Selasa, 29 Juli 2008

Kapak Berhala Namrud

Karya: Rodli TL

Nyanyian latar mengisi kesunyian ruang. Bergerak menyusup pada tiap gelap pada tiap mimpi.

Mimpi, Mimpikah aku, Aku punya mimpi, Mimpi
Seseorang yang sudah lanjut usianya tiduran di atas altar, diselimuti remang malam. Diantara patung-patung sesembahan yang hancur, Ia mendengkur, dan kadang mengigau. Ia seakan terjaga, lalu menemui orang-orang yang sedang menungguhinya.
Orang Tua

(tertawa) selamat malam. Welcome to my jungle. How are you? Lama aku merindukan kalian. Beberapa tahun yang lalu aku melihat kalian masih kanak-kanak. Bila purnama tiba, kalian berlarian bermain petak umpet. Kini kalian sudah dewasa. Yang perjaka sudah mulai tumbuh kumisnya, dan yang gadis sudah mulai senang berdandan, pakai lipstik dan aroma wewangian. Aku suka harum parfum kalian. Keadaan kalian baik kan?(Tertawa, lalu sedikit kaget)Apa, tidak happy? Don’t worry, aku akan menghibur kalian. Ayo kita bernyanyi bersama-sama!(mengajak bernyanyi).

“malam indah, yo kita berhappy ria/Seperti pangeran menemukan cintanya/Juga, gadis yang dipersunting kasihnya/Bulan bintang bergelak tawa Sambut kita yang bahagia”

(Mengamati orang-orang yang berada di sekitar masih terlihat sedih.)

Sudahlah tak perlu dirisaukan. Ini malam yang indah bukan. Jadilah diri kalian seperti Ibrahim yang sangat antusias ketika merlihat bulan bersinar, sampai beliau ingin menjadikannya Tuhan (tertawa ringan).

(Nyanyian latar muncul kembali, datang berlawanan dengan cahaya. Suara langkah, datang mengisi ruang. berjalan dengan kecepatan yang maksimal).

(Mendengkur dengan kerasnya. Lalu ia mulai igauannya dengan tertawa lebar.) Oh oh oh…. Aku hampir lupa. Jangan-jangan diantara kita sudah saling melupakan. Lebih baik bila aku memperkenalkan kembali diriku pada kalian. Dan kalian tak perlu repot-repot memperkenalkan diri kalian padaku. Aku sudah faham betul siapa diri kalian. Kitab suci yang memperkenalkan diri kalian padaku. Yang terpenting bagi aku bukan nama, namun pertentangan Malaikat dengan Tuhan, juga Iblis yang tak akan pernah mau hormat pada kalian. (tertawa memunculkan kesombongan Iblis).

Ok, back to the point, Ya ya….. aku adalah berhala. Satu-satunya berhala yang selamat dari amukan Ibrahim Aku yakin kalian bisa mengidentifikasi siapa aku sebenarnya, satu-satunya berhala yang ditanganku terdapat kapak. Aku pernah dikambing-hitamkan Ibrahim utusan sang Tuhan, atas hancurnya kawan-kawan kami. (marah dan bergerak berputar-putar) Sebenarnya ingin aku lempar kapak ini ke kepala Ibrahim itu, tapi aku tak kuasa. (merenung pristiwa lalu yang membuat raut wajahnya semakin sedih) Hatiku amat pedih mengingat peristiwa itu.(nyanyian latar mengiringi kesedihan).

(Ia berjalan dengan membawa kapak dan bola dunia) It is my way, perjalanan hidupku yang sudah kesekian abad. Aku mengembara dari bukit ke lembah-lembah. Nyawaku yang abadi ini adalah kesaktianku untuk mengetahui rahasia manusia. Juga titik-titik lemah kepengecutannya Mereka akan aku pertontonkan pada peradaban dunia yang biadab. Akan aku buktikan pada Tuhan, bahwa sumpah kami lebih setia dibandingkan sumpah para Nabi. Aku pun akan menghibur malaikat, bahwa apa yang dipertanyakannya pada rencana penciptaan manusia adalah benar. Manusia hanya bisa membuat kerusakan di daratan dan di lautan. Amat terang firmanMu Tuhan! (tertawa)

(Berjalan berkelililing menina-bubukkan orang-orang di sekitar) Hello, good night! Aku ucapkan selamat tidur pada kalian. mari menempuh perjalanan yang amat panjang. Menuju Tuhan barangkali. Tapi bukan dengan memuja kebesaraNya Cukup dengan sebuah kapak ini. Kapak Nabi besar yang telah beliau tinggalkan pada tanganku.

