Sabtu, 29 November 2008

SCIENCE FICTION SUPERNOVA

Maman S. Mahayana *

Dua tanggapan atas Supernova yang dimuat Kompas (C. Sri Sutyoko Hermawan, Kompas, 11/3/2001 dan Tommy F. Awuy, Kompas, 18/3/2001) memperlihatkan kecerdasan kedua penulisnya dalam menganalisis novel karya Dee (Dewi Lestari) itu. Sebagai sebuah kritik umum, kedua tulisan itu berhasil menyajikan sebuah apresiasi. Ia dapat merangsang pembaca untuk menyimak sendiri novel itu.
Bahkan, Hermawan, berhasil pula menguak sejumlah kontradiksi yang disajikan Supernova. Dengan begitu, ia sekaligus memberi dua kemungkinan penafsiran, yaitu sebagai kelemahan novel itu atau kompleksitas problem tematisnya. Apapun hasil penafsirannya, bukan lagi menjadi soal. Sebab, masalah itu memang sangat bergantung pada wawasan pembacanya sendiri.

Dalam kaitan itu, “Kritik atas Kritik” yang disampaikan Awuy, juga menegaskan adanya dua --atau lebih-- kemungkinan terjadinya penafsiran itu. Adanya keberagaman penafsiran, dengan sendirinya telah menempatkan novel bersangkutan sekalian juga dengan kekayaan maknanya. Di sinilah fungsi penafsiran teks dalam kaitannya dengan konteks menjadi sangat penting. Teks tidak an sich bermakna teks tersurat, melainkan juga makna tersirat sesuai konteksnya.

Demikian juga, tulisan Awuy yang mencoba menempatkan novel itu sebagai tantangan kritik sastra kita, dapat dimaknai ke dalam dua kerangka berpikir. Pertama, Supernova sebagai science fiction. Dalam hal tersebut, sungguh tak dapat dinafikan label science fiction yang dilekatkan kepadanya. Sejumlah deskripsi ilmiah (science) berhasil lebur menjadi sebuah fiksi, dan bukan teks ilmiah. Dengan begitu, yang muncul ke permukaan bukanlah sebuah teks yang beku dan memusingkan, melainkan keindahan estetik yang menjadi syarat mutlak estetika teks fiksi. Dan ia merangsang kita untuk melakukan penelusuran lebih mendalam mengenai deskripsi science itu.

Jika dianalogikan science sebagai politik, maka seperti dinyatakan Stendhal, novelis Perancis, ia laksana letusan pistol di tengah pagelaran konser: ia dapat terdengar keras dan kampungan, tetapi mau tidak mau, kita pasti memperhatikannya. Dalam hal ini, memasukkan science, politik, filsafat atau ilmu pengetahuan lain ke dalam novel, dapat menghasilkan dua kemungkinan. Ia akan berantakan lantaran ada misi tertentu yang dipaksakan atau akan melahirkan nilai estetik yang cerdas, jika ia menjadi bagian integral dalam struktur novel itu. Supernova, terlepas dari sejumlah kontradiksi sebagaimana yang ditunjukkan Hermawan, berhasil menjadikan letusan pistol itu sebagai bagian yang tak terpisahkan dari komposisi konser.

Kedua, Supernova sebagai objek kajian kritik sastra. Dalam hal ini, pertanyaan Awuy, “Apakah seorang kritikus sastra tanpa memahami teori fisika akan dengan mudah menganalisis karya seperti Supernova secara memuaskan?” Yang perlu dicermati di dalam lingkup kritik sastra sesungguhnya bukanlah terletak pada apakah analisisnya memuaskan atau tidak, melainkan jatuh pada argumen yang memadai. Setiap kritik sastra mestinya berakhir dengan tidak memuaskan! Dengan demikian, ia membuka peluang terjadinya perdebatan. Dan itu justru dimungkinkan lantaran interpretasi ikut memainkan peranannya. Tanpa itu, penggalian terhadap kekayaan teks akan mandek. Penafsiran terhadap sebuah teks akan berakhir pada persoalan puas atau tidak puas.

Seorang kritikus sastra tak mutlak menguasai semua ilmu, termasuk di dalamnya memahami teori fisika. Usaha pemahaman terhadap Supernova, juga tidak secara serta- merta, mewajibkan kritikus belajar ilmu itu. Yang penting dilakukan adalah mencermati, bagaimana deskripsi ilmiah itu, integral, lebur, dan menjadi bagian tak terpisahkan dalam struktur karya bersangkutan. Jadi pencermatannya jatuh pada masalah estetika dan bukan pada kebenaran science sebagai science. Jika kritikus dituntut harus memahami semua ilmu, maka betapa celakanya seorang kritikus yang hanya berkutat pada ilmu-ilmu humaniora, dan tidak memahami fisika, kedokteran atau ilmu eksakta secara keseluruhan.

Di awal tulisannya, Awuy menyatakan: “Kritik sastra di Indonesia muncul secara beragam, mengikuti perkembangan arus paradigma kritik sastra dunia...” Justru dengan kenyataan itu, analisis terhadap Supernova, juga (terpaksa) menggunakan paradigma itu. Dan di dalam kritik sastra, dikenal adanya kritik perspektif, yaitu jenis kritik sastra yang inklusif. Ia selalu membuka diri atas lahirnya berbagai karya eksperimental, avant-garde, atau yang nyeleneh sekalipun. Supernova sebagai karya yang masuk dalam kotak science fiction, tentu saja penilaian terhadapnya mesti menggunakan perangkat kotak itu. Dengan sendirinya, munculnya karya-karya eksperimental selalu akan diikuti dengan analisis kritis dengan menggunakan perangkat yang pas sesuai dengan kotak yang dimasukinya.
***

Dalam sejarah novel Indonesia, mesti diakui Supernova merupakan novel pertama yang memanfaatkan science untuk kepentingan fiksi. Dialog Ruben-Dhimas, misalnya, yang sarat bernuansa science, sekaligus juga memperkuat ketokohan keduanya. Begitu juga pemaparan sejumlah teori, baik yang diberi keterangan dalam catatan kaki, maupun yang diintegrasikan dalam deskripsi dan dialog antartokoh, memastikan luasnya wawasan Dee dalam bidang itu. Setidak-tidaknya, ia sangat tidak miskin bacaan.

Usaha pemanfaatan science atau deskripsi ilmiah dalam khazanah kesusastraan Indonesia, sesungguhnya pernah dilakukan Achdiat Karta Mihardja dalam Debu Cinta Bertebaran (Singapura, 1973) meski pemanfaatannya cenderung jatuh pada dialog-dialog berkepanjangan tentang filsafat dan estetika. Sungguhpun demikian, ia masih lebih baik dibandingkan Grotta Azzura (1970--1971) Sutan Takdir Alisjahbana yang eksplisit merupakan filsafat pengarangnya sendiri. Djoko Quartantyo, dalam cerpennya “Absurd” (Kompas, 27 Mei 1990) juga sudah memperlihatkan gejala ke arah pemanfaatan itu. Munculnya Supernova, dipastikan akan meramaikan jenis novel model science fiction.

Dalam sejarah novel dunia, karya sejenis itu yang dapat dimasukkan dalam kotak science fiction, tentu saja bukanlah hal yang baru. Istilah science fiction mula diperkenalkan oleh Hugo Gernsback tahun 1926 untuk menyebut cerita-cerita yang menakjubkan (amazing stories). Baru pada tahun 1950, selepas Robert Scholes, Alvin Toffler, Scott Sander, dan C.S. Lewis, secara gencar ikut membicarakan karya-karya sejenis itu, istilah science fiction lalu digunakan sebagai label untuk novel yang sarat mengandung uraian ilmiah. Novel-novel yang terbit abad ke-17 pun menjadi sasaran contoh kasus. Muncullah nama-nama Edgar Allan Poe, Jules Verne, Robert Louis Stevenson, Clive Cartmill, dan teristimewa Herbert George Wells.

Belakangan, karya-karya H.G. Wells (1866-1946), seperti The War of the Worlds (1898) yang mengisahkan kedatangan makhluk Mars atau The World Set Free (1913) yang menceritakan keganasan senjata atom, telah menempatkannya sebagai perintis science fiction. Dua novel awalnya, The Time Machine (1895) dan The Island of Doctor Moreau (1896), bahkan dianggap sebagai pelopor novel sejenis itu. Lebih daripada itu, karya-karya Wells juga dipandang sebagai jawaban terhadap pandangan dunia ilmiah (scientific world-view), meski ada juga yang menyebutnya sebagai literature of ideas.

Di Amerika, karya Clive Cartmill, Deadline, yang menggambarkan keganasan ledakan bom atom serta akibat-akibat yang ditimbulkannya, dipandang sebagai bukti adanya kebocoran dalam sistem intelejen militer Amerika. Akibatnya, Badan Intelejen Militer Amerika, terpaksa mengkaji ulang sistem keamanannya.

Jauh sebelum itu, di dunia Islam, Ibn Thufail (1106--1185) lewat karyanya, Hayy Ibn Yaqzhan (terjemahan Helmi Hidayat, Pelita, 29/10/1990 sampai 30/11/1990), berhasil mengintegrasikan deskripsi anatomi, astronomi, dan filsafat Islam sebagai naluri, intuisi, dan akal murni tokoh Hayy. Tidak sedikit pemikir yang menempatkan karya itu dalam kerangka pemikiran filosofis Ibn Thufail. Tetapi, banyak pula yang mengaguminya sebagai karya sastra yang bernilai tinggi. Penerjemahan Hayy Ibn Yaqzhan ke dalam banyak bahasa dan pengaruhnya yang luas merupakan bukti pentingnya karya itu. Dipercayai pula, Daniel Defoe (1661-1731) dalam karyanya, Robinson Crusoe (1719), Jonathan Swift (1667--1745) dalam Gullivers Travels, dan Rudyard Kipling (1856--1936) dalam Jungle Books (1894), langsung atau tidak, terpengaruh karya Ibn Thufail.
***

Bagaimanapun juga, di dalam paradigma kritik sastra Barat, Supernova sebagai karya sejenis science fiction, tidaklah sama sekali baru. Dalam pengajaran kritik sastra, pembahasan mengenai itu, juga sudah sejak lama dijadikan sebagai salah satu materinya. Hanya saja, ketika kita hendak menerapkan itu, tak ada novel Indonesia yang representatif yang dapat dijadikan contoh kasus. Oleh karena itu, kehadiran Supernova di tengah kita, tidak hanya ikut menyemarakkan keberagaman khazanah novel Indonesia, tetapi juga sangat mungkin bakal makin menggairahkan kehidupan kritik sastra Indonesia, baik di lingkungan akademis, maupun di masyarakat sastra Indonesia secara keseluruhan. Niscaya, kajian mengenai itu, sungguh akan tambah mengasyikan.
***

_________________
*) Maman S. Mahayana, lahir di Cirebon, Jawa Barat, 18 Agustus 1957. Dia salah satu penerima Tanda Kehormatan Satyalancana Karya Satya dari Presiden Republik Indonesia, Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono (2005). Menyelesaikan pendidikannya di Fakultas Sastra Universitas Indonesia (FS UI) tahun 1986, dan sejak itu mengajar di almamaternya yang kini menjadi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB-UI). Tahun 1997 selesai Program Pascasarjana Universitas Indonesia. Pernah tinggal lama di Seoul, dan menjadi pengajar di Department of Malay-Indonesian Studies, Hankuk University of Foreign Studies, Seoul, Korea Selatan. Selain mengajar, banyak melakukan penelitian. Beberapa hasil penelitiannya antara lain, “Inventarisasi Ungkapan-Ungkapan Bahasa Indonesia” (LPUI, 1993), “Pencatatan dan Inventarisasi Naskah-Naskah Cirebon” (Anggota Tim Peneliti, LPUI, 1994), dan “Majalah Wanita Awal Abad XX (1908-1928)” (LPUI, 2000).

Tidak ada komentar:

A Musthafa A Rodhi Murtadho A Wahyu Kristianto A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Wachid BS Abdullah al-Mustofa Abdullah Khusairi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimanyu Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Maulani Adek Alwi Adhi Pandoyo Adrian Ramdani Ady Amar Afrizal Malna Agnes Rita Sulistyawati Aguk Irawan Mn Agus R. Sarjono Agus Riadi Agus Subiyakto Agus Sulton Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahm Soleh Ahmad Farid Tuasikal Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Luthfi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadie Thaha Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rasyid AJ Susmana Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander Aur Alexander G.B. Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Rif’an Aliela Alimuddin Alit S. Rini Alunk Estohank Ami Herman Amich Alhumami Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminudin TH Siregar Ammilya Rostika Sari An. Ismanto Anaz Andaru Ratnasari Andhi Setyo Wibowo Andhika Prayoga Andong Buku #3 Andrenaline Katarsis Andri Cahyadi Angela Anies Baswedan Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Sudibyo Anton Wahyudi Anwar Holid Anwar Siswadi Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Zulkifli Arti Bumi Intaran Asarpin Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayu Utami Azyumardi Azra Babe Derwan Bagja Hidayat Balada Bandung Mawardi Bayu Agustari Adha Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernadette Lilia Nova Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Bhakti Hariani Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budi Winarto Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Camelia Mafaza Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cecep Syamsul Hari Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Choirul Rikzqa D. Dudu A.R D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Dantje S Moeis Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Darmanto Jatman Dedy Tri Riyadi Delvi Yandra Denny JA Denny Mizhar Dewi Anggraeni Dian Basuki Dian Hartati Dian Sukarno Dian Yanuardy Diana AV Sasa Dinar Rahayu Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi Warsidi Edy Firmansyah EH Kartanegara Eka Alam Sari Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil Amir Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Evan Ys F. Budi Hardiman Fadly Rahman Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fani Ayudea Fariz al-Nizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatkhul Aziz Felix K. Nesi Film Fitri Yani Franditya Utomo Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Garna Raditya Gde Artawan Geger Riyanto Gendhotwukir George Soedarsono Esthu Gerakan Surah Buku (GSB) Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Tri Atmojo H. Supriono Muslich H.B. Jassin Hadi Napster Halim H.D. Hamberan Syahbana Hamidah Abdurrachman Han Gagas Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Priyatna Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasan Junus Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Helwatin Najwa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendriyo Widi Ismanto Hepi Andi Bastoni Heri Latief Heri Listianto Herry Firyansyah Heru Untung Leksono Hikmat Darmawan Hilal Ahmad Hilyatul Auliya Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur Husnun N Djuraid I Nyoman Suaka Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilenk Rembulan Ilham khoiri Imam Jazuli Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Iman Budi Santosa Imelda Imron Arlado Imron Tohari Indiar Manggara Indira Margareta Indra Darmawan Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ingki Rinaldi Insaf Albert Tarigan Intan Hs Isbedy Stiawan ZS Ismail Amin Ismi Wahid Ivan Haris Iwan Gunadi Jacob Sumardjo Jafar Fakhrurozi Jajang R Kawentar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean-Marie Gustave Le Clezio JJ. Kusni Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Julika Hasanah Julizar Kasiri Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kadir Ruslan Kartika Candra Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Ketut Yuliarsa KH. Ma'ruf Amin Khaerudin Khalil Zuhdy Lawna Kholilul Rohman Ahmad Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Krisandi Dewi Kritik Sastra Kucing Oren Kuswinarto Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lenah Susianty Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto M Shoim Anwar M. Arman A.Z. M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Harya Ramdhoni M. Kasim M. Latief M. Wildan Habibi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria hartiningsih Maria Serenada Sinurat Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Marsus Banjarbarat Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masriadi Mawar Kusuma Wulan Max Arifin Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Mezra E. Pellondou Micky Hidayat Mihar Harahap Misbahus Surur Moh Samsul Arifin Moh. Syafari Firdaus Mohamad Asrori Mulky Mohammad Afifuddin Mohammad Fadlul Rahman Muh Kholid A.S. Muh. Muhlisin Muhajir Arifin Muhamad Sulhanudin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Azka Fahriza Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Nafi’ah Al-Ma’rab Naskah Teater Nezar Patria Nina Setyawati Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noor H. Dee Noval Maliki Nunuy Nurhayati Nur Haryanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurudin Octavio Paz Oliviaks Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pamusuk Eneste Panda MT Siallagan Pandu Jakasurya PDS H.B. Jassin Philipus Parera Pradewi Tri Chatami Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R Sutandya Yudha Khaidar R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rahmat Sutandya Yudhanto Raihul Fadjri Rainer Maria Rilke Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridha al Qadri Ridwan Munawwar Rikobidik Riri Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rizky Andriati Pohan Robert Frost Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Romi Febriyanto Saputro Rosihan Anwar RR Miranda Rudy Policarpus Rukardi S Yoga S. Jai S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Gerilyawan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra SelaSastra ke #24 Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Subhan SD Suci Ayu Latifah Sulaiman Djaya Sulistiyo Suparno Sunaryo Broto Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunudyantoro Suriali Andi Kustomo Suryadi Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Susilowati Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Bahri Syam Sdp Syarif Hidayatullah Tajuddin Noor Ganie Tammalele Tan Malaka Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Tengsoe Tjahjono Th Pudjo Widijanto Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tiya Hapitiawati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Joko Susilo Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Umar Kayam Undri Uniawati Universitas Indonesia UU Hamidy Vyan Tashwirul Afkar W Haryanto W.S. Rendra Wahyudin Wannofri Samry Warung Boenga Ketjil Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Web Warouw Wijang Wharek Wiko Antoni Wina Bojonegoro Wira Apri Pratiwi Wiratmo Soekito Wishnubroto Widarso Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Wing King WS Rendra Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yosi M. Giri Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Yuyu AN Krisna Zaki Zubaidi Zalfeni Wimra Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhaenal Fanani Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar Zulhasril Nasir