Senin, 23 Februari 2009

Babi dalam Dompet

A Rodhi Murtadho
http://forum-sastra-lamongan.blogspot.com/

Dompet lengket di saku celana. Babi terus mendengkur. Paijan terus berjalan dari rumah ke rumah. Sales. Bukan kerja yang sembarangan. Tak semua orang bisa menekuni profesi ini. Paling tidak harus punya mulut yang kuat bicara. Lidah yang pandai bersilat. Tatapan mata meyakinkan. Bau badan tidak kecut. Baju rapi. Sepatu mengkilat. Senyum menawan dengan gigi putih dan bau nafas tidak apek. Potongan klimis biasanya ikut mendukung.

Setiap kali Paijan mengetuk pintu, dia harus memegang erat dompetnya. Setiap ketukan mengakibatkan dengkur yang keras Babi yang ada di dompet. Kalau sampai tiga kali lebih ketukan, biasanya Babi itu berusaha meloncat keluar. Menggedor pintu dan menyeruduknya hingga jebol.

“Selamat siang, Bu!” ucap Paijan lembut.

“Siang, ada apa ya?” sahut Salamah, Ibu rumah tangga. Leher, tangan, dan kaki berkilatan penuh dengan emas. Biar paras tak begitu lembut tapi kilau benda yang ada di tubuhnya membuat para lelaki berpikir dua kali. Ingin mengambil semua perhiasan dan menjualnya.

“Saya punya kosmetik. Lengkap, Bu. Ada bedak, gincu, per…”

“Sudah…Sudah. Saya tidak mau membeli. Saya sudah punya banyak. Lemari saya sudah penuh dengan barang-barang seperti itu.”

“Tapi ini bagus lho, Bu. Asli buatan negeri tropis. Sejuk. Menjadikan kulit mulus, cantik. Apalagi parfum ini. Hidung lelaki akan mengikuti Ibu. Apalagi yang hidung belang. Banyak artis yang menggunakan ini, Bu. Wah, pokoknya dijamin Ibu akan cantik. Kalau tidak percaya, boleh Ibu coba.”

Jurus terakhir ketika ada penolakan dari calon pembeli. Mencobakan. Paijan mulai mengeluarkan satu set kosmetik. Mulai melukis dengan hati-hati wajah Salamah. Menyemprotkan minyak wangi pada area bebas biar tidak bercampur peluh. Menghindari kontaminasi. Menjaga agar minyak wangi tidak berbau tak karuan. Apek.

“Nah, Ibu lihat kan. Ibu bertambah cantik. Makin cantik. Saya yakin suami Ibu bakal betah di rumah. Tidak akan selingkuh karena sudah melihat Ibu yang aduhai memikat hati. Eh…sampai-sampai saya sendiri juga tertarik pada Ibu.”

“Ah, Mas, bisa saja. Boleh saya pinjam cerminnya?”

Paijan mendekatkan cermin ke tangan Salamah. Kanan kiri Salamah memandangi wajahnya dengan bergaya manja. Cantik, lirih ucapnya. Rasanya juga sejuk dan nyaman.

“Ehm…! Oke! Saya membeli kosmetik ini tapi uangnya lusa. Kosmetiknya ditinggal di sini saja. Uangnya ada di kotak dalam lemari. Saya mau mengambil tapi kuncinya dibawa suami saya. Bisa ya, Mas. Pasti saya bayar.”

Babi yang ada di dompet Paijan meronta keluar. Seakan tak terima barang dagangan dikredit. Dicegah Paijan. Dipegang erat dompetnya. Tak membiarkan Babi itu nyruduk keluar atau dengkurannya terdengar.

“Ya, bolehlah, Bu. Lusa saya akan datang lagi.”
***

Malam bertambah kalut. Bau kemenyan lekat dan menyengat. Senyum Lasmini terus menghiasi mata Paijan. Lasmini sudah mengerti isyarat dari Paijan. Babi dalam dompet segera keluar. Lasmini harus terlentang membuka seluruh pembungkus badan. Menyeringai. Mengangkang. Babi keluar dari dompet lantas meloncat keluar dan mendarat di atas Lasmini. Dengkurannya membuat tubuh Lasmini bergetar. Moncong hidung dihenduskan di sekujur tubuh. Menggeliatkannya. Lasmini terpejam merasakan kehangatan yang menempel di selangkangan masuk ke tubuh. Babi itu menghilang.

Lasmini lantas menyalakan lampu ublik. Kemenyan ditambahkan pada bara arang membara. Mantra diucapkan. Ia ingat pesan suaminya kalau rumah tujuan babi adalah rumah Bu Salamah. Telanjang tubuh Lasmini beraromakan kemenyan membuat nyamuk tak doyan menempel. Lasmini duduk bersila. Berkonsentrasi.

“Ambil, ambil, hisap, hisap. Hisap semuanya,” perintah Lasmini dalam mantranya.

Uang bertebaran dari langit-langit kamar yang jelas tak berlubang. Entah dari mana. Ia tak mempertanyakannya. Hanya melihat uang berlembar-lembar bertaburan. Lasmini tersenyum.

Ada suara di balik pintu kamarnya. Dengkuran Babi. Mungkin hanya perasaan saja, pikirnya. Mas Paijan belum selesai menghisap uang. Aneh yang dirasakan Lasmini. Uang bertaburan tak henti-henti. Banyak sekali. Namun yang ada di lantai hanya sedikit. Ke mana uang itu? Lasmini hanya keheranan. Pasrah. Mungkin memang sedikit yang didapatnya.
***

Salamah terus mendesak suaminya, Parman, untuk pergi ke rumah Paijan. Sales Kosmetik. Sudah sejak sore Salamah menyiapkan kembang, kemenyan, dan lilin. Namun suaminya menolak. Salamah tak peduli dan langsung memantrai suaminya yang tidur-tiduran. Menjadikannya babi. Dengan begitu, Salamah mudah memerintahnya.

“Pergi kau ke rumah Paijan. Hisap semua uangnya. Aku tunggu hasilnya di kotak dalam lemari.”

Rupa binatang membuat jiwa binatang ada dalam diri Parman. Babi Parman bergegas keluar rumah. Tanpa membuka pintu. Dalam perjalanan, Babi Parman menjumpai banyak babi berkeliaran. Saling menyapa dengan dengkuran. Tak memperdulikan arah mereka. Biarpun ada salah satu babi yang menuju rumahnya. Babi Parman tak peduli.

Babi Parman memasuki rumah Paijan. Tanpa permisi atau mengetuk pintu dan langsung menuju kamar yang berbau uang. Membenturkan kepala di pintu dan mendengkur. Dengan begitu uang yang ada dalam kamar langsung masuk ke kotak dalam lemari.
***

Proses penghisapan Babi Paijan dan Babi Parman terus berlangsung mungkin selamanya akan tetap berlangsung. Sampai kiamat pun mungkin terus berlangsung. Uang Parman di kotak dalam lemari dihisap Babi Paijan kemudian masuk ke kamar Lasmini. Setelah uang masuk ke kamar Lasmini, dihisap Babi Parman masuk ke kotak di dalam lemari Salamah.

Lilin di hadapan Salamah mulai habis meleleh. Merasa khawatir dengan suaminya yang tak kunjung kembali. Lilin segera habis. Kalau tidak kembali sebelum lilin habis, Parman harus menunggu malam berikutnya untuk dimantrai lagi untuk menjadi manusia.

Salamah tak mampu berbuat apa-apa lagi. Lilin telah habis. Merasa putus asa. Salamah keluar membuka pintu kamar. Tak disangka seekor babi terus mengeluskan kepala di dinding kamar. Salamah menghampiri babi itu. Menggendong masuk. Memperlakukannya seperti bayi. Mengelus, mencium, dan menimang di dadanya. Salamah menuju kamar. Babi itu menyeruduknya dengan dengkuran. Ekornya berkibas tak tentu arah. Mungkin sedang bernafsu. Salamah pun segera membuka pembalut tubuh. Takut kalau keinginan Babi itu tidak dituruti, dirinya akan terkena kutuk. Berdosa.

Minyak tanah lampu ublik Lasmini mulai habis. Tubuhnya mulai merasa dingin. Adzan subuh akan datang sebentar lagi. Kalau suaminya tak kembali berarti ia tidak akan bisa keluar rumah. Harus telanjang terus. Menunggu sehari untuk memantrai Babi. Lasmini bingung. Tak ada tanda bahaya. Uang masih bertebaran. Tapi lampu mulai redup dan mati. Menghentikan tebaran uang. Mungkin Mas Paijan menggoda, pikirnya.

Lasmini beranjak dari duduknya. Melangkahkan kaki dan membuka pintu. Ia menemui babi yang menempelkan kepalanya pada dinding luar kamar.

“Mas. Mengapa tidak masuk. Sekarang lihat rupa mas. Babi. Sungguh babi. Kalau Mas masuk sebelum lampu mati tadi, pasti bisa berubah lagi. Sekarang, lampu sudah mati. Mas harus menjadi babi seharian. Sementara aku juga harus telanjang seharian.”

Lasmini menggendong Babi itu masuk ke kamar. Mencoba memantrainya tapi gagal. Lasmini pun memutuskan untuk menunggu esok malam. Ia merebahkan tubuhnya di ranjang. Memposisikan dirinya di samping Babi.

Babi itu mulai berulah. Lasmini pun tak segan lagi. Membiarkan tubuhnya diendus dengan dengkuran babi. Dijilati lidah yang penuh liur babi. Lasmini membuka selangkangan. Mengangkang di atas ranjang. Tanda Lasmini mengizinkan babi untuk menindihnya. Kadang dari atas. Kadang dari kiri. Kadang dari kanan. Kadang dari belakang. Tetapi kadang juga di bawah, ditindih Lasmini.
***

Malam kembali mengalir. Babi Paijan dan Babi Parman tak dimantrai oleh istri mereka untuk menjadi manusia. Mereka langsung diperintah untuk menghisap uang dari tetangga yang banyak uangnya.

Babi Paijan yang berada dalam genggaman Salamah kembali ke rumah. Kepada istrinya, Lasmini. Babi Parman yang berada dalam buaian Lasmini juga kembali ke rumahnya. Alasan yang sama yang mereka utarakan kepada istri mereka. Capek dan besok harus bekerja. Agar tetangga dan teman kerja tak banyak menaruh curiga.

Pagi hari, Parman berangkat bekerja di pabrik. Paijan juga berangkat bekerja menjadi sales sambil meniliki rumah hartawan.

Paijan mengetuk pintu rumah Salamah. Suara langkah mengalun dari dalam. Membukakan pintu. Senyum dari gigi berlarik menyeringai. Menyambut Paijan yang juga lekat dengan senyum. Saling mengangguk dan menyapa. Salamah mempersilahkan Paijan masuk.

“Eh. Begini, Bu. Saya mau…”

“Ya, saya sudah mengerti. Tunggu sebentar. Saya ambil uangnya dulu. Tunggu sebentar. Pasti cepat kok.”

Sekelebat Salamah masuk kamar. Salamah keluar dengan membawa sejumlah uang dan diberikan kepada Paijan.

Paijan, dengan tersenyum, menerimanya. Diambil dompet. Berniat untuk memasukkan uang yang baru diterima dari Salamah. Tiba-tiba Babi yang ada di dompetnya nyruduk keluar. Belum sempat Paijan memasukkan uang. Paijan lupa karena terlalu bahagia menerima uang. Babi itu meloncat kesana kemari. Mengitari Salamah lantas menyeruduknya. Babi itu kembali berada di atas tubuh Salamah.

Surabaya, 7 Juni 2006.

Tidak ada komentar:

A Musthafa A Rodhi Murtadho A Wahyu Kristianto A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Wachid BS Abdullah al-Mustofa Abdullah Khusairi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimanyu Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Maulani Adek Alwi Adhi Pandoyo Adrian Ramdani Ady Amar Afrizal Malna Agnes Rita Sulistyawati Aguk Irawan Mn Agus R. Sarjono Agus Riadi Agus Subiyakto Agus Sulton Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahm Soleh Ahmad Farid Tuasikal Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Luthfi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadie Thaha Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rasyid AJ Susmana Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander Aur Alexander G.B. Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Rif’an Aliela Alimuddin Alit S. Rini Alunk Estohank Ami Herman Amich Alhumami Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminudin TH Siregar Ammilya Rostika Sari An. Ismanto Anaz Andaru Ratnasari Andhi Setyo Wibowo Andhika Prayoga Andong Buku #3 Andrenaline Katarsis Andri Cahyadi Angela Anies Baswedan Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Sudibyo Anton Wahyudi Anwar Holid Anwar Siswadi Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Zulkifli Arti Bumi Intaran Asarpin Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayu Utami Azyumardi Azra Babe Derwan Bagja Hidayat Balada Bandung Mawardi Bayu Agustari Adha Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernadette Lilia Nova Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Bhakti Hariani Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budi Winarto Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Camelia Mafaza Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cecep Syamsul Hari Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Choirul Rikzqa D. Dudu A.R D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Dantje S Moeis Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Darmanto Jatman Dedy Tri Riyadi Delvi Yandra Denny JA Denny Mizhar Dewi Anggraeni Dian Basuki Dian Hartati Dian Sukarno Dian Yanuardy Diana AV Sasa Dinar Rahayu Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi Warsidi Edy Firmansyah EH Kartanegara Eka Alam Sari Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil Amir Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Evan Ys F. Budi Hardiman Fadly Rahman Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fani Ayudea Fariz al-Nizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatkhul Aziz Felix K. Nesi Film Fitri Yani Franditya Utomo Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Garna Raditya Gde Artawan Geger Riyanto Gendhotwukir George Soedarsono Esthu Gerakan Surah Buku (GSB) Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Tri Atmojo H. Supriono Muslich H.B. Jassin Hadi Napster Halim H.D. Hamberan Syahbana Hamidah Abdurrachman Han Gagas Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Priyatna Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasan Junus Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Helwatin Najwa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendriyo Widi Ismanto Hepi Andi Bastoni Heri Latief Heri Listianto Herry Firyansyah Heru Untung Leksono Hikmat Darmawan Hilal Ahmad Hilyatul Auliya Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur Husnun N Djuraid I Nyoman Suaka Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilenk Rembulan Ilham khoiri Imam Jazuli Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Iman Budi Santosa Imelda Imron Arlado Imron Tohari Indiar Manggara Indira Margareta Indra Darmawan Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ingki Rinaldi Insaf Albert Tarigan Intan Hs Isbedy Stiawan ZS Ismail Amin Ismi Wahid Ivan Haris Iwan Gunadi Jacob Sumardjo Jafar Fakhrurozi Jajang R Kawentar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean-Marie Gustave Le Clezio JJ. Kusni Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Julika Hasanah Julizar Kasiri Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kadir Ruslan Kartika Candra Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Ketut Yuliarsa KH. Ma'ruf Amin Khaerudin Khalil Zuhdy Lawna Kholilul Rohman Ahmad Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Krisandi Dewi Kritik Sastra Kucing Oren Kuswinarto Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lenah Susianty Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto M Shoim Anwar M. Arman A.Z. M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Harya Ramdhoni M. Kasim M. Latief M. Wildan Habibi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria hartiningsih Maria Serenada Sinurat Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Marsus Banjarbarat Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masriadi Mawar Kusuma Wulan Max Arifin Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Mezra E. Pellondou Micky Hidayat Mihar Harahap Misbahus Surur Moh Samsul Arifin Moh. Syafari Firdaus Mohamad Asrori Mulky Mohammad Afifuddin Mohammad Fadlul Rahman Muh Kholid A.S. Muh. Muhlisin Muhajir Arifin Muhamad Sulhanudin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Azka Fahriza Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Nafi’ah Al-Ma’rab Naskah Teater Nezar Patria Nina Setyawati Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noor H. Dee Noval Maliki Nunuy Nurhayati Nur Haryanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurudin Octavio Paz Oliviaks Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pamusuk Eneste Panda MT Siallagan Pandu Jakasurya PDS H.B. Jassin Philipus Parera Pradewi Tri Chatami Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R Sutandya Yudha Khaidar R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rahmat Sutandya Yudhanto Raihul Fadjri Rainer Maria Rilke Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridha al Qadri Ridwan Munawwar Rikobidik Riri Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rizky Andriati Pohan Robert Frost Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Romi Febriyanto Saputro Rosihan Anwar RR Miranda Rudy Policarpus Rukardi S Yoga S. Jai S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Gerilyawan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra SelaSastra ke #24 Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Subhan SD Suci Ayu Latifah Sulaiman Djaya Sulistiyo Suparno Sunaryo Broto Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunudyantoro Suriali Andi Kustomo Suryadi Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Susilowati Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Bahri Syam Sdp Syarif Hidayatullah Tajuddin Noor Ganie Tammalele Tan Malaka Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Tengsoe Tjahjono Th Pudjo Widijanto Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tiya Hapitiawati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Joko Susilo Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Umar Kayam Undri Uniawati Universitas Indonesia UU Hamidy Vyan Tashwirul Afkar W Haryanto W.S. Rendra Wahyudin Wannofri Samry Warung Boenga Ketjil Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Web Warouw Wijang Wharek Wiko Antoni Wina Bojonegoro Wira Apri Pratiwi Wiratmo Soekito Wishnubroto Widarso Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Wing King WS Rendra Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yosi M. Giri Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Yuyu AN Krisna Zaki Zubaidi Zalfeni Wimra Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhaenal Fanani Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar Zulhasril Nasir