(berjalan slow motion seakan melayang)
Begini ceritanya, pada suatu malam, Raja Namrud bermimpi, bahwa ia melihat seorang anak kecil melompat masuk pada kamarnya, lalu merampas mahkota yang sedang dipakainya di atas kepalanya, dan bocah kecil itu menghancurkan mahkotanya.

Setelah ia terbangun, pikiranya berkecamuk memikirkan mimpinya yang luar biasa itu. Pada saat itulah aku masuk pada diri sang Raja. Aku pengaruhi ia memanggil para tukang untuk memecahkan misteri mimpi sang raja. Ketika para peramal berkumpul di istana, Raja membuka pertemuan dengan pidato. Dalam pidatonya, Sang Raja menceritakan kejadian dalam mimpi. Usai pidato para peramal berdiskusi, dengan analisia titen teniten, lan nondoi tondo. Para peramal menyimpulkan, bahwa suatu saat akan lahir seorang anak laki-laki yang akan mengkudeta kekuasaan Sang Raja.

Dan pada saat itulah aku menari dalam diri Raja, segala dirinya aku kuasai untuk mengambil keputusan.

Berdasarkan ta’bir-ta’bir mimpi yang telah diramalkan para tukang ramal, maka sang Raja memberikan ma’lumat akan membunuh semua bayi yang lahir, baik laki-laki maupun perempuan.
(memukul-mukul bendah seakan memberikan pengumuman)

Disaat hangat-hangatnya ma’lumat Raja. Ada seorang ibu yang melahirkan anak laki-laki. Ibu tersebut membawa lari jabang bayi itu ke gua untuk menyembunyikan dan menyelamatkannya. Anak itu bernama Ibrahim.

Sejak dilahirkan sampai masa kanak-kanak, ia dibesarkan dalam gua tersebut, di sanahlah ia diasuh dan dibesarkan, setelah agak besar, Ibrahim mulai bisa menggunakan fikirannya.

Dikala ditinggalkan ibunya pergi ke kota mencari bahan-bahan makanan, Ibrahim memberanikan diri untuk keluar gua. Ia tercengang karena di luar gua terang dengan alam yang luas. Langit terbentang, gunung-gunung menjulang tinggi, ombak lautan berkejaran. Sungguh alam di luar gua sangat hebat. Ibrahim semakin jauh memikirkan alam. Tidak hanya keindahan dan kehebatannya.

Namun ia berfikir sesuatu di balik kehebatan alam itu. Yaitu sesuatu yang menciptakannya. Ibrahim berfikir berusaha terus untuk menemukan jawabannya. Siang malam ia selalu memikirkannya. Awalnya ia berkesimpulan, bahwa bintang yang berkedap-kedip di atas langit yang indah itu adalah Tuhan. Beberapa hari berikutnya, ia menyaksikan sesuatu yang bersinar yang lebih indah dan lebih besar yang bernama bulan. Ia berkesimpulan bahwa Bulan yang patut dijadikan Tuhan, karena mampu mempercantik malam hari dan menerangi semesta. Paginya Bulan semakin tidak terlihat, lebih-lebih ketika cahaya dari ufuk timur muncul dan bergerak naik, dan bulan itu lenyap.

Matahari sinarnya yang tajam mampu menyapu kegelapan malam. Ibrahim berfikir tentang kekuatan dibalik semesta ini. Ia merasa menemukannya. Bahwa matahari adalah kekuatan segala-galanya. Pagi hari ketika matahari mulai menampakkan dirinya, burung-burung mulai berkicau dan bertebangan, hewan-hewan lain pun mulai nampak riang bangun dari tidurnya, pohon-pohon nampak hijau dengan daun-daunnya yang menari.

Matahari membuat kehidupan nampak nyata.
Ibrahim berkesimpulan, Tuhan Alam semesta adalah matahari.

