifuddin
Mohammad Fadlul Rahman
Muh Kholid A.S.
Muh. Muhlisin
Muhajir Arifin
Muhamad Sulhanudin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Azka Fahriza
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naskah Teater
Nezar Patria
Nina Setyawati
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noor H. Dee
Noval Maliki
Nunuy Nurhayati
Nur Haryanto
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurudin
Octavio Paz
Oliviaks
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Panda MT Siallagan
Pandu Jakasurya
PDS H.B. Jassin
Philipus Parera
Pradewi Tri Chatami
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R Sutandya Yudha Khaidar
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmadi Usman
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rahmat Sutandya Yudhanto
Raihul Fadjri
Rainer Maria Rilke
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridha al Qadri
Ridwan Munawwar
Rikobidik
Riri
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rizky Andriati Pohan
Robert Frost
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Romi Febriyanto Saputro
Rosihan Anwar
RR Miranda
Rudy Policarpus
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Gerilyawan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra
SelaSastra ke #24
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Subhan SD
Suci Ayu Latifah
Sulaiman Djaya
Sulistiyo Suparno
Sunaryo Broto
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunudyantoro
Suriali Andi Kustomo
Suryadi
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susi Ivvaty
Susianna
Susilowati
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Bahri
Syam Sdp
Syarif Hidayatullah
Tajuddin Noor Ganie
Tammalele
Tan Malaka
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Trianton
Tengsoe Tjahjono
Th Pudjo Widijanto
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tiya Hapitiawati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Joko Susilo
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi
Umar Kayam
Undri
Uniawati
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Vyan Tashwirul Afkar
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyudin
Wannofri Samry
Warung Boenga Ketjil
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Web Warouw
Wijang Wharek
Wiko Antoni
Wina Bojonegoro
Wira Apri Pratiwi
Wiratmo Soekito
Wishnubroto Widarso
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Wing King
WS Rendra
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yosi M. Giri
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Yuyu AN Krisna
Zaki Zubaidi
Zalfeni Wimra
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhaenal Fanani
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Zulhasril Nasir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar