Musa Ismail
http://www.riaupos.com/
Karya sastra berkait dengan berbagai subdisiplin ilmu lain. Selain sosiologi dan antropologi, kajian terhadap produk sastra juga tidak bisa lepas dari aspek psikologis.
Hal ini dikarenakan medium sastra, yaitu bahasa, merupakan cerminan ekspresi kejiwaan pengarang. Di sisi lain, tokoh-tokoh yang terlahir dalam karya sastra, seperti novel, akan memancarkan aspek-aspek psikis dalam interaksi kehidupan dunia sastra.
Endraswara mengatakan, bahasa dalam sastra adalah simbol psikologis. Bahasa sastra adalah bingkisan makna psikis yang dalam (2008:4)). Bagi Freud, aspek psikologi adalah alam bawah sadar, yang disadari secara samar-samar oleh individu yang bersangkutan. Ketaksadaran justru merupakan bagian yang paling besar dan paling aktif dalam diri setiap orang (lihat Endraswara, 2008:4).
Kehidupan nyata manusia tidak terpisah dari kondisi kejiwaannya. Karakter manusia dalam kehidupan nyata bisa saja memiliki kesamaan (baik kebetulan ataupun tidak) terhadap karakter manusia dalam produk sastra. Ungkapan-ungkapan kejiwaan yang dijalin dalam karya sastra memberikan suatu ruang tersendiri. Apalagi jika ruang-ruang itu kita lakukan suatu perbandingan dengan realitas sehari-hari.
Karena itu, kehidupan manusia (tokoh-tokoh) dalam karya sastra tak bisa dibantah. Wujud karakter yang dijalin pengarang akan memberikan kesan unik kepada para pembaca. Mempelajari dan memahami aspek psikologis tokoh-tokoh dalam karya sastra membabitkan diri kita untuk mempelajari dan memahami kehidupan nyata.
Pada dasarnya, kita adalah tokoh-tokoh yang berperanan masing-masing dalam kehidupan dunia. Kita berjiwa. Kejiwaan yang kita miliki bermuatan khas, aneh, unik, dan berwarna-warni. Karena itu, mempelajari manusia nyata (kita) dan manusia imajinatif (dalam karya sastra) menjadi sangat menarik. Bahkan, Aminuddin (1990:108) menilai kedua tipe manusia ini memiliki kedudukan sama penting.
Mencermati aspek kejiwaan sangat menarik dan menelan perhatian. Alasannya karena kejiwaaan itu terus merecup, tumbuh, berubah, melaju, bahkan bisa berbalik ke awal. Kondisi kejiwaan semacam ini, selain dalam kehidupan sehari-hari, sudah tentu menjelma pula dalam setiap karya sastra. Karena itu, menurut saya, karya sastra bisa juga dikatakan sebagai dokumen-dokumen kejiwaan.
Air Mata Bulan yang dilahirkan Olyrinson merupakan salah satu karya pilihan Ganti Award 2008. Secara psikologis, judul yang disuguhkan memiliki daya ajuk yang tinggi terhadap pembaca. Dalam judul Air Mata Bulan, terdapat beberapa interpretasi. Pertama, adanya emosi yang tertekan oleh sesuatu yang menyakitkan (penuh penderitaan).
Kedua, adanya segelintir harapan yang diimpikan untuk menggapai kebahagiaan atau keindahan dalam kehidupan. Ketiga, menggambarkan perjuangan gigih yang memerlukan suatu pengorbanan. Secara utuh, judul novel ini melukiskan tentang kesengsaraan, penderitaan, kemiskinan, dan segala macam yang bisa dikaitkan dengan ’’air mata’’ sebagai tafsiran perlambangan dramatik yang lebih merefleksikan aspek psikologis.
Dari judulnya juga, dapat saya simpulkan mengandung dua aspek dalam struktur kejiwaan, yaitu konasi dan kognisi. Menurut Endraswara, konasi adalah aspek kehendak dalam struktur jiwa manusia. Kehendak akan meluap ketika menginginkan sesuatu. Dalam sastra pun akan terjadi hal senada. Ketika pengarang atau tokoh menginginkan apa saja, konasi yang berperan. Konasi kadang-kadang mematahkan emosi dan akal (kognisi). Kognisi adalah akal sehati dalam jiwa. Kognisi merupakan cermin pemikiran jernih yang berdampingan dengan konasi.