(Bergerak seakan menyambut hormat terbitnya matahari).
Nabi Ibrahim adalah kekasih Pencipta sesungguhnya. Ia dikaruniai akal yang cerdas yang pada akhirnya ia mampu menemukan Tuhan yang sungguhnya, yaitu Cahaya di atas cahaya. Pencipta bintang, bulan dan matahari, pencipta alam semesta dan isinya.

(menyanyikan kebesaran Ibrahim)
“Ibrahim bertuhan lantaran dikaruniai akal yang cerdas.”
Beberapa tahun kemudian, Ibrahim diajak ibunya untuk kembali pulang ke rumah. Ia menyaksikan ayahnya bekerja sebagai pengrajin, membuat gambar dan patung-patung. Kemudian ia tahu bahwa patung-patung itu adalah untuk sesembahan. Mulai saat itulah aku tahu ada tanda-tanda yang mebahayakan bagi komunitas berhala. Mimpi Namrud nampak nyata. Ia mulai memberanikan diri untuk menegur ayahnya. Bahwa apa yang ayahnya lakukakan adalah nampak bodoh. Membuat patung, dan ia sembahnya sendiri.

Ingatlah ketika berkata kepada bapaknya. “Wahai bapakku, mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong sedikitpun?”

Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutlah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah setan, sesungguhnya setan itu durhaka kepada Tuhan yang maha Pemurah. Wahai bapakku, sesungguhnya aku kawatir bahwa engkau akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pemurah, maka engkau akan menjadi kawan bagi setan.

Bapaknya berkata;
“Bencikah kamu kepada Tuhan-Tuhanku wahai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti niscaya kamu akan ku rajam, dan tinggalkanlah aku dalam waktu yang lama.”

Ibrahim berkata;
“Semoga keselamatan dilimpahkan kepada engkau, aku akan memintakan ampun bagi engkau kepada Tuhanku. Sesungguhnya dia sangat baik kepadaku. Dan aku akan menjauhkan diri dari pada engkau dan dari pada apa yang engkau seru selain dari Allah, dan aku akan berdo’a kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdo’a kepada Tuhanku.”

Do’a Ibrahim tak membuat ayahnya mengikuti ajarannya. Ayah Ibrahim tetap setia bersamaku untuk melanggengkan kesesatan di muka bumi.Usaha Ibrahim pertama untuk mengajak ke jalan lurus telah gagal.

Dengan hati yang teguh, jiwa yang tenang, dan keimanan yang mantap. Ibrahim terus berjuang untuk menyelamatkan manusia dari lupa ingatan dan tipu dayaku. Ibrahim mulai berani. Ia berniat menghancurkan berhala-berhala. Pada saat hari raya, semua penduduk Babilon terbiasa untuk ke luar kota berburu. Pada saat itulah kota sepi dan Ibrahim leluasa untuk menghancurkan patung-patung.

Ketika warga dan Raja Namrud kembali Namrud gerang, lantaran berhala-berhala yang selama ini disembahnya telah hancur. Namrud langsung memerintahkan pasukannya untuk menangkap Ibrahim (bergerak geram)

Ibrahim diadili
“Ibrahim, benarkah yang menghancurkan patung-patung itu adalah kamu?” Ibrahim menjawab “tidak”.
“Jangan mungkir Ibrahim, akui saja perbuatanmu itu”

“Sekali lagi tidak”, jawab Ibrahim, untuk memancing kemarahan Namrud. “Baiklah raja, saya punya fikiran dan aku yakin kamu pun berfikir, tanyakan ini semua pada Tuhanmu. Ada satu patung besar yang masih berdiri kokoh, coba tanyakan pada dia. Jangan-jangan justru dia yang menghancurkannya, lihat saja dia! Di tangannya terdapat kapak yang besar. Mungkin dia pelakunya.”

Mendengar ucapan Ibrahim itu, rupanya membuat Raja Namrud bertambah garang.
“Ibrahim, banyak akal kau. Aku dan rakyatku akan kau buat sebodoh itu, patung itu tidak akan bisa bicara untuk memberitahu siapa pelakunya, kau terlalu bodoh Ibrahim.”

“Raja Namrud, rupanya yang bodoh bukan aku, tapi engkau dan seluruh rakyatmu yang menyembah berhala itu yang bodoh. Buktinya patung yang tidak memiliki daya dan upaya itu, tidak bisa bicara apalagi menolong engkau sembah dan engaku puja. Kalau engkau dan rakyatmu sudah tahu bahwa patung-patung itu tidak bisa mendengar, melihat dan berbicara, mengapa dihadapannya kamu bermunajat, meminta kemaslahatan dan keselamatan. Dan patung-patung yang kamu sembah itu tidak bisa menyelamatkan dirinya dari penghancuran itu. Coba kau fakir dengan matang, pergunakanlah akal itu dengan sebaik-baiknya!”

Namrud dan para pengikutnya terpojok oleh ucapan Ibrahim. Seketika itu Namrud memerintah rakyatnya untuk mengumpulkan kayu bakar dan membakar Ibrahim hidup-hidup.

Karena pertolongan Tuhan, api yang menyentuh kulit Ibrahim tidak terasa panas. Maka selamatlah Ibrahim dari amukan Namrud. (nyanyian hening)

Akan tetapi Ibrahim lupa akan kapaknya. Kapak itu kini berada di tanganku. Maka kini aku akan mempergunakan sebagaimana keinginanku. (naik ke atas)

Sebagaimana ketika Aku bersumpah di hadapan Tuhan, ketika aku diperintah untuk menghormati Adam. Terang aku tidak mau lantaran aku lebih mulia darinya. Aku diciptakan dari api sedang ia diciptakan dari tanah liat yang busuk. Sebusuk beradaban yang kini manusia ciptakan.

Tak perlu tercengang atas pertemuan ini. Kalian kini dalam area kekuasaanku. Kalian tidak akan lepas dari cengkeraman tangan kananku. Dan tidak akan luput dari pengaruh kapak ini.

(bernyanyi dengan tempo cepat kemudian lama-lama lamban seperti nyanyian untuk meninabubukkan)

Ayo tidurlah, dan mari bermimpi mengarungi hidup dengan kapak ini. Bukan lagi menjadi milik Ibrahim yang menghancurkan berhala, membangun peradaban kitab suci untuk menyelamatkan manusia dari kehidupan jahil. Akan tetapi, dengan kapak berhala Namrud ini kita akan menghancurkan peradaban yang dibangun dari kitab-kitab suci. Kitab-kitab agama samawi. Aku hancurkan ajaranya dengan menciptakan skenario kebencian yang luar biasa diantara penganut-penganut agama kitab suci.

(bergerak menciptakan warnah putih pada seisi ruangan. Lamat-lamat cahaya biru merambat pada seluruh warnah putih. Sebagai usaha untuk meninabubukan para penonton).

Kawan, lihat semesta. Kehancurannya mulai menampakkan pada setiap sisi. Lautnya melempar gunung-gunung, gunungnya menerbangkan mendung gelap, sedang daratan tak kuat lagi menahan beban peradaban yang dibangun oleh makhluk pecundang yang bernama manusia.

Ada dua pilihan yang aku tawarkan pada kalian. silakan memilih salah satu. Menjadi materialis yang berlomba-lomba mencari tahta dan harta. Atau menjadi pengikutku. Yang mau manaburkan bunga sesajen pada laut dan gunung. Bila kalian tak cukup modal menjadi kapitalis maka ikutilah kami menjadi sufistik yang kelak kematianmu akan dimuliakan orang-orang, paling tidak pengikutmu.

Mereka bukan memandangmu sebagai makluk akan tetapi sebagai Sang Mulia yang mampu menggantikan Tuhan. Arwahmu tidak hanya untuk didoakan oleh orang-orang sesudahmu, akan tetapi akan dimintahi pertolongan untuk mendapatkan berkahmu. Kecintaanya kepada kamu akan melebihi kecintaanya pada Tuhan. Tinggal pilih. Harta atau kemuliaan untuk disembah. Atau keduanya barangkali. (tertawa)

Boleh boleh, kenapa tidak kalau kalian ingin memilih keduanya, tidak ada yang melarang. Aku justru bahagia kalau itu keinginanmu.

Caranya mudah, bila kalian punya sedikit modal, ikuti permaianan bisnis yang sedang berjalan. Money breeding money dalam istilah dunia bisnis. Profitable harus didapat dengan segala cara. Suap-menyuap adalah hal yang harus dilakukan untuk memenangkan tender. Jangan pedulikan kanan kiri apalagi berbicara tentang hak-hak kaum pemalas yang membuat dirinya miskin dan fakir. Itu kesalahan mereka, jangan terlalu dipedulikan. (tertawa)

Bila anda sedikit faham akan kitab suci, maka tirulah nenek-moyang kalian yang serba tahu segala hal hanya melihat dari tanda-tanda. Tidak perlu dibaca semua, apalagi menghafal. Itu pekerjaan yang amat melelahkan. Kalian akan ketinggalan kalau melulu mengaji kitab suci. Kini era postmo. Kita tak lagi hidup pada zamannya para nabi yang primitive.

Langgengkan tradisi yang ada. Jangan sesekali melakukan pembrontakan pada patron masyarakat. Jangan tiru para Nabi, mereka dapat wahyu Tuhan, sedang kalian? Sekali memberontak, kalian akan dikerdilkan orang-orang yang sedang melanggengkan tradisi. Kalian tidak akan diorangkan masyarakat sekeliling kalian. Ingat, pada setiap kaum pasti ada penguasa yang sampai kapanpun kebiasaanya dan kekuasaanya tidak akan mau otak-atik orang lain. Sampai dara penghabisan mereka mempertahankannya apabila Tuhanya tidak memberikan petunjuk. Tinggal pilih, menjadi pemberontak yang akan dianggap penghianat oleh suatu kaum, atau menjadi Sang Mulia yang kuburannya akan disembah-sembah orang-orang sepeninggal kalian. bahkan bisa jadi, sebelum kalian meninggal sudah ada yang merunduk-runduk pada kalian apabila kalian mengikuti dan membela tradisi yang berkembang tanpa harus berfikir baik atau tidak untuk kehidupan ke depan.

(melantunkan tembang-tembang yang membuat hatinya senang) Kini aku mulai berjalan untuk menyaksikan kehidupan Kehidupan yang telah lama aku rancang. Sekarang aku ajak kalian untuk mengikuti hasil kesepakatanku dengan Tuhan. Sejauh mana sumpahku berhasil untuk membuat manusia tersesesat. Untuk membuat manusia terlena. Untuk membuat manusia yang semakin jauh dari Tuhannya. Tapi ingat, mereka tak terasa. Karena mereka sombong dalam memperjuangkan agama Tuhan.

(memutar dan menerbangi bola dunia) Ayo kita terbang dari satu kaum ke kaum yang lain. Sekarang kita saksikan pulau Jawa, wilayah syi’ar para wali. Tempat terjadi persengkokolan kekuasaan yang luar biasa. Sehingga kini tak ada data sejarah yang kongkrit tentang kepahlawanan mereka. Ceritanya kini hanya menjadi mitos kesaktian belaka.

Kuburan mereka dijadikan ziarah wisata. Tempat-tempatnya dibangun dengan suasana yang sakral. Difasilitasi sarana untuk memuja Para penziarah kemudian lupa terhadap Tuhan yang sebenarnya.

Sejarah di utusnya Nabi Nuh oleh Tuhan terulang lagi. Nabi Nuh diutus lantaran adanya kecendrungan orang-orang yang suka menggambar dan membuat patung-patung para Wali, lalu kemudian disembahyanginya beramai-ramai.

(memutar bola dunia)Kini kita terbang jauh ke daratan Tanah Haram. Masyarakatnya banyak yang lengah. Mereka beramai-ramai berdagang. Mereka malas belajar kitab-kitab suci yang mengajarkan ilmu pengetahuan. Mereka berkeyakinan, bahwa tanah mereka adalah tanah yang dilindungi, tak akan pernah tertimpah adzab. Hari-hari mereka habiskan dengan menumpuk uang. Mereka lupa bahwa derajat seseorang diukur karena tingkat manfaat ilmunya. Bukan seperti teori Karl Max yang ia mengatakan, bahwa status sosial seseorang dipengaruhi harta yang dimilikinya.

Sekarang kini kita berziarah ke Mesir, negara yang memiliki peradaban sejarah yang paling tinggi. Banyak Para Nabi di lahirkan di kota tersebut. Hampir semua nabi pernah menapakkan kakinya di negri tersebut. Adam, Idris, Nuh, Ibrahim, Musa. Hampir memiliki kesejarahan yang kuat dengan tanah Mesir. Kini kalian bisa ,memyaksikan sendiri dengan alat ini. Lihat sistem pemerintahannya. Lihat kekuatan diplomasinya. Kerajaan Firaun yang telah ditaklukkan Musa itu sudah berada di genggaman orang-orang yang menjadi kepanjangan tanganku. Tidak percaya, fahami karya-karya sastra yang settingnya meceritakan konflik Sosial Mesir. Pasti akan kalian temukan keteledoran para pemimpinnya.

Apa, kembali lagi ke Jakarta. Sentral kebijakan yang memiliki beribu-ribu pulau, yang merupakan sentral pemerintahan. Tempat disahkannya undang-undang ketatanegaraan Ah tak perlu diceritakan. Para pejabatnya, baik yang sipil atau yang militer sudah malas membaca. Apalagi kitab suci.Kalaupun ada itupun buat gaya-gayaan. Lantaran mau dishooting. Disiarkan lewat televisi.

(tertawa meremehkan)Kekuasaan kekuasaan… orang-orang yang menyibukkan diri dengan kekuasaan adalah sahabat dekatku. Presiden, Gubernur, Bupati, Kades, Rektor, Kepala Dinas, Kepala Sekolah. Sembilan puluh sembilan persen, mereka sedang menjalankan misi kapak ini untuk menghacurkan kehidupan. Untuk membohongi mereka, orang-orang yang masih mempertahankan kejujuran. Apa, anggota legislatif?(tertawa) Tidak ada bedanya dengan makelar(tertawa).

Maaf, mau aku kasih tahu misi kami yang luar biasa? Sistem yang kami biat dengan kapak ini telah mencenkram para birokrat.. Ingin tahu? Ah jangan ini amat rahasia. (berjalan mondar-mandir sambil berfikir) Tapi tak apalah, karena aku tahu. Pertemuan ini hanyalah dalam mimpi, setelah terbangun pasti kalian lupa.

Di dunia birokrat ada tradisi yang amat mecekik orang-orang yang masih punya nurani, dan memerdekakan para pejabat yang berhati bejat. Kwintansi fiktif adalah tradisi yang amat mapan. Sosialaisasi hak-hak kesejahteraan rakyat tak perlu dilakukan. Realisasinya hanya ada pada kertas-kertas laporan. Konkritnya adalah masuk keperut para pengambil kebijakan. Tapi aku suka itu. Karena itu akan memperkuat sumpahku pada Tuhan sebagai makluk penyesat. Dan kemenaganku atas Adam dan Ibrahim di akhir zaman kelak. (berteriak dengan gerakan terbang)“Ya, aku suka birokrat keparat dan pejabat yang bejat”(berulang-ulang).

Kini mari kita terbang yang lebih tinggi. Menyaksikan kerusakan bumi yang sudah sampai pada puncaknya. Laut-laut bergelombang dasyat, bumi-bumi membelah dirinya, gunung-gunung memuntahkan halilintar dan mengirim angin gelap pada pemukiman-pemukiman. Siapa lagi yang bisa menolong. Menunggu aparat yang masih sibuk dengan surat tugas dan anggaran operasional? Para pejabat yang menunggu sidang pleno para wakil rakyat. Atau wakil rakyat yang pura-pura merakyat. Pada saat itulah aku tersenyum lebar melihat kepanikan semua masyarakat. Adalah waktu yang paling tepat menjadi Dewa Pahlawan. Bahkan aku bisa menjelma menjadi dajjal yang menawarkan surga semu pada manusia.

(Si Tua itu yang menjelma menjadi Berhala Namrud tertawa ngakak, ia bernyanyi dan menari merayakan kemenangannya) Stop, aku menyaksikan segerombolan makluk berseragam putih datang kemari. Apa kalian melihatnya? Mereka berdiri di belakang kalian. Mereka berteriak membesarkan nama Tuhan. Pedang, pedang, pedang!!! Bajingan, aku suka itu. Mereka menyebut Tuhannya dengan sebutan pedang. Ayo pasukan Tuhan, angkat pedang kalian! Lalu kita teriakkan dengan menyebut namaNya.

(Bergerak dan bernyanyi) “Tiada Perjuangan selain pedang!”
(Berdeklamasi)Kapakku menjelma menjadi pedang/Pedang-pedang seakan pasukan Tuhan.

Saksikan Ibrahim, dendamku kini terbalaskan. Dendam Namrud Bin Kan’an Bin Kusy. Sang Raja besar Kerajaan Babilon. Hambahku yang patuh kau rusak, kau provokasi untuk berani melawan.

Dulu kau sangat membenci pedang-pedangku yang aku gengggamkan pada tangan Namrud. Kau membenci Namrud yang suka mengacungkan pedangnya pada orang-orang yang tidak mau tunduk padanya untuk menyembahku. Kini, saksikan sendiri umatmu, mereka berbondong-bondong mengacungkan pedang dengan menyebut kesaksian atas nama Tuhan yang kau perjuangkan. Akan tetapi mereka tidak menyadari bahwa pedang yang mereka bawa adalah jelmaan dari kapak kamu yang kini sedang dalam kekuasaanku. Mereka bergerak adalah atas inisiatifku. Hanya saja seakan nama Tuhan kamu.

Ibrahim, kau yang dulu menghina Namrud dan rakyatnya bodoh lantaran menyembahku. Kini dengan kapak ini umatmu akan aku buat lebih bodoh. Umatmu akan aku buat seakan-akan. Ya seakan-kan pejuang Tuhanmu, namun sebenarnya adalah melanjutkan misi perjuanganku. Mereka akan aku buat mejadi orang-orang yang sombong, bahwa dirinya yang paling benar. Dan itulah yang aku suka. Orang-orang yang sombong yang seaakan-akan memiliki apa yang mereka miliki.

Padahal tai kucing!
Kapakku, kapak berhala namrud yang warnanya hitam kelam, kilaunya lebuh tajan dari kilatan halilintar. Kilatannya mampu memutuskan seluruh jaringan saraf manusia. Aku cukup bahagia. Lantaran kapak ini, manusia tak lagi sempurna dengan akalnya. Justru berbalik menjadi gila. Dan menjadi mahluk yang paling aniaya dan paling rendah.

Ibrahim, kapakmu kini dalam genggamanku
Aku jungkir-balikkan ajaranmu
Aku rusak sembahyangmu/
Aku hancurkan duniamu”

Mengajak orang-orang menyanyikan nyanyian perlawanan. Tertawa dan menari merayakan kemenangannya.

Lamongan, 7 Januari 2008

Tidak ada komentar:

A Musthafa A Rodhi Murtadho A Wahyu Kristianto A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Wachid BS Abdullah al-Mustofa Abdullah Khusairi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimanyu Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Maulani Adek Alwi Adhi Pandoyo Adrian Ramdani Ady Amar Afrizal Malna Agnes Rita Sulistyawati Aguk Irawan Mn Agus R. Sarjono Agus Riadi Agus Subiyakto Agus Sulton Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahm Soleh Ahmad Farid Tuasikal Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Luthfi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadie Thaha Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rasyid AJ Susmana Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander Aur Alexander G.B. Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Rif’an Aliela Alimuddin Alit S. Rini Alunk Estohank Ami Herman Amich Alhumami Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminudin TH Siregar Ammilya Rostika Sari An. Ismanto Anaz Andaru Ratnasari Andhi Setyo Wibowo Andhika Prayoga Andong Buku #3 Andrenaline Katarsis Andri Cahyadi Angela Anies Baswedan Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Sudibyo Anton Wahyudi Anwar Holid Anwar Siswadi Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Zulkifli Arti Bumi Intaran Asarpin Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayu Utami Azyumardi Azra Babe Derwan Bagja Hidayat Balada Bandung Mawardi Bayu Agustari Adha Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernadette Lilia Nova Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Bhakti Hariani Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budi Winarto Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Camelia Mafaza Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cecep Syamsul Hari Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Choirul Rikzqa D. Dudu A.R D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Dantje S Moeis Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Darmanto Jatman Dedy Tri Riyadi Delvi Yandra Denny JA Denny Mizhar Dewi Anggraeni Dian Basuki Dian Hartati Dian Sukarno Dian Yanuardy Diana AV Sasa Dinar Rahayu Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi Warsidi Edy Firmansyah EH Kartanegara Eka Alam Sari Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil Amir Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Evan Ys F. Budi Hardiman Fadly Rahman Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fani Ayudea Fariz al-Nizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatkhul Aziz Felix K. Nesi Film Fitri Yani Franditya Utomo Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Garna Raditya Gde Artawan Geger Riyanto Gendhotwukir George Soedarsono Esthu Gerakan Surah Buku (GSB) Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Tri Atmojo H. Supriono Muslich H.B. Jassin Hadi Napster Halim H.D. Hamberan Syahbana Hamidah Abdurrachman Han Gagas Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Priyatna Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasan Junus Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Helwatin Najwa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendriyo Widi Ismanto Hepi Andi Bastoni Heri Latief Heri Listianto Herry Firyansyah Heru Untung Leksono Hikmat Darmawan Hilal Ahmad Hilyatul Auliya Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur Husnun N Djuraid I Nyoman Suaka Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilenk Rembulan Ilham khoiri Imam Jazuli Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Iman Budi Santosa Imelda Imron Arlado Imron Tohari Indiar Manggara Indira Margareta Indra Darmawan Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ingki Rinaldi Insaf Albert Tarigan Intan Hs Isbedy Stiawan ZS Ismail Amin Ismi Wahid Ivan Haris Iwan Gunadi Jacob Sumardjo Jafar Fakhrurozi Jajang R Kawentar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean-Marie Gustave Le Clezio JJ. Kusni Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Julika Hasanah Julizar Kasiri Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kadir Ruslan Kartika Candra Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Ketut Yuliarsa KH. Ma'ruf Amin Khaerudin Khalil Zuhdy Lawna Kholilul Rohman Ahmad Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Krisandi Dewi Kritik Sastra Kucing Oren Kuswinarto Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lenah Susianty Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto M Shoim Anwar M. Arman A.Z. M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Harya Ramdhoni M. Kasim M. Latief M. Wildan Habibi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria hartiningsih Maria Serenada Sinurat Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Marsus Banjarbarat Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masriadi Mawar Kusuma Wulan Max Arifin Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Mezra E. Pellondou Micky Hidayat Mihar Harahap Misbahus Surur Moh Samsul Arifin Moh. Syafari Firdaus Mohamad Asrori Mulky Mohammad Afifuddin Mohammad Fadlul Rahman Muh Kholid A.S. Muh. Muhlisin Muhajir Arifin Muhamad Sulhanudin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Azka Fahriza Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Nafi’ah Al-Ma’rab Naskah Teater Nezar Patria Nina Setyawati Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noor H. Dee Noval Maliki Nunuy Nurhayati Nur Haryanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurudin Octavio Paz Oliviaks Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pamusuk Eneste Panda MT Siallagan Pandu Jakasurya PDS H.B. Jassin Philipus Parera Pradewi Tri Chatami Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R Sutandya Yudha Khaidar R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rahmat Sutandya Yudhanto Raihul Fadjri Rainer Maria Rilke Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridha al Qadri Ridwan Munawwar Rikobidik Riri Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rizky Andriati Pohan Robert Frost Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Romi Febriyanto Saputro Rosihan Anwar RR Miranda Rudy Policarpus Rukardi S Yoga S. Jai S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Gerilyawan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra SelaSastra ke #24 Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Subhan SD Suci Ayu Latifah Sulaiman Djaya Sulistiyo Suparno Sunaryo Broto Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunudyantoro Suriali Andi Kustomo Suryadi Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Susilowati Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Bahri Syam Sdp Syarif Hidayatullah Tajuddin Noor Ganie Tammalele Tan Malaka Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Tengsoe Tjahjono Th Pudjo Widijanto Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tiya Hapitiawati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Joko Susilo Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Umar Kayam Undri Uniawati Universitas Indonesia UU Hamidy Vyan Tashwirul Afkar W Haryanto W.S. Rendra Wahyudin Wannofri Samry Warung Boenga Ketjil Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Web Warouw Wijang Wharek Wiko Antoni Wina Bojonegoro Wira Apri Pratiwi Wiratmo Soekito Wishnubroto Widarso Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Wing King WS Rendra Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yosi M. Giri Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Yuyu AN Krisna Zaki Zubaidi Zalfeni Wimra Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhaenal Fanani Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar Zulhasril Nasir