Novel ini mengambil latar sentral di Sumatera Utara. Latar fokusnya di jermal. Tokohnya sebagian besar adalah para remaja antara 16 hingga 20 tahun. Secara psikologi, usia tersebut merupakan masa-masa gejolak pubertas (adolesen). Tokoh utama novel ini adalah Toro (16 tahun), seorang remaja yang terpaksa bertanggung jawab, menjadi tulang punggung keluarga. Awalnya, Toro terpaksa bekerja sebagai pembantu Haji Jamil di perkebunan kelapa sawit karena ayahnya didera penyakit. Hidup di tengah keluarga miskin, Toro yang jago berenang mengambil upah menyelam untuk mengambil bibit sawit yang ditenggelamkan banjir.
Selain Toro, ada Papui, saudara angkatnya. Papui sebaya dengan Toro, tetapi berbadan tegap. Pikirannya agak lemah. Hanya kekuatan yang dapat diandalkan darinya. Karena kemiskinan yang mendera kehidupan mereka, Toro dan Papui terpaksa menjadi pekerja di jermal. Mereka tak ubahnya kuli kontrak yang sudah dibayar. Selama dalam perjalanan dengan truk, mereka sudah mendapat tekanan dari kaki tangan pemilik jermal. Kaki tangan pemilik jermal itu menghardik dan memaksa agar tidak berbuat sesuatu yang bertentangan.
Ketertekanan batin mereka tidak hanya sampai di situ. Ketika sudah tiba di jermal, perlakuan yang mereka terima lebih menyayat hati. Di jermal, sudah menunggu Udin, sebagai pengawas jermal, dan beberapa temannya. Udin yang berbadan tegap, liat, dan bertato berkuasa atas segalanya di jermal itu. Dia bisa memaki, menghardik, memukul, bahkan lebih daripada itu. Di jermal inilah, malapetaka terjadi.
Paling tidak, ada tiga tokoh yang menarik dibahas secara psikologis dalam novel ini. Pertama, Toro dan Papui. Awalnya, Toro adalah anak yang bertindak apa adanya. Dia tak pernah melakukan hal-hal negatif, apalagi melakukan perlawanan terhadap orang lain. Tingkatan kejiwaannya berupa perasaan dan akal (niveau human). Meskipun selama di jermal Toro masih mengandalkan niveau human-nya, tetapi kejiwaannya sedikit melecut untuk melakukan pemberontakan terhadap sesuatu yang tidak disenanginya.
Selain itu, di dalam jiwa Toro pun muncul jiwa religious (niveau religious). Peloncatan kejiwaan Toro ini muncul sebagai akibat dari renungan moral, batin, sikap, dan pertimbangan akal sehat (kognisi). Perlakuan-perlakuan yang tidak manusiawi dari Udin telah mengubah karakternya untuk melawan, baik batiniah maupun jasmaniah.
’’Namaku Toro, dan ini temanku Papui. Aku bukan perempuan dan dia bukan kerbau. Kami datang ke sini untuk bekerja bukan untuk dihina seperti ini.’’ (hlm.38).
Darah Toro mendidih. ’’Namaku bukan Yanti!’’ teriaknya.(hlm.39).
Kejiwaan Toro terus terusik. Jermal itu, baginya, sama dengan penjara dengan para sipir kejam. Setiap hari, ada marah dan dendam dalam dirinya terhadap Udin yang memperlakukan mereka seperti binatang. Terlebih lagi ketika dia tahu bahwa Udin menyodomi Daru untuk melampiaskan nafsu biologisnya. Kondisi di jermal inilah yang ikut serta mengubah dan mempengaruhi keperibadian Toro untuk menjadi pelawan demi kebaikan. Secara psikologis, faktor lingkungan sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan dan kematangan kejiwaan manusia.
Keberadaan tokoh Papui dalam novel ini cukup penting. Tokoh ini merupakan tokoh yang karakternya tak bisa berdiri sendiri. Mungkin karena keterbatasannya sebagai remaja kurang normal. Dia tak pernah marah dan tak pernah melawan. Tetapi, dia akan berubah ganas jika Toro menyuruhnya untuk menyerang siapa saja yang menyakiti mereka. Secara psikologi, Papui merupakan manusia yang bisa bekerja dengan cara perintah. Dia seperti robot atau komputer yang akan bekerja apabila diperintah terlebih dahulu. Namun, keadaan bisa memutar kejiwaan dan aksi seseorang. Perubahan psikologis Papui dapat kita simak dalam kutipan berikut.
’’Dan pada saat itu, seseorang menendang pintu, dan melemparkan mayat yang menghitam itu ke dalam gubuk! ’’Papui!!! Seisi gubuk berteriak. Papui berdiri dengan badan basah kuyup. Matanya merah karena menangis. ’’Aku memang bodoh, tapi tidak buta!’’ teriaknya. ’’Mereka ingin membunuh aku di laut, Toro,’’ kata Papui kepada Toro. ’’Jadi aku melawan dan memaksa tukang perahu itu membawaku ke mari. Dia sudah kuikat dengan tali kapalnya sendiri.’’ (hlm. 142).
Kedua, tokoh Daru. Kalau Udin memanggil Toro dengan sebutan Yanti, maka Daru disapanya dengan nama Diana. Di jermal celaka itu, Daru lebih lama menderita. Sebelum Toro tiba, Daru sudah dijadikan sebagai tumbal pelampiasan nafsu oleh Udin.
Setiap selesai disodomi Udin, Daru duduk bersimpuh di luar sambil menangis dan memandang bulan ngapapekon. Dadanya dipenuhi penyesalan, kepedihan, merasa dilumuri kotoran, dan tak berguna. Kejiwaan Daru semata-mata dipenuhi dengan pemikiran-pemikiran negatif atau pesimis dari dalam dirinya sendiri. Perlakuan sekehendak hati oleh Udin terhadap dirinya telah menghapus berbagai kemungkinan untuk menata masa depan yang didambakan. Karena itu, aksinya laksana pungguk merindukan bulan. Daru mendambakan kebahagiaan, tetapi dia merasakan tak mungkin menggapainya.
Ketiga, tokoh Udin (20 tahun). Secara psikologi, tokoh ini mengalami deviasi dan delinkuensi. Berbagai bentuk penyimpangan dilakukannya terhadap remaja di bawah usianya. Kekuasaan yang ada padanya digunakan untuk menindas, menjajah, menjarah, dan melecehkan orang lain, baik secara psikis maupun fisik.
Dalam novel ini, Udin tergolong penderita psikopat antisosial, antimoral, asusila, bahkan seperti tak memiliki jiwa kemanusiaan. Tokoh ini lebih mengandalkan tingkat jiwa binatang (niveau animal). Semua aksi yang muncul dari jiwanya, tak ada yang menyenangkan hati perut orang lain. Dia menyodomi, menjarah upah, mencela, memukul, menghardik, berkata kasar, dan berbagai perilaku deviasi dan delinkuensi lainnya.
Sebagai tokoh antagonis yang muncul di pertengahan plot, tidak terlihat adanya hubungan perilaku Udin dengan faktor hereditas (keturunan). Saya berkesimpulan, kekacauan jiwa tokoh Udin ini seratus persen dipengaruhi oleh lingkungan tempat kerjanya (jermal). Dapat diinterpretasi bahwa semulanya diawali dengan keisengan, kebosanan, dan pengaruh kekuasaan. Akibat muncul rasa bahwa dirinya tertinggi di suatu keadaan, peristiwa, atau jabatan (jermal), lantas lahir hasrat konasi yang tak bisa dikendalikan sehingga mengarah kepada hal-hal negatif.
Di luar ketiga tokoh penting di atas dalam novel tersebut, ada terdapat tokoh sampingan yang mengalami deviasi dan delinkuensi dalam hal seks. Tokoh-tokoh tersebut merupakan tokoh bayangan yang memperkuat eksistensi tokoh Udin. Beberapa remaja yang menyebelahi Udin, justru terjangkiti penyakit Udin dalam kelainan seks. Lebih parah lagi, mereka melakukan sodomi terhadap ikan (pari) sehingga berakibat pada kematian salah seorang temannya.
Dengan novelnya ini, Olyrinson ingin menyuguhkan suatu realita psikologis yang pahit, berdarah, dan menyakitkan. Rekaman-rekaman dalam novel ini masih mengingatkan kita pada para pelaku sodomi yang sempat menghebohkan dan meresahkan orang tua. Realitas sosial dan realitas psikologis dalam novel ini tak bisa kita bantah. Semua realitas psikologis yang disuguhkan Olyrinson, akan memberikan kesan psikologis tersendiri pula bagi pembaca. Deviasi-deviasi seksual melalui tokoh Udin dan beberapa temannya merupakan gambaran betapa pengaruh lingkungan sangat berbahaya.
Gagasan-gagasan yang dituang dalam Air Mata Bulan merupakan ide-ide sederhana. Namun, ide-ide sederhana ini mampu diramu pengarangnya sehingga menimbulkan kesan psikologis yang mendalam. Aspek moral, religius, akal pikiran (kognisi), kehendak (konasi), dan norma-norma kehidupan dapat kita tarik dengan mendalam.
Novel ini mengajak untuk merenungkan betapa dekatnya berbagai kebejatan dan kejahatan dengan diri kita. Juga begitu akrabnya kehidupan kita dengan aspek-aspek psikis yang menyimpang, termasuklah penyimpangan orang tua yang memaksa/terpaksa mempekerjakan anaknya yang masih di bawah umur. Inilah sisi gelap bangsa kita: keadaan kejiwaan yang rusak!***
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Musthafa
A Rodhi Murtadho
A Wahyu Kristianto
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Wachid BS
Abdullah al-Mustofa
Abdullah Khusairi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimanyu
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Maulani
Adek Alwi
Adhi Pandoyo
Adrian Ramdani
Ady Amar
Afrizal Malna
Agnes Rita Sulistyawati
Aguk Irawan Mn
Agus R. Sarjono
Agus Riadi
Agus Subiyakto
Agus Sulton
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahm Soleh
Ahmad Farid Tuasikal
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Luthfi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadie Thaha
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rasyid
AJ Susmana
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander Aur
Alexander G.B.
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Rif’an
Aliela
Alimuddin
Alit S. Rini
Alunk Estohank
Ami Herman
Amich Alhumami
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminudin TH Siregar
Ammilya Rostika Sari
An. Ismanto
Anaz
Andaru Ratnasari
Andhi Setyo Wibowo
Andhika Prayoga
Andong Buku #3
Andrenaline Katarsis
Andri Cahyadi
Angela
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Sudibyo
Anton Wahyudi
Anwar Holid
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Zulkifli
Arti Bumi Intaran
Asarpin
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayu Utami
Azyumardi Azra
Babe Derwan
Bagja Hidayat
Balada
Bandung Mawardi
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benni Setiawan
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Bernadette Lilia Nova
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Bhakti Hariani
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budi Winarto
Buku Kritik Sastra
Buldanul Khuri
Bustan Basir Maras
Camelia Mafaza
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Choirul Rikzqa
D. Dudu A.R
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Darmanto Jatman
Dedy Tri Riyadi
Delvi Yandra
Denny JA
Denny Mizhar
Dewi Anggraeni
Dian Basuki
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dian Yanuardy
Diana AV Sasa
Dinar Rahayu
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Warsidi
Edy Firmansyah
EH Kartanegara
Eka Alam Sari
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil Amir
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
F. Budi Hardiman
Fadly Rahman
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fani Ayudea
Fariz al-Nizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatkhul Aziz
Felix K. Nesi
Film
Fitri Yani
Franditya Utomo
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Garna Raditya
Gde Artawan
Geger Riyanto
Gendhotwukir
George Soedarsono Esthu
Gerakan Surah Buku (GSB)
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Tri Atmojo
H. Supriono Muslich
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim H.D.
Hamberan Syahbana
Hamidah Abdurrachman
Han Gagas
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hasan Aspahani
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Helvy Tiana Rosa
Helwatin Najwa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendriyo Widi Ismanto
Hepi Andi Bastoni
Heri Latief
Heri Listianto
Herry Firyansyah
Heru Untung Leksono
Hikmat Darmawan
Hilal Ahmad
Hilyatul Auliya
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husnun N Djuraid
I Nyoman Suaka
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilenk Rembulan
Ilham khoiri
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Iman Budi Santosa
Imelda
Imron Arlado
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Margareta
Indra Darmawan
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ingki Rinaldi
Insaf Albert Tarigan
Intan Hs
Isbedy Stiawan ZS
Ismail Amin
Ismi Wahid
Ivan Haris
Iwan Gunadi
Jacob Sumardjo
Jafar Fakhrurozi
Jajang R Kawentar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean-Marie Gustave Le Clezio
JJ. Kusni
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Julika Hasanah
Julizar Kasiri
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kadir Ruslan
Kartika Candra
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Ketut Yuliarsa
KH. Ma'ruf Amin
Khaerudin
Khalil Zuhdy Lawna
Kholilul Rohman Ahmad
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Krisandi Dewi
Kritik Sastra
Kucing Oren
Kuswinarto
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lenah Susianty
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
M Shoim Anwar
M. Arman A.Z.
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Harya Ramdhoni
M. Kasim
M. Latief
M. Wildan Habibi
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria hartiningsih
Maria Serenada Sinurat
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Marsus Banjarbarat
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masriadi
Mawar Kusuma Wulan
Max Arifin
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Mezra E. Pellondou
Micky Hidayat
Mihar Harahap
Misbahus Surur
Moh Samsul Arifin
Moh. Syafari Firdaus
Mohamad Asrori Mulky
Mohammad Afifuddin
Mohammad Fadlul Rahman
Muh Kholid A.S.
Muh. Muhlisin
Muhajir Arifin
Muhamad Sulhanudin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Azka Fahriza
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naskah Teater
Nezar Patria
Nina Setyawati
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noor H. Dee
Noval Maliki
Nunuy Nurhayati
Nur Haryanto
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurudin
Octavio Paz
Oliviaks
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Panda MT Siallagan
Pandu Jakasurya
PDS H.B. Jassin
Philipus Parera
Pradewi Tri Chatami
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R Sutandya Yudha Khaidar
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmadi Usman
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rahmat Sutandya Yudhanto
Raihul Fadjri
Rainer Maria Rilke
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridha al Qadri
Ridwan Munawwar
Rikobidik
Riri
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rizky Andriati Pohan
Robert Frost
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Romi Febriyanto Saputro
Rosihan Anwar
RR Miranda
Rudy Policarpus
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Gerilyawan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra
SelaSastra ke #24
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Subhan SD
Suci Ayu Latifah
Sulaiman Djaya
Sulistiyo Suparno
Sunaryo Broto
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunudyantoro
Suriali Andi Kustomo
Suryadi
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susi Ivvaty
Susianna
Susilowati
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Bahri
Syam Sdp
Syarif Hidayatullah
Tajuddin Noor Ganie
Tammalele
Tan Malaka
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Trianton
Tengsoe Tjahjono
Th Pudjo Widijanto
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tiya Hapitiawati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Joko Susilo
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi
Umar Kayam
Undri
Uniawati
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Vyan Tashwirul Afkar
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyudin
Wannofri Samry
Warung Boenga Ketjil
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Web Warouw
Wijang Wharek
Wiko Antoni
Wina Bojonegoro
Wira Apri Pratiwi
Wiratmo Soekito
Wishnubroto Widarso
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Wing King
WS Rendra
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yosi M. Giri
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Yuyu AN Krisna
Zaki Zubaidi
Zalfeni Wimra
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhaenal Fanani
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Zulhasril Nasir